Walau Cuma sempat mencicipi cold brew dan sushi rebonnya, namun saya merekomendasikan tempat ini untuk nongkrong karena suasananya cukup privat dan interiornya rapi sekali.
"Duit sisa banyak, santai Tom. Hehehe" Tommy pun tertawa. Dari Rp 2 juta yang kami miliki di kantong, baru sedikit yang terpakai untuk tiket bus, hotel, dan makan-makan enak. Foto-fotonya membuat iri seisi timeline. Mereka jadi ikut ngiri ingin merasakan empal gentong Kang Mail dan Nasi Jamblang Bu Nur.
Maka saat malam menjelang, kami pun berjalan ke Stasiun, lagi-lagi naik taksi online. Di sana saya kembali lapar karena kebetulan cuaca Cirebon agak sejuk. "Cari makanan khas sini, yuk Tom," Tommy mengangguk setuju, "Tuh ada sego lengko," tunjuknya ke seberang stasiun.
Dengan sedikit potongan kecil tempe, tahu, tauge, acar timun, dan kucai (semacam daun bawang), lalu disiram dengan kuah kacang. Aromanya mirip tauge goreng di Jakarta. Hanya saja ini disajikan langsung dengan nasi, alih-alih lontong. Kucainya saat dikunyah memberikan aroma harum dan menggugah selera. Harganya? Murah abis... Namanya juga Cuma pake tempe dan tahu.
Lagi-lagi saya menemukan keramahan khas Cirebon. "Coworking space ini tersedia di 9 stasiun besar KAI, Pak" Jawabnya dengan tersenyum.
Ia juga mempersilakan saya mengambil minuman hangat yang tersedia. "Ini bayar mas?" Tanya saya tidak percaya. Ia tersenyum dan mempersilakan saya mengambil sesukanya.
Menjelang pukul 10:00 malam, kereta yang kami tunggu datang. Hanya Rp 100an ribu ke Pekalongan. Dan perjalanan dengan kursi empuk di gerbong eksekutif sudah menunggu kami menuju ke Pekalongan. Termasuk mencoba bakso restorasi yang ngehits dan viral itu!