Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Darjo, Lelaki Sayang Burung Hantu

3 Maret 2017   10:11 Diperbarui: 9 Maret 2017   20:00 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Darjo menjalani tiap hari sebagai seorang pemburu tikus berawal sekitar 5-6 tahun yang lalu. Seiring dengan keprihatinan beliau dengan hasil panen padi para petani di sekitar desanya sangat tidak imbang dengan baiaya in put dan proses wira usaha tanam padinya. Itu pun kalau tidak diserang hama binatang pengerat tikus. Kalau diserang, batang padi yang sedang bunting habis semua dijarah oleh tikus.  

Pak Darjo petani yang sangat peka dengan alam. Jaman beliau kecil, hama tikus tidak pernah mengharubiru tanaman padi seperti sekarang. “Ular sawah pada zaman dahulu tak pernah diburu. Selain itu,  zaman dahulu orang menanam padi tidak menggunakan pestisida untuk membasmi OPT.”

Keprihatinan akan panen padi yang tidak signifikan dengan biaya in put dan proses itu lantas membuat beliau banyak merenung. Di suatu keheningan malam, tiba-tiba beliau mendengar suara burung malam yang makin lama mendekat: kaakk.. kaaaakkkk ... kaaaakkkkk... Itu adalah suara burung hantu. Orang sedesanya menamakan burung itu sebagai burung kokok beluk.

Setelah itu, beliau setiap lepas maghrib sampai tengah malam menjadi seorang pengamat burung hantu amatiran. Ternyata burung hantu yang berbunyi  kaakk.. kaaaakkkk ... kaaaakkkkk itu tinggal di rumah tua yang kosong ditinggalkan penghuninya. Setiap lepas maghrib, sekawanan burung hantu itu terbang menuju persawahan sebelah timur rumahnya. Beliau pun menyusul burung hantu itu ke sawah. Ternyata burung hantu itu transit di pepohonan pinggir sawah. Beberapa dari burung hantu itu lantas bermanuver ke sawah dan terbang lagi ke pepohonan dengan mencengkeram tikus.

“Inilah awal mula saya sayang dengan burung hantu Mas. Setiap malam, rumah tua yang kosong itu saya kirimi tikus-tikus segar. Jika ada piyik burung hantu yang jatuh ke lantai rumah dan belum bisa terbang, saya segera ambil tangga untuk menaruh piyik itu di pyan rumah itu. Pekerjaan rutinmengirim tikus-tikus segar  ini oleh para tetangga dianggap sebagai pekerjaan aneh. Bahkan, tak sedikit yang mengatakan saya lagi beranjak kenthir bahkan sudah gila.”

Pada tahun 2012, aktivitas sayang burung hantu beliau didengar oleh petinggi Pertamina Depo Maos. Tak hanya didengar, beliau lantas dibuatkan sangkar di pinggir jalan raya. Akan tetapi sangkar itu tidak memadai luasnya. Lantas keberadaan sangkar itu tak sengaja terlihat oleh Djoko Juniwarto Kepala UK3 (Unit Komunikasi dan Kordinasi Kebijakan) Bank Indonesia Purwokerto yang habis makan siang di kedai sop gurameh di dekat kompleks Pertamina Depo Maos. Setelah beliau dikirim oleh Kantor Perwakilan BI Purwokerto dan TPID (Tim Pengendalian Infasi Daerah) Kabupaten Cilacap untuk study banding karantina/penangkaran burung hantu di Demak, Kantor Perwakilan BI  Purwokerto dan TPID Kabupaten Cilacap membuatkan sangkar maxi burung hantu untuk karantina dan penangkaran di belakang balai desa Maos Kidul di tanah milik desa.

Tak hanya itu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto lantas mendoorong Gapoktan yang beliau pimpin untuk mendirikan Rubuha (Rumah Burung Hantu). Kini di kompleks persawahan di desa Maos Kidul dan desa Mrenek telah ada 70 Rubuha. 20 Rubuha merupakan hasil penguatan Pertamina Depo Maos, sedangkan 50 Rubuha lainnya merupakan dorongan dan penguatan dari Kantor Perwakilan BI Purwokerto pada Gapoktan yang diketuainya.

Kini, persawahan sekitar desa Maos Kidul telah kembali menjadi lumbung padi Jawa Tengah untuk Cilacap Selatan selain lumbung padi Kabupaten Cilcap lainnya yang ada di Cilacap Barat. Sedangkan lumbung padi Jawa Tengah lainnya adalah Kabupaten Demak. 

Berkat adanya lelaki sayang burung hantu ini, kini buruh tani, penggarap sawah dan pemilik sawah jadi barokah. “Apapun omongan orang, lewat sayang burung hantu, saya telah berbuat baik kepada masyarakat terutama para petani di desa Maos Kidul dan sekitarnya. Saya ini, jelek-jelek begini, untuk ukuran masyarakat desa Maos Kidul dikenal sebagai orang terpandang lho Mas. Saya bertahun-tahun menjadi perangkat desa. Jabatan Dan Ton Linmas pun masih saya pegang sampai sekarang. Ningen aja ngira kaki Darjo sawaeh amba. Nyong ora duwe sawah. Ana sawah kur long pitung puluh (setengah hektar), ningen anu bengkok pangsiunan perangkat desa lan jalaran nyong gutul seprene esih dadi Dan Ton (komendan pleton) Linmas. Selewieh,  nyong nggarap sawaeh wong, panene maro karo sing duwe sawah.”

(Tetapi jangan kira Mbah Darjo sawahnya luas. Saya tak punya sawah, Ada sawah sekitar long tujuh puluh (setengah bau/3500 m2), tetapi sawah itu bengkok (sawah untuk pensiunan) perangkat desa dan karena sampai saat ini saya masih menjabat Dan Ton Linmas. Selebihnya sawah garapan punya orang yang hasilnya dibagi dua).

Untung saja, Kantor Perwakilan BI Purwokerto sangat memperhatikan Pak Darjo. Beliau kini telah dibuatkan bunker penangkaran tikus sawah. Beliapun akan dibuatkan sarung tangan khusus untuk pengaman dari patukan ular berbisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun