Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Darjo, Lelaki Sayang Burung Hantu

3 Maret 2017   10:11 Diperbarui: 9 Maret 2017   20:00 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Darjo Sedang Cari Sarang Tikus

Sudarjo Kasum. Lelaki tua  warga Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap, lahir 10 April 1951 ini orangnya berkulit hitam pekat. Postur tubuhnya tinggi kurus. Walaupun usianya tengah mendekati kepala tujuh, tubuhnya masih sangat fit. Berjalannya masih cepat. Suaranya masih keras. Ia pun masih sangat aktif. Ia sangat ringan tangan dan tak suka hitung-hitungan dengan pekerjaan kemasyarakatan apalagi yang berhubungan dengan kegiatan sawah-menyawah.

Tak heran, di tengah-tengah kesibukannya menjadi  ketua di 12 organisasi yang berhubungan dengan sawah-menyawah, beliau masih sempat menjalani kewajiban harian berburu tikus konsumsi burung hantu (Tyto Alba) yang sarang maxinya terletak di belakang balai desa Maos Kidul.

 “Kalau ditambah dengan jabatan Ketua Pengelola Karantina/Penangkaran Burung Hantu, saya aktif jadi ketua di 13 organisasi lho Mas. Syukur alhamdulillah, jabatan ketua di 13 organisasi itu saya  digajih bulanan oleh PSGA.”

“Apa itu PGSA Pak?” aku penasaran.

“Pekerjaan Sosial Gajih Akherat, hahaha.. hahahahahahha” Pak Darjo tertawa terbahak-bahak dengan keras.

Aku pun ikut tertawa terbahak-bahak tak kalah kerasnya.

“Ingin tahu 12 organisasi yang diketuai oleh saya?” Pak Darjo lantas menggenggam jari jemari tangan kanannya. Satu demi sati geanggamannya dibuka dengan didahului membuka jempolnya, kemudian telunjuk, jari tengah dan seterusnya.

  • Ketua Klomptan (Kelompok Tani) Manggala Tirta (sejak 1983)
  • Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Sumber Makmur Desa Maos Kidul  (sejak 2009, beranggota 500 pertani)
  • Danton (Komandan Peleton) Linmas Desa Maos Kidul
  • Ketua FKKDM (Forum Komunikasi Kewaspadaan Dini Masyarakat) Desa Maos Kidul
  • Ketua RW
  • Ketua GP3A (Gabungan  Paguyuban Petani Pemakai Air) Kecamatan Maos
  • Ketua IP3A (Induk Paguyuban Petani Pemakai Air) Kabupaten Cilacap
  • KP3 (Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida) Kabupaten Cilacap
  • Ketua Komisi Irigasi.
  • Ketua Komite Sekolah SD Maos Kidul (sejak anak sampai cucu)
  • Ketua PPS (Penyuluh Petani Swadaya) Kabupaten Cilacap
  • Ketua Komisi Alih Fungsi Lahan Kabupaten Cilacap.

Tak heran, karena berbagai jabatan di tinkat Kabupaten Cilacap, beliau mempunyai hubungan keorganisasian dan pribadi yang lumayan dekat dengan para petinggi Kabupaten Cilacap. Jika ora lain akan rikuh dan sungkan ngobrol ke sana ke mari dengan Bupati, Kepala Dinas dan petinggi lainnya, tetapi beliau tidak. Dia tidak seperti Gimin yang gumun (heran) weruh (lihat) gaman (alat potong/pangkas). Kedekatan dengan para petinggi dan 12 organisasi yang beliau ketuai dijadikan gaman (senjata ampuh) untuk mensukseskan program-program pemerintah untuk penguatan kelembagaan petani dan kemasyarakatan.

Setahun yang lalu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji, melakukan seremonial panen raya padi secara serentak dan gerakan percepatan tanam serentak dalam rangka mendukung kedaulatan pangan pada Senin, 29 Februari 2016, di Desa Mrenek, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

“Saya pada seremonial itu  sempat  digemesi oleh Gubernur Ganjar lho Mas. Pundak saya berkali-kali dipegang-pegang dan dielus-elus,” katanya.

“Cuman dipegang-pegang dan dielus-elus oleh Pak Gubernur?”

“Iya.”

“Lha kok cuma dipegang-pegang dan dielus-elus sih?”

“Iya.”

“Hahahahahaha...” kali ini aku yang tertawa terbahak-bahak sampai perutku sakit. Hehehe, ini bukan tertawa sinisme lho. Aku benar-benar geli.  “Mungkin, pundhak Pak Darjo dipegang-pegang dan dielus-elus oleh Pak Gubernur karena saking kagumnya dan saking bangganya  dengan sifat enthengan berburu tikus dan memelihara kokok beluk,” kataku.

Walaupun sibuk menduduki jabatan ketua 12 organisasi, beliau masih kober (sempat) menjalani pekerjaan yang bagi  anak/menantu, istri dan cucu-cucunya ndoresani (agak nista) menjadi pemburu tikus sawah. Pekerjaan  ini menjadi renggan (tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkan barang sehari pun) pergi ke sawah tak memandang cuaca sedang mendung, hujan, badai, petir dan kilat.

“Kesabaran dan keteguhan hati saya dalam mengelola karantina/penangkaran sempat teruji ketika di sarang maxi sedang ada 18 ekor kokok beluk. Bayangkan Mas, satu ekor kokok beluk tak bakal kenyang kalau semalam hanya makan satu ekor tikus. Minim harus makan 6 ekor tikus dewasa. Berarti saya harus dapat 108 ekor tikus dewasa dalam sehari,” kata Pak Darjo dengan berapi-api. 

“Ck ck ck ck...” aku berdecak kagum dengan jiwa volunteerism tinggi yang dimiliki.

“Kesabaran dan keteguhan hati makin diuji ketika orang rumah (istri dan anak cucunya mengoceh, ‘wis lah Pak, wis tua aja ngangsa mburu tikus bae. Ya nek terang, nek udan nyong kewatir mbok kesamber bledheg.’”

(Sudah lah Pak, sudah tua jangan terlalu bersemangat berburu tikus terus. Ya kalau terang, kalau hujan saya kewatir kalau kesambar petir).

“Tapi bagaimana lagi? Kalau saya tidak berburu tikus di sawah, nanti kokok beluk pada mati semua?“ Betul apa kata beliau.

Lantai sangkar maxi setiap hari harus dibesrihkan dari sisa-sisa potongan tubuh tikus cabikan burung hantu. Tak jarang, buntut tikus atau kaki tikus tidak termakan. Jika tidak segera dibuang akan menghadirkan aroma busuk. Kalau organ dalam tubuh tikus pasti habis dilalap, karena burung hantu terlebih dulu melahapnya.

Pak Darjo menjalani tiap hari sebagai seorang pemburu tikus berawal sekitar 5-6 tahun yang lalu. Seiring dengan keprihatinan beliau dengan hasil panen padi para petani di sekitar desanya sangat tidak imbang dengan baiaya in put dan proses wira usaha tanam padinya. Itu pun kalau tidak diserang hama binatang pengerat tikus. Kalau diserang, batang padi yang sedang bunting habis semua dijarah oleh tikus.  

Pak Darjo petani yang sangat peka dengan alam. Jaman beliau kecil, hama tikus tidak pernah mengharubiru tanaman padi seperti sekarang. “Ular sawah pada zaman dahulu tak pernah diburu. Selain itu,  zaman dahulu orang menanam padi tidak menggunakan pestisida untuk membasmi OPT.”

Keprihatinan akan panen padi yang tidak signifikan dengan biaya in put dan proses itu lantas membuat beliau banyak merenung. Di suatu keheningan malam, tiba-tiba beliau mendengar suara burung malam yang makin lama mendekat: kaakk.. kaaaakkkk ... kaaaakkkkk... Itu adalah suara burung hantu. Orang sedesanya menamakan burung itu sebagai burung kokok beluk.

Setelah itu, beliau setiap lepas maghrib sampai tengah malam menjadi seorang pengamat burung hantu amatiran. Ternyata burung hantu yang berbunyi  kaakk.. kaaaakkkk ... kaaaakkkkk itu tinggal di rumah tua yang kosong ditinggalkan penghuninya. Setiap lepas maghrib, sekawanan burung hantu itu terbang menuju persawahan sebelah timur rumahnya. Beliau pun menyusul burung hantu itu ke sawah. Ternyata burung hantu itu transit di pepohonan pinggir sawah. Beberapa dari burung hantu itu lantas bermanuver ke sawah dan terbang lagi ke pepohonan dengan mencengkeram tikus.

“Inilah awal mula saya sayang dengan burung hantu Mas. Setiap malam, rumah tua yang kosong itu saya kirimi tikus-tikus segar. Jika ada piyik burung hantu yang jatuh ke lantai rumah dan belum bisa terbang, saya segera ambil tangga untuk menaruh piyik itu di pyan rumah itu. Pekerjaan rutinmengirim tikus-tikus segar  ini oleh para tetangga dianggap sebagai pekerjaan aneh. Bahkan, tak sedikit yang mengatakan saya lagi beranjak kenthir bahkan sudah gila.”

Pada tahun 2012, aktivitas sayang burung hantu beliau didengar oleh petinggi Pertamina Depo Maos. Tak hanya didengar, beliau lantas dibuatkan sangkar di pinggir jalan raya. Akan tetapi sangkar itu tidak memadai luasnya. Lantas keberadaan sangkar itu tak sengaja terlihat oleh Djoko Juniwarto Kepala UK3 (Unit Komunikasi dan Kordinasi Kebijakan) Bank Indonesia Purwokerto yang habis makan siang di kedai sop gurameh di dekat kompleks Pertamina Depo Maos. Setelah beliau dikirim oleh Kantor Perwakilan BI Purwokerto dan TPID (Tim Pengendalian Infasi Daerah) Kabupaten Cilacap untuk study banding karantina/penangkaran burung hantu di Demak, Kantor Perwakilan BI  Purwokerto dan TPID Kabupaten Cilacap membuatkan sangkar maxi burung hantu untuk karantina dan penangkaran di belakang balai desa Maos Kidul di tanah milik desa.

Tak hanya itu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto lantas mendoorong Gapoktan yang beliau pimpin untuk mendirikan Rubuha (Rumah Burung Hantu). Kini di kompleks persawahan di desa Maos Kidul dan desa Mrenek telah ada 70 Rubuha. 20 Rubuha merupakan hasil penguatan Pertamina Depo Maos, sedangkan 50 Rubuha lainnya merupakan dorongan dan penguatan dari Kantor Perwakilan BI Purwokerto pada Gapoktan yang diketuainya.

Kini, persawahan sekitar desa Maos Kidul telah kembali menjadi lumbung padi Jawa Tengah untuk Cilacap Selatan selain lumbung padi Kabupaten Cilcap lainnya yang ada di Cilacap Barat. Sedangkan lumbung padi Jawa Tengah lainnya adalah Kabupaten Demak. 

Berkat adanya lelaki sayang burung hantu ini, kini buruh tani, penggarap sawah dan pemilik sawah jadi barokah. “Apapun omongan orang, lewat sayang burung hantu, saya telah berbuat baik kepada masyarakat terutama para petani di desa Maos Kidul dan sekitarnya. Saya ini, jelek-jelek begini, untuk ukuran masyarakat desa Maos Kidul dikenal sebagai orang terpandang lho Mas. Saya bertahun-tahun menjadi perangkat desa. Jabatan Dan Ton Linmas pun masih saya pegang sampai sekarang. Ningen aja ngira kaki Darjo sawaeh amba. Nyong ora duwe sawah. Ana sawah kur long pitung puluh (setengah hektar), ningen anu bengkok pangsiunan perangkat desa lan jalaran nyong gutul seprene esih dadi Dan Ton (komendan pleton) Linmas. Selewieh,  nyong nggarap sawaeh wong, panene maro karo sing duwe sawah.”

(Tetapi jangan kira Mbah Darjo sawahnya luas. Saya tak punya sawah, Ada sawah sekitar long tujuh puluh (setengah bau/3500 m2), tetapi sawah itu bengkok (sawah untuk pensiunan) perangkat desa dan karena sampai saat ini saya masih menjabat Dan Ton Linmas. Selebihnya sawah garapan punya orang yang hasilnya dibagi dua).

Untung saja, Kantor Perwakilan BI Purwokerto sangat memperhatikan Pak Darjo. Beliau kini telah dibuatkan bunker penangkaran tikus sawah. Beliapun akan dibuatkan sarung tangan khusus untuk pengaman dari patukan ular berbisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun