Mohon tunggu...
Hari Nugraha
Hari Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada

평온 우리는 우리가 하나님에 근접 할 때 얻을 것이다

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Aspek Sosiologi Hukum terhadap Satpol PP dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima di DKI Jakarta

2 Desember 2022   23:58 Diperbarui: 3 Desember 2022   11:11 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN

Kemacetan lalu lintas disebabkan oleh orang-orang yang menggunakan sebagian jalan raya untuk berjualan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah dapat memiliki landasan Hukum yang kokoh dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah guna memenuhi tuntutan daerah untuk mewujudkan otonomi daerah. Pembentukan Peraturan Daerah ini merupakan salah satu konsep yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tugasnya untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk itu, pemerintah diberikan kekuasaan untuk campur tangan di semua bidang masyarakat, yang berarti harus berperan aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat.

Dalam rangka mencapai kesejahteraan umum, Pemerintah diberikan kekuasaan, yang meliputi hak hukum untuk terlibat dalam urusan sosial dan mengurus kepentingan umum melalui tugas-tugas seperti pemberian izin, pencabutan hak, dan mendirikan rumah sakit, sekolah, bisnis dan sebagainya.Tujuan dari entitas Pemerintah Daerah adalah untuk memenuhi kebutuhan lingkungan. Setiap daerah akan memiliki kebijakan yang berbeda karena setiap kebijakan yang dilaksanakan harus berdasarkan kebutuhan masyarakat. Urusan yang dilimpahkan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya sesuai dengan variasi karakteristik geografisnya jika tujuan pemerintah daerah dalam hal ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Agar pelayanan publik efektif dan akuntabel tidak hanya secara administratif tetapi juga lebih kepada aspek kinerja yang dicapai, maka pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat harus benar-benar memperhatikan karakteristik daerah serta kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat.[1] Terbukti dari penerapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Perizinan Penataan dan Pembinaan PKL belum semua ketentuannya diterapkan secara memadai."Pasal 2 menjelaskan bahwa ayat (1) Tempat usaha PKL ditetapkan oleh Kepala Daerah, ayat (2) Walikota dalam menetapkan tempat usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, mempertimbangkan factor sosial ekonomi, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan serta Tata Ruang Kota sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku."

"Setiap PKL memiliki tanggung jawab terhadap ketertiban, kerapihan, kebersihan, keindahan, kesehatan lingkungan dan keamanan ditempat usaha sebagai mana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan PKL. Namun perakteknya setiap PKL tidak pernah melaksanakan peraturan yang telah di tentukan. Justru sehabis berjualan sampah berserakan dan tentunya dengan berjualan disembarang tempat akan mengganggu tata Jakarta yang tentunya hal ini tidak hanya melanggar ketentuan Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, tetapi juga melanggar Peraturan Daerah Jakarta Nomor 5 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum.

kemacetan-638a8be508a8b56e11415742.jpg
kemacetan-638a8be508a8b56e11415742.jpg
PEMBAHASAN
  • Tinjauan Umum Tentang Ketentuan Perda No. 11 Tahun 2001 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL)

"Pemerintah telah membuat suatu Undang-Undang yang dikenal dengan Peraturan Daerah guna mencapai tujuannya yaitu mewujudkan kota yang tertib, damai, dan asri, bebas dari segala gangguan, kebisingan, dan ketidaknyamanan. Khusus di Jakarta, Perda Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan PKL. Berikut Kebijakan Pemerintah Jakarta dalam penataan dan pembinaan PKL sesuai Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001:

Ayat (1) menyatakan "PKL yang tidak memenuhi ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini dan atau menempati tempat usaha PKL yang memiliki izin diberikan peringatan satu kali". Ayat (2) menyatakan "Apabila PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak melaksanakan peringatan dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam, Walikota berhak melakukan penyitaan terhadap barang dagangan dan alat yang digunakan". Ayat (3) menyatakan "PKL yang melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini, diberikan Surat Peringatan pertama sampai ketiga oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, yang bentuk tatacara dan tenggang waktunya diatur oleh Kepala Daerah". Ayat (4) menyatakan "Apabila dalam waktu 6 (enam) hari Surat Peringatan Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini, belum juga dilaksanakan, Walikota dapat melakukan penyitaan terhadap barang dagangan atau alat yang dipergunakan dan pencabutan izin". Ayat (5) menyatakan "Dalam hal barang satuan karena sifatnya cepat berubah, rusak, busuk dan atau dapat mengganggu lingkungan atau kesehatan, Walikota dapat menghancurkan atau memusnahkannya".[2] Untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah Kota tersebut di atas, maka harus mengikuti langkah-langkah yang diatur dalam Peraturan Daerah itu sendiri, seperti memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) tersebut di atas.

sosialisasi-pkl-638a8cd408a8b50f4c501fc2.jpg
sosialisasi-pkl-638a8cd408a8b50f4c501fc2.jpg
  • Pelaksanaan Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Berdasarkan Peraturan Daerah

"Satpol PP memiliki landasan hukum yang kuat baik dari sisi pembentukan maupun fungsinya, untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Daerah. Fungsi strategis sebagai penegak hukum ini tak dapat begitu saja di implementasikan, karena sebaik apapun produk legislasi, ia tak akan berdaya guna efektif (yakni menciptakan cita tertib dan adil itu) jika tak didukung institusi yang menjamin penegakannya. Hukum tanpa penegakan hanyalah teks-teks mati yang keberlakuannya tak dapat diharapkan dengan semata mengandalkan itikad baik subjek hukum.[3] Peraturan Daerah Jakarta nomor 11 tahun 2001 tentang penataan dan pembinaan PKL dilaksanakan oleh Satpol PP selaku penegak Peraturan Daerah tentang adanya tugas dan wewenang yang diberikan Satpol PP oleh perundang-undangan yang berlaku." Dalam hal penegakan Peraturan Daerah, Pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana utama di lapangan. Dalam hal ini kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Satpol PP yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan pelatihan, pendidikan, dan penetapan yang menetapkannya sebagai penyidik.[4] Menurut Pasal 148 dan 149 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan hukum daerah dan mengatur ketertiban dan ketentraman masyarakat.

"Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP tertuang dalam PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku PP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satpol PP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428)."Kemudian dalam Pelaksanaan penertiban PKL di Jakarta oleh Satpol PP mencacu kepada dasar hukum Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Penataan dan Pembinaan PKL dan Peraturan Daerah Jakarta Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum.[5] Hal tersebut sesuai dengan teori sosiologi hukum yaitu mengenai teori hukum murni yang dimana dengan adanya dasar hukum mengenai tugas dan tanggung jawab Satpol PP dalam melakukan penataan dan pembinaan PKL yang bertujuan untuk memperhatikan kepentingan umum ini artinya bahwa dasar hukum tersebut berupaya untuk melindungi pihak terkait (Satpol PP) agar tidak mendapat tuntutan dari pihak PKL dalam upaya penertiban dan pembinaan PKL.

Penataan PKL dilakukan dengan memilih kawasan binaan yang memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, dan kebersihan lingkungan. Lokasi-lokasi ini kemudian dipindahkan, dikendalikan, atau dihilangkan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah memberikan satu kali peringatan kepada PKL yang tidak memiliki izin dalam menjalankan usaha.

  • Hambatan Dalam Pelaksanaan Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Satuan Polisi Pamong Praja

Upaya penertiban Satpol PP Jakarta terhadap PKL berdasarkan observasi secara langsung yang menjadi hambatan yaitu kurangnya jumlah personil Satpol PP (Faktor Internal). Peraturan Daerah tentang penataan dan pembinaan PKL tidak akan berfungsi dengan baik, jika masyarakat tidak dilibatkan karena pada realitanya kurangnya kesadaran tidak hanya oleh PKL itu sebagai penjual,  tetapi pembeli juga melanjutkan belanja rutin mereka meskipun mengetahui akan adanya larangan atau bahkan penggusuran yang sewaku-waktu bisa terjadi (Faktor Eksternal)

penertiban-pkl-638a8cc14addee2e0d2909c2.jpg
penertiban-pkl-638a8cc14addee2e0d2909c2.jpg
PENUTUP
  • Kesimpulan

"Pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berdasarkan Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan pedagang kaki lima belum dapat terlaksana dengan baik, karena masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang jalan. Hambatan yang ditemui di lapangan dalam Penertiban pedagang kaki lima yaitu untuk melaksanakan penertiban yang dilakukan Satpol PP Jakarta terhadap pedagang kaki lima tidak begitu saja selesai dengan mudah, dalam penataan di temui kendala-kendala yang dihadapi, beberapa kendala tersebut berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.

  • Saran untuk Pemerintah

Pemerintah harus bisa memberikan solusi apabila dilakuan penertiban terhadap para pedagang kaki lima seperti halnya memberikan relokasi sebagai wadah mereka untuk berjualan di tempat yang seharusnya sehingga para pedangan kaki lima tersebut tidak datang untuk berjualan kembali, hal ini sebagai upaya memenuhi hak asasi para pedagang dalam mempertahankan kehidupannya sebagai sumber mata pencaharian, apabila Pemerintah mampu memberikan solusi ini maka akan berjalan secara efektif sehingga tidak ada lagi para pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang tempat.

  • Saran untuk Satpol PP

            [6]Sebagai Aparatur Pemerintah Satpol PP dalam melakukan tugasnya untuk penertiban para pedagang kaki lima (PKL) selain harus berpedoman pada prosedur yang tertuang juga disarankan  terlebih dahulu melakukan sosialisasi terhadap masyarakat sekitar sehingga adanya peran serta masyarakat sekitar untuk membantu memberikan masukan ataupun larangan terhadap para pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang tempat karena selain menggangu ketertiban umum dapat mengakibatkan kemacetan, sehingga dalam hal ini faktor utama yang mendasari terwujudnya ketertiban lingkungan ialah kesadaran mayasrakat itu sendiri bahwa rasa nyaman, aman dan damai sebagai tujuan yang harus ditempuh secara bersama.

SUMBER REFERENSI

 

Aturan Pemerintah

Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan pedagang kaki lima

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamoing Praja

Buku dan Artikel Jurnal

Alwi, Hasan,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Darmawati. (2006). pedagang dan penataan pedagang kaki lima di kota. jurnal penelitian.

Djaali, dkk, 2001, Wawasan Pengembangan Masyarakat dan Pembinaan Sektor Informal, Jakarta, PT. Penebar Swadaya.

Effendi, L. (2007). Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Malang: Bayumedia Publishing.

Hadjon, P. M. (2011). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kelsen, H. (2007). Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Yunianto, Dwi. 2021. Analisis Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi", Forum Ekonomi, Vol 23 N

Footnote

[1] Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari teori fungsionalisme struktural yaitu agar tercipta perubahan ke arah yang terjadinya keharmonisan-ketertiban-keseimbangan baru di bidang sosial, ekonomi, atau politik.

[2] Dari pasal 6 yang sudah disebutkan, bahwwa kebijakan Pemerintah Jakarta dalam hal ini Walikota yaitu mengenai pemberiam peringatan kepada PKL yang tidak mendapatkan izin tempat berjualan, melakukan penitaan apabila PKL tidak mengindahkan peringatan, memberikan surat peringatan sau kali, melakukan penitaan barang dagangan, dan menghancurkan serta memusnahkan barang-barang dagangan.

[3] Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

[4] Dalam upaya melakukan penertiban, Satpol PP juga berwenang untuk melakukan tindakan penegakan non yudisial, menindak warga negara dan aparat yang menganggu ketertiban umum, melakukan penyidikan kepada semua unsur masyarakat yang melakukan pelanggaran peraturan daerah, dan memfasiltasi dan memperkuat kapasitas masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri.

[5] Teori hukum murni bertujuan untuk membersihkan hukum dari segala sesuatu yang bukan hukum atau dalam kata lain yaitu unsur-unsur asing (Kelsen, 1967).

[6] Penertiban dan penataan PKL dilakukan sesuai dengan prosedur guna mewujudkan rasa aman, nyaman, dan tertib (teori fungsionalisme struktural).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun