PENDAHULUAN
Kemacetan lalu lintas disebabkan oleh orang-orang yang menggunakan sebagian jalan raya untuk berjualan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah dapat memiliki landasan Hukum yang kokoh dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah guna memenuhi tuntutan daerah untuk mewujudkan otonomi daerah. Pembentukan Peraturan Daerah ini merupakan salah satu konsep yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tugasnya untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk itu, pemerintah diberikan kekuasaan untuk campur tangan di semua bidang masyarakat, yang berarti harus berperan aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Dalam rangka mencapai kesejahteraan umum, Pemerintah diberikan kekuasaan, yang meliputi hak hukum untuk terlibat dalam urusan sosial dan mengurus kepentingan umum melalui tugas-tugas seperti pemberian izin, pencabutan hak, dan mendirikan rumah sakit, sekolah, bisnis dan sebagainya.Tujuan dari entitas Pemerintah Daerah adalah untuk memenuhi kebutuhan lingkungan. Setiap daerah akan memiliki kebijakan yang berbeda karena setiap kebijakan yang dilaksanakan harus berdasarkan kebutuhan masyarakat. Urusan yang dilimpahkan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya sesuai dengan variasi karakteristik geografisnya jika tujuan pemerintah daerah dalam hal ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Agar pelayanan publik efektif dan akuntabel tidak hanya secara administratif tetapi juga lebih kepada aspek kinerja yang dicapai, maka pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat harus benar-benar memperhatikan karakteristik daerah serta kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat.[1] Terbukti dari penerapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Perizinan Penataan dan Pembinaan PKL belum semua ketentuannya diterapkan secara memadai."Pasal 2 menjelaskan bahwa ayat (1) Tempat usaha PKL ditetapkan oleh Kepala Daerah, ayat (2) Walikota dalam menetapkan tempat usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, mempertimbangkan factor sosial ekonomi, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan serta Tata Ruang Kota sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku."
"Setiap PKL memiliki tanggung jawab terhadap ketertiban, kerapihan, kebersihan, keindahan, kesehatan lingkungan dan keamanan ditempat usaha sebagai mana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan PKL. Namun perakteknya setiap PKL tidak pernah melaksanakan peraturan yang telah di tentukan. Justru sehabis berjualan sampah berserakan dan tentunya dengan berjualan disembarang tempat akan mengganggu tata Jakarta yang tentunya hal ini tidak hanya melanggar ketentuan Peraturan Daerah Jakarta Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, tetapi juga melanggar Peraturan Daerah Jakarta Nomor 5 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum.
- Tinjauan Umum Tentang Ketentuan Perda No. 11 Tahun 2001 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL)
"Pemerintah telah membuat suatu Undang-Undang yang dikenal dengan Peraturan Daerah guna mencapai tujuannya yaitu mewujudkan kota yang tertib, damai, dan asri, bebas dari segala gangguan, kebisingan, dan ketidaknyamanan. Khusus di Jakarta, Perda Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan PKL. Berikut Kebijakan Pemerintah Jakarta dalam penataan dan pembinaan PKL sesuai Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001:
Ayat (1) menyatakan "PKL yang tidak memenuhi ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini dan atau menempati tempat usaha PKL yang memiliki izin diberikan peringatan satu kali". Ayat (2) menyatakan "Apabila PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak melaksanakan peringatan dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam, Walikota berhak melakukan penyitaan terhadap barang dagangan dan alat yang digunakan". Ayat (3) menyatakan "PKL yang melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini, diberikan Surat Peringatan pertama sampai ketiga oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, yang bentuk tatacara dan tenggang waktunya diatur oleh Kepala Daerah". Ayat (4) menyatakan "Apabila dalam waktu 6 (enam) hari Surat Peringatan Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini, belum juga dilaksanakan, Walikota dapat melakukan penyitaan terhadap barang dagangan atau alat yang dipergunakan dan pencabutan izin". Ayat (5) menyatakan "Dalam hal barang satuan karena sifatnya cepat berubah, rusak, busuk dan atau dapat mengganggu lingkungan atau kesehatan, Walikota dapat menghancurkan atau memusnahkannya".[2] Untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah Kota tersebut di atas, maka harus mengikuti langkah-langkah yang diatur dalam Peraturan Daerah itu sendiri, seperti memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) tersebut di atas.
- Pelaksanaan Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Berdasarkan Peraturan Daerah
"Satpol PP memiliki landasan hukum yang kuat baik dari sisi pembentukan maupun fungsinya, untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Daerah. Fungsi strategis sebagai penegak hukum ini tak dapat begitu saja di implementasikan, karena sebaik apapun produk legislasi, ia tak akan berdaya guna efektif (yakni menciptakan cita tertib dan adil itu) jika tak didukung institusi yang menjamin penegakannya. Hukum tanpa penegakan hanyalah teks-teks mati yang keberlakuannya tak dapat diharapkan dengan semata mengandalkan itikad baik subjek hukum.[3] Peraturan Daerah Jakarta nomor 11 tahun 2001 tentang penataan dan pembinaan PKL dilaksanakan oleh Satpol PP selaku penegak Peraturan Daerah tentang adanya tugas dan wewenang yang diberikan Satpol PP oleh perundang-undangan yang berlaku." Dalam hal penegakan Peraturan Daerah, Pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana utama di lapangan. Dalam hal ini kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Satpol PP yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan pelatihan, pendidikan, dan penetapan yang menetapkannya sebagai penyidik.[4] Menurut Pasal 148 dan 149 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan hukum daerah dan mengatur ketertiban dan ketentraman masyarakat.
"Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP tertuang dalam PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku PP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satpol PP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428)."Kemudian dalam Pelaksanaan penertiban PKL di Jakarta oleh Satpol PP mencacu kepada dasar hukum Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Penataan dan Pembinaan PKL dan Peraturan Daerah Jakarta Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum.[5] Hal tersebut sesuai dengan teori sosiologi hukum yaitu mengenai teori hukum murni yang dimana dengan adanya dasar hukum mengenai tugas dan tanggung jawab Satpol PP dalam melakukan penataan dan pembinaan PKL yang bertujuan untuk memperhatikan kepentingan umum ini artinya bahwa dasar hukum tersebut berupaya untuk melindungi pihak terkait (Satpol PP) agar tidak mendapat tuntutan dari pihak PKL dalam upaya penertiban dan pembinaan PKL.