Praktik hampir mirip dilakukan petani tradisional untuk mengusir tikus tanah dari sawah. Apakah lalu padi dituduh merusak lingkungan karena petani mengasapi lahannya untuk membuat tikus atau tikus tanah keluar dari lahannya?
Salah sawit atau salah manusia? Salah padi atau salah manusia?
Lah ya kalau perusahaan sudah mampu menebang dengan alat mekanik, tanpa membakar, lalu kayunya dijual, lalu buat apa lagi ujungnya kayu-kayu tersebut dibakar? Rugi dong, sesuatu yang sudah punya nilai ekonomis dengan dijual, lalu dibakar begitu saja sehingga musnah? Dan kalau memang Korindo cukup nekat melakukan pembakaran untuk pembukaan lahan, lalu buat apa lagi membuka dengan traktor? Kenapa dibakarnya malah setelah lahannya dibuka?
Ingat, pembakaran itu, normalnya dilakukan untuk membuka lahan. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar atas klaim artikel BBC Indonesia, dan tentu kita perlu mempertanyakan, kalau memang pembakaran kayu terjadi, apa gunanya kayu tersebut dibakar?
Â
Inilah yang kemudian menjadi hasil penyeldikan The Forest Stewardship Council (FSC) yang menyatakan bahwa bukan Korindo yang melakukan pembakaran tersebut. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke juga sudah menyatakan bahwa pembukaan lahan di wilayah Korindo juga dilakukan dengan cara mekanis, bukan dibakar. Surat Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 juga memperkuat fakta tersebut.
Bantahan ini lalai dimuat dengan detail oleh BBC Indonesia, yang malah membantah lagi pernyatan tersebut dengan memuat hasil "investigasi" berdasarkan propaganda Greenpeace dan Forensic Architecture.Â
Tanpa bermaksud menyerang pribadi, namun saat saya buka siapa saja yang terlibat dalam propaganda Forensic Architecture tersebut, mayoritas ya arsitek dan ahli visualisasi, tak terlihat ada satu pun ahli lingkungan atau pertanian yang bisa memberikan sudut pandang yang relevan.
Dan lucunya lagi, video BBC tersebut justru diawali pernyataan dari peneliti Forensic Architecture yang terang-terangan menyatakan tidak tahu apakah kebakaran itu disengaja atau tidak.Â
Yang dipakai sebagai modal membuat pernyataan adalah spasialisasi kebakaran dari 2011 hinga 2016. Sudah begitu saja. Lalu dipakai untuk menghakimi "kebakaran" lahan sawit di tahun-tahun ini.Â
Parahnya lagi, surat rekomendasi FSC pada tahun 2019 untuk mendorong Korindo membenahi praktik pembukaan lahannya malah dijadikan alasan seolah FSC menjustifikasi memang Korindo membakar lahan. Padahal surat tersebut didasari hasil investigasi sebelumnya yang nyata-nyata sudah menyebutkan bahwa Korindo tidak melakukan pembakaran lahan.