Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Durian Pak Hussein

2 November 2020   16:45 Diperbarui: 2 November 2020   19:57 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokpri
dokpri
"Ini kamu bawa saja. Kalau mau bayar Rp 30 ribu saja sekilo. Ga bayar juga ga apa-apa," saya memilih membayarnya karena bagaimanapun hidup Pak Hussein juga bergantung kepada panen jengkol.

Menjelang sore, Pak Hussein mengajak saya kembali ke rumahnya. Sambil mengupas jengkol bersama anak dan istri, ia bercerita lebih lengkap lagi mengenai seluruh kebunnya.

dokpri
dokpri
"Nanti kalau sudah tidak panas, saya ajak ke kebun satu lagi yang 1,5 hektaran. Di sana saya tanam ratusan batang. Sudah sering panen," janji Pak.Hussein.

"Berapa banyak panennya, Pak?" Saya menyelidik.

"Tergantung kondisinya. Kalau sedang apes, sesedikit-dikitnya dapat dua ton. Kalau sedang bagus, bisa sampai enam ton. Itu juga belum semua berbuah bagus," jawabnya

dokpri
dokpri
"Ya alhamdulillah bisa dicukup-cukupin untuk makan keluarga, kuliah anak, sekalian benerin rumah," Bu Hussein tersenyum.

"Tiga dari empat anak saya sudah kuliah dan kerja, tinggal si bungsu sebentar lagi lulus dari jurusan pertanian. Dia punya cita-cita mengganti sebagian pohon sawit ini dengan durian, katanya," kata Pak Hussein saat mengantar ke kebun besarnya. Itu berarti sistem tumpangsari yang diterapkan di kebun ini akan makin jelas, bukan hanya acak di beberapa titik, tapi disengaja dan berselang seling. Kebun itu rimbun dan hijau sekali.

dokpri
dokpri

"Yang itu namanya harendong. Untuk membungkus ikan sesudah dimasak," jelas Pak Hussein saat saya sibakkan belukar berdaun lebar. Tak ada satupun tanaman yang tumbuh di sini yang tak ada manfaatnya.

Saat mentari mulai mendekati cakrawala, saya berpamitan. Pak Hussein menyelipkan jengkol muda yang tadi saya beli. "Jengkol ini enak dilalap, tidak keras dan bau. Rasanya manis. Makan saja nanti sebagai tambahan sayur kalau makan di tepi jalan," pesannya.

dokpri
dokpri
Saya beranjak dari Kebun Pak Hussein dengan perasaan lega. Akhirnya dapat juga kesaksian dari petani sawit kecil. Namun dari apa yang saya lihat dari kebun PTPN VIII sekalipun, keinginan menjadi lebih sustainable dengan teknik tumpang sari memang mendarah daging di dalam tubuh petani kecil Indonesia

Tinggal bagaimana cara kita memahami dan mengarahkannya agar jadi produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun