Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Durian Pak Hussein

2 November 2020   16:45 Diperbarui: 2 November 2020   19:57 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini semua disengaja, Pak?" Tanya saya memastikan.

"Kalau sawit yang ditanam rakyat memang begitu. Tidak mungkin mereka menunggu sawit 2,5 hingga 3 tahun baru bisa dipanen. Mereka perlu penghasilan sementara sawitnya berkembang. Maka diselingi dengan yang lain." Jawabnya.

dokpri
dokpri
Kami terus berjalan ke belakang kebun Pak Hussein, di seberang sawah yang juga miliknya. Semakin jelas pola tumpang sari yang ia terapkan.

"Ini Bapak selang-seling dengan pisang ya?" Tanya saya kagum.

"Iya. Sekalian ada jengkol, temulawak, dan durian. Sebelum sawit mulai berbuah, saya sudah memetik banyak panen. Begitu sawit berbuah, otomatis tanaman kecil mati sendiri karena tidak dapat cahaya. Tapi masih sisa durian dan jengkol yang akan makin rajin berbuah karena kebagian pupuk dan kehilangan saingan." Pak Hussein memaparkan strateginya.

dokpri
dokpri
"Untuk makan sehari-hari, sawah di bawah cukuplah. Sekali panen bisa 500 kg sampai 1 ton." Ia menunjuk ke bagian bawah.

"Tidak takut sawitnya jadi berebut nutrisi tanah dan air dengan yang lain, Pak?" Saya masih meragukan keterangannya.

"Oh jelas tidak. Buktinya lihat sendiri kan? Itu sawit saya baru dua setengah tahun pun sudah mulai berbuah pasir." Buah pasir maksudnya buah pertama yang masih kecil dan belum layak dijual. Normalnya buah pasir sawit baru muncul di tahun ketiga.

dokpri
dokpri
"Kamu juga bisa lihat, mata air di bawah lancar-lancar saja. Kalau sawit katanya rakus air, masa iya saya masih bisa panen padi di bawah," katanya terkekeh. Air pegunungan mengalir bersih di pipa bambu yang dibangun Pak Hussein puluhan meter jauhnya, sambung-menyambung.

"Kamu mau coba jengkolnya? Bawa pulang, ya! Berapa harga jengkol di Jakarta sekarang?" Tanyanya sambil membelah jengkol yang masih muda.

"Bisa lebih mahal dari daging sapi kalau sedang langka, Pak..hahaha," jawab saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun