Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Layarku Terkembang dari Baubau ke Makassar

24 Oktober 2019   04:06 Diperbarui: 24 Oktober 2019   17:28 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pelabuhan anging mamiri makassar, dokpri

Di dek 5, saya menemukan kasur saya sudah diisi orang lain. "Ya sudah diisi sebelahnya saja Pak. 2008," Katanya sambil menunjuk kasur paling ujung di dekat dinding kapal. "Boleh juga sih," pikir saya. Kalau di pinggir berarti saya harus berimpit-impitan nantinya karena antar kasur tidak diberi sekat. Mirip asrama haji atau barak.

dokpri
dokpri
"Ya bagaimana lagi, namanya juga tiket ekonomi. Dinikmati saja," pikir saya. Sebelum berangkat, banyak pedagang resmi yang masuk ke dalam, menawarkan nasi cumi dan nasi udang. Harganya relatif murah, Rp 15 ribu untuk makanan dengan tiga lauk, cumi atau ayam, tempe, dan telur. Sangat enak dan murah. Kalau masih tidak puas, bisa beli lauk ikan bakar terpisah. Seukuran lengan anak kecil hanya Rp 10 ribuan.

dokpri
dokpri
Menjelang tengah malam, saya mendengarkan pengumuman. "Pintu teater di dek 2 telah dibuka. Kami memutar film untuk Anda nikmati." Pengumuman berasal dari pengeras suara. Saya buru-buru ke movie theater. Lumayan di sini dingin, tidak pengap. Sayangnya penjual kacang dan minuman dingin di depan tangga menuju theater entah ke mana. Padahal pasti enak duduk rebahan sambil ngemil dan nonton film.

dokpri
dokpri
Karena midnight, film yang diputar kategori film dewasa, tentang pelacuran di Thailand. Bukan benar-benar film porno. Bagus juga ceritanya, walaupun kadang saya sulit mengerti karena tidak ada subtitle. Lama-kelamaan karena dapat kursi di pojok, sehingga bisa nyender, saya ketiduran hingga film selesai dan menjawil saya.

"Bangun mas, udah selese.." Katanya mengingatkan. Seisi theater sudah kosong tidak ada penonton dan lampu sudah dinyalakan.

Malas balik ke tempat tidur dan ingin bebas dari kepengapan, saya keluar dan bertemu seorang pedagang minuman bernama Ivan. "Telinga saya agak susah mendengar, Pak. Bekas kena petasan waktu kecil," katanya meminta maaf dan menyeduh kopi yang saya pesan dengan nyaris berteriak.

"Kalau mau santai sedikit, minumnya di dek 7 saja. Ada kafe dan kursi di situ," Demikian petunjuk Mas Ivan sambil menunjuk tangga menuju ke atas. Saya ikuti petunjuknya, menuju pantat kapal.

Betul ternyata ada semacam tempat duduk panjang yang memungkinkan kita rebahan dan bersantai. Hanya saja kafenya sudah tutup.

Saya coba naik lagi, ternyata ada minimarket. Di sini tersedia es krim dan minuman dingin untuk yang kegerahan. Tapi harganya tentu agak mahal dibanding minimarket di daratan. Sebotol Aqua ukuran besar dihargai Rp 15 ribu.

Di dek ini, saya tertidur hingga pagi. Beberapa kali saya kebelet buang air, dan baru menemukan masalah di kapal bagus ini, kebersihan toiletnya!

Ya... tentu saja dengan jumlah toilet yang bisa dibilang minim, diakses ratusan orang, dan beberapa ada yang mampet, membuat saya agak mual menggunakan toilet di kapal ini. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun