Mohon tunggu...
Hardiriyanto
Hardiriyanto Mohon Tunggu... Guru - Hardiriyanto, staf pengajar di SMP MARSUDIRINI Bogor.

Terus berusaha dan mencoba.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsekuensi dan Konsistensi Situasional Berbahasa Lisan

2 Mei 2021   02:05 Diperbarui: 2 Mei 2021   13:37 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia dalam kodratnya sebagai mahluk sosial membutuhkan sarana atau media untuk berkomunikasi. Tentu saja sarana dan medianya berfungsi sebagai jembatan penghubung kebutuhan-kebutuhan manusia dengan sesama. Untuk mewujudkannya, manusia membutuhkan kesepakatan agar dapat memunculkan kesepahaman antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dalam bentuk bahasa.

Bahasa (dari bahasa Sanskerta) adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Sebagai konsep umum, "bahasa" bisa mengacu pada kemampuan kognitif untuk dapat mempelajari dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau untuk menjelaskan sekumpulan aturan yang membentuk sistem tersebut, atau sekumpulan pengucapan yang dapat dihasilkan dari aturan-aturan tersebut. Pengertian maupun pernyataan tersebut berdasarkan Wikipedia Bahasa Indonesia (https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa).

Berdasarkan sumber yang sama, secara detail kita dapat mencermati informasi bahwa bahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi unik yang dijumpai pada manusia. Pengguna kata-kata yang diturunkan dari kosakata besar (kurang lebih 10.000) bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan organ mulut. Kata-kata yang terucap tersambung menjadi untaian frasa dan kalimat yang dikelompokkan secara sintaktis.

Berdasarkan hal tersebut, para penutur maupun pemakai bahasa lisan terkondisi karena berbagai faktor di lingkungan sekitarnya. Meskipun bahasa bersifat manasuka (arbitrer), namun dalam penerapannya tetap berdasarkan pada suatu kesepakatan (konvensi). Demi terwujudnya kualitas komunikasi yang baik, para penutur maupun pemakai bahasa lisan perlu konsisten dalam memilih ragam bahasa komunikasi.

Mempelajari dan Menggunakan Sistem Komunikasi  Yang Lebih Kompleks

Pada hakikatnya, konsep umum "bahasa" mengacu pada kemampuan penutur berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi dalam jaringan, faktual berarti berdasarkan kenyataan yang mengandung kebenaran. Empiris berarti berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, dan atau pengamatan yang telah dilakukan.

Sebagai contoh sederhana, berikut pengalaman unik adik saya ketika berkomunikasi dengan salah satu kerabat orangtua dari daerah. Ketika mamak (ibu) kami dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Cibinong, Kabupaten Bogor sempat terjadi kesalahpahaman. Bude (kakak ibu) meminta adik untuk membelikan "gedang". Tanpa pikir panjang, adik saya segera mencarikan buah tersebut di pasar tradisional terdekat.

Begitu diberikan, Bude terkejut. Sambil tersenyum, beliau meminta adik untuk membelikan pisang. Adik menganggapnya  sebagai pepaya. Dengan demikian, bahasa yang dilisankan oleh Bude dan adik belum menghasilkan kualitas komunikasi yang baik. Mereka sama-sama menerapkan bahasa lisan ibu yang berbeda. Bude menerapkan komunikasi dengan bahasa daerahnya. Adik memaknai dengan bahasa daerahnya. Otomatis, pemahaman terhadap kosakatanya berbeda.

Bude sebelumnya bertanya kepada mamak dengan bahasa daerah. Mamak pun menjawab dengan bahasa yang sama. Intinya, Bude memahami keinginan mamak untuk dibelikan pisang. Komunikasi yang baik telah terjalin antara bude dan mamak karena mereka menerapkan bahasa lisan ibu yang sama. Otomatis, pemahaman terhadap kosakatanya sama.

Faktor kenyataan yang mengandung kebenaran dari adik dan bude berbeda. Adik yang lahir di Bogor dan terbiasa dengan lingkungan Jawa Barat mengetahui berdasarkan pengalaman, penemuan, dan pengamatan bahwa gedang merupakan pepaya. Sementara itu, bude yang lahir dan terbiasa dengan lingkungan masyarakat Yogyakarta mengetahui berdasarkan pengalaman, penemuan, dan pengamatan bahwa gedang merupakan pisang.

Adik menggunakan bahasa Indonesia dalam segala aktivitas komunikasi lisan sehari-hari atas dasar bahasa lisan ibu, yakni bahasa Indonesia. Bude yang berbahasa lisan ibu, bahasa daerah memakai bahasa Indonesia agar dapat membuat lawan bicara memahami dan mampu menjalin komunikasi serta memberi umpan balik yang baik. Akan tetapi, tujuan bude terkendala karena satu kosakata bahasa daerah.

Adik dan Bude telah berusaha menerapkan komunikasi dengan mengacu pada kemampuan kognitif masing-masing. Rupanya, hal tersebut menjadi pembelajaran bagi mereka. Setelah peristiwa itu, Bude berjanji untuk berupaya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Adik pun tetap berupaya untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sambil sesekali bertanya jika bude secara tidak sengaja menuturkan bahasa daerah.

Menjelaskan Sekumpulan Aturan Yang Membentuk Sistem

Pada  KBBI versi dalam jaringan, aturan memiliki empat arti. Pertama, berarti hasil perbuatan mengatur atau segala sesuatu yang sudah diatur. Kedua, cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) yang telah ditetapkan supaya diturut. Ketiga, berarti tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Keempat, berarti adat sopan santun atau ketertiban.

Sementara itu, sistem memiliki tiga arti. Pertama, berarti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Kedua, berarti susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya. ketiga, berarti metode.

Dengan demikian, pendefinisian "menjelaskan sekumpulan aturan yang membentuk sistem' hendaknya berdasarkan arti yang paling sesuai. Pendefinisian yang dimaksud yaitu metode atau cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) dari segala sesuatu yang sudah ditetapkan dan diatur supaya diturut.

Sebagai ilustrasinya, berikut pengalaman anak tetangga ketika berkomunikasi dengan ibu dan tetangga lain. Ketika musim hujan tiba, Sungai Ciliwung di Kota Bogor yang melintasi daerah pemukiman padat penduduk sering menelan korban jiwa. Salah satu tetangga kami yang berasal dari daerah berusaha meminta pertolongan. Pamannya yang sedang memancing di sekitar bantaran kali terseret arus banjir yang cukup deras.

Dengan histeris, dia berteriak, "Tulang hanyut ..., tulang hanyut ..., tulang hanyut!" Beberapa warga di sekitar bantaran kali hanya melihat tanpa meresponnya. Ibu mendekatinya sambil bertanya, "Ada apa, Nak?"

Ia pun menunjuk ke arah kali. Ternyata sang paman yang hanyut. Beberapa pemuda mencoba menolongnya. Singkat cerita, sang paman tertolong karena anak tersebut berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan gestur.

Seorang anak tetangga tersebut telah berusaha menjelaskan pemahaman terkait aturan yang membentuk sistem dari bahasa daerahnya. Ibu dan beberapa warga pun telah berusaha menunjukkan pemahaman terkait aturan yang membentuk sistem bahasa Indonesia. Rupanya belum terjadi kualitas komunikasi yang baik.

Untungnya, gestur seorang anak tetangga membuat beberapa warga mulai memahami maksudnya bahwa sang paman hanyut. Jika tanpa ada gestur, bisa jadi lawan bicara menafsirkan ada potongan organ tubuh hewan yang hanyut. Alangkah lebih baik jika ia menggunakan pilihan kata "paman" daripada "tulang". Dengan demikian, penutur bahasa perlu memerhatikan penjelasan sekumpulan aturan yang membentuk sistem dengan situasi dan kondisi pada lingkungan sekitar. 

Mengucapkan Sekumpulan Ucapan dari Sekumpulan Aturan

Bertitik tolak pada sumber KBBI versi yang sama, mengucapkan memiliki empat arti. Pertama, berarti mengeluarkan ucapan (kata). Kedua, berarti melisankan atau melafalkan. Ketiga, berarti mengatakan. Keempat, berarti menyatakan.

Ucapan memiliki empat arti. Pertama, berarti kata yang diucapkan (dilisankan, disebutkan); ujaran. Kedua, berarti lafal; sebutan. Ketiga, berarti kata-kata dalam pidato atau sambutan. Keempat, berarti perkataan sebagai pernyataan rasa hati (seperti rasa sukacita, rasa terima kasih, dan sebagainya).

Dengan demikian, pendefinisian "mengucapkan sekumpulan ucapan dari sekumpulan aturan" hendaknya juga berdasarkan arti yang paling sesuai. Pendefinisian yang dimaksud yaitu mengeluarkan, melisankan, melafalkan, mengatakan, atau menyatakan sekumpulan kata sebagai pernyataan rasa hati dengan metode atau cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) dari segala sesuatu yang sudah ditetapkan dan diatur supaya diturut.

Sebagai contoh konkret, sebagian penutur bahasa lisan lebih suka dengan sebutan driver daripada "sopir" atau "pengemudi". Sebagian penutur bahasa lisan yang lain lebih suka dengan sebutan security daripada "satuan keamanan" (satpam). Sebagian penutur bahasa lisan  yang lainnya lebih suka dengan sebutan office boy daripada "pesuruh".

Dalam dunia usaha, hampir dominan para penutur bahasa lisan  lebih suka dengan sebutan usaha laundry daripada "binatu". Hampir dominan pula penyebutan taylor daripada "penjahit". Bahkan istilah money changer paling banyak dikenal orang yang berhobi tamasya ke luar negeri daripada "tempat penukaran uang".

Dalam dunia pendidikan, rupanya hal tersebut pun terjadi. Pembelajaran online dan offline lebih familiar daripada "pembelajaran dalam jaringan dan luar jaringan".

Fenomena-fenomena tersebut tentunya dapat terjadi secara alami. Mereka memiliki subyektivitas dalam memilih pilihan kata yang paling cocok, sesuai, bahkan cenderung relatif pantas menurut ukuran masing-masing. Bisa jadi ukurannya berdasarkan tujuan atau kepentingan setiap penutur bahasa. Untuk selanjutnya, tidaklah ada satu pihak pun yang dapat dipersalahkan.

Demikian sekelumit kisah yang sekiranya dapat menggugah kita, para penutur bahasa lisan. Tanpa mengurangi rasa hormat saya dan bukan bermaksud untuk menggurui. Tanpa ada niat sedikit pula untuk memunculkan primordialisme maupun fanatisme dari perspektif apapun dan manapun.

Memang  bahasa bersifat universal. Kita dapat menggunakan dan atau menuturkannya. Terlebih dalam penerapan ragam bahasa Indonesia secara lisan yang terpengaruh ragam bahasa daerah. Bahkan bisa jadi penuturan ragam bahasa Indonesia secara lisan yang terpengaruh ragam bahasa asing.

Jangan sampai terjadi niat hati ingin memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai! Prinsip konsekuensi dan konsistensi situasional dalam berbahasa lisan hendaknya tetap menjadi acuan bagi setiap lapisan masyarakat, penutur bahasa. Dengan demikian, kualitas komunikasi yang baik senantiasa dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun