Bertitik tolak pada sumber KBBI versi yang sama, mengucapkan memiliki empat arti. Pertama, berarti mengeluarkan ucapan (kata). Kedua, berarti melisankan atau melafalkan. Ketiga, berarti mengatakan. Keempat, berarti menyatakan.
Ucapan memiliki empat arti. Pertama, berarti kata yang diucapkan (dilisankan, disebutkan); ujaran. Kedua, berarti lafal; sebutan. Ketiga, berarti kata-kata dalam pidato atau sambutan. Keempat, berarti perkataan sebagai pernyataan rasa hati (seperti rasa sukacita, rasa terima kasih, dan sebagainya).
Dengan demikian, pendefinisian "mengucapkan sekumpulan ucapan dari sekumpulan aturan" hendaknya juga berdasarkan arti yang paling sesuai. Pendefinisian yang dimaksud yaitu mengeluarkan, melisankan, melafalkan, mengatakan, atau menyatakan sekumpulan kata sebagai pernyataan rasa hati dengan metode atau cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) dari segala sesuatu yang sudah ditetapkan dan diatur supaya diturut.
Sebagai contoh konkret, sebagian penutur bahasa lisan lebih suka dengan sebutan driver daripada "sopir" atau "pengemudi". Sebagian penutur bahasa lisan yang lain lebih suka dengan sebutan security daripada "satuan keamanan" (satpam). Sebagian penutur bahasa lisan  yang lainnya lebih suka dengan sebutan office boy daripada "pesuruh".
Dalam dunia usaha, hampir dominan para penutur bahasa lisan  lebih suka dengan sebutan usaha laundry daripada "binatu". Hampir dominan pula penyebutan taylor daripada "penjahit". Bahkan istilah money changer paling banyak dikenal orang yang berhobi tamasya ke luar negeri daripada "tempat penukaran uang".
Dalam dunia pendidikan, rupanya hal tersebut pun terjadi. Pembelajaran online dan offline lebih familiar daripada "pembelajaran dalam jaringan dan luar jaringan".
Fenomena-fenomena tersebut tentunya dapat terjadi secara alami. Mereka memiliki subyektivitas dalam memilih pilihan kata yang paling cocok, sesuai, bahkan cenderung relatif pantas menurut ukuran masing-masing. Bisa jadi ukurannya berdasarkan tujuan atau kepentingan setiap penutur bahasa. Untuk selanjutnya, tidaklah ada satu pihak pun yang dapat dipersalahkan.
Demikian sekelumit kisah yang sekiranya dapat menggugah kita, para penutur bahasa lisan. Tanpa mengurangi rasa hormat saya dan bukan bermaksud untuk menggurui. Tanpa ada niat sedikit pula untuk memunculkan primordialisme maupun fanatisme dari perspektif apapun dan manapun.
Memang  bahasa bersifat universal. Kita dapat menggunakan dan atau menuturkannya. Terlebih dalam penerapan ragam bahasa Indonesia secara lisan yang terpengaruh ragam bahasa daerah. Bahkan bisa jadi penuturan ragam bahasa Indonesia secara lisan yang terpengaruh ragam bahasa asing.
Jangan sampai terjadi niat hati ingin memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai! Prinsip konsekuensi dan konsistensi situasional dalam berbahasa lisan hendaknya tetap menjadi acuan bagi setiap lapisan masyarakat, penutur bahasa. Dengan demikian, kualitas komunikasi yang baik senantiasa dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H