Suatu sore, dalam keadaan lemah, aku duduk di kamarku sembari memandangi jam antik itu. mungkin, semua akan berbeda kalau aku tidak keterlaluan dalam membeli waktu. Mungkin, waktu yang seharusnya berharga di masa depan yang kusepelekan itu, sebenarnya adalah satu jam yang tidak ada harganya di masa kini. Mungkin juga, jumlah waktu yang kubeli, yang kusepelekan itu, jika dikumpulkan berbulan-bulan dari awal mula akan mencapai hitungan tahun.
Dengan tangan penuh keriput yang bergetar, kuambil jam antik itu. Kuputar waktunya mundur entah berapa banyak putaran, lalu kuletakkan kembali di meja. Setelahnya, aku kembali memejamkan mata, menanti apa yang akan terjadi.
***
Waktu tiba-tiba kembali dan menempatkanku di situasi saat aku sedang mengendarai sepeda motor. Sayangnya, karena keadaan mendadak mengendarai sepeda motor dan rasa sakit di kepalaku, aku tidak bisa mengendalikan lajunya, lalu oleng, menabrak sebuah rumah kosong dengan keras. Dalam keadaan hampir kehilangan kesadaran itu, kulihat Mbah sedang berdiri di depan pintu rumah itu dengan menggendong jam antik.
Rumah itu, rumah yang menjadi tempat aku bertemu dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H