Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Jerat Bagian 3 || Cerbung Dian Chandra

8 Oktober 2023   23:08 Diperbarui: 8 Oktober 2023   23:10 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhari-hari Mey tak nafsu makan. Bahkan untuk sekadar memejamkan mata pun, ia tak mampu. Bayinya hilang, begitu kata suaminya. Mey sudah melapor ke polisi atas kehilangan bayinya. Namun, masih saja tak ada petunjuk.

Mey mulai putus asa. Tubuhnya mulai menyusut, sedang rambutnya acak-acakkan. Mohan merasa iba, sebuah perasaan yang tak pernah ia rasakan selama menikah dengan Mey. Selama ini Mohan acap kali abai dengan segala kerepotan istrinya, pun dengan tega laki-laki itu membiarkan istrinya menangis saat hamil karena ulahnya. Sungguh, Mohan takut mengaku.

Sementara itu kehilangan telah memupus kesadaran Mey. Kadang-kadang ia meracau, berteriak-teriak, dan memukul-mukul Mohan.

"Kembalikan, anakku! Kamu bajingan!" teriak Mey, sementara Mohan menahan diri agar tak membalas pukulan Mey. Mey betul-betul sudah hilang akal. Ya, memang belum sepenuhnya, hanya separuh.

Mey menangis histeris. Bayangan masa lalu saat diculik kembali menghantuinya. Mey menggelengkan kepalanya, berharap bayangan itu segera lenyap dalam pikirannya.

 Tiba-tiba dari kejauhan Mey melihat bayinya tengah berbaring di atas ranjang, lalu merangkak hendak turun. Ketika mengetahui bayinya akan jatuh, Mey segera berlari dan hendak melompat menyelamatkan bayinya. Tatkala ia melompat, bayi itu telah hilang dalam pandangannya. Mey terduduk lemas. Ia memeluk lututnya.

"Molly, kamu di mana, Nak? Maafin mama, harusnya mama tak pernah meninggalkanmu." Perempuan muda itu meratap penuh duka. Tak lama kemudian sorot matanya berubah tajam, terlihat amat mengerikan. Bagai hantu perempuan, dengan mata semerah darah. Mata itu menatap nyalang pada laki-laki yang berdiri di depan pintu.

"Aku akan membunuhmu. Tunggu dan lihat saja!" ancam Mey yang sekarang telah berdiri sembari menunjuk-nunjuk dengan menampakkan wajah murkanya. Seketika Mohan bergidik ngeri. Laki-laki berbadan tegap itu pun langsung teringat dosa-dosanya. Hatinya ingin berkata sejujurnya, akan tetapi pikirannya melarang.

"Mey akan meninggalkanmu ... dan kau akan membusuk di penjara!" Mohan pun urung berkata jujur, lalu lebih memilih menjauhi Mey.
***

Sudah beberapa hari ini Nyonya Raya bolak-balik ke kantor polisi. Ia ingin para polisi bergegas mencari cucunya, dan kalau perlu menyiapkan tim khusus.

Belajar dari kasus penculikan yang menimpa putrinya dahulu, Nyonya Raya memutuskan tidak hanya mengandalkan polisi saja. Ia akan menyewa semacam detektif dan menyuruh orang untuk menyelidiki Mohan dan keluarganya.
Nyonya Raya cukup tertekan dengan adanya kasus kehilangan cucunya. Ditambah pula dengan keadaan putrinya yang hampir separuh gila, sama seperti dirinya dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun