Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Jerat Bagian 2 || Cerbung Dian Chandra

8 Oktober 2023   21:33 Diperbarui: 8 Oktober 2023   21:33 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maret 2018,

Lemah. Tanpa air mata yang diharapkan.
Memendam asa. Bertahun-tahun lalu. Menyimpan luka.
Menolak fajar yang dibentangkan mentari lain.
demi serumpun mawar putih. Meski sebaris perih tak menghampiri, tapi api yang telah lama menyala. Masih.
Tetap ada. Bara.
Tetap bara. Menghanguskan luka.  

Bisikan-bisikan tanpa wujud, mulai sering terdengar di telinga Mey. Tak hanya itu ia mulai mengalami delusi. Sementara suara-suara sumbang yang ke luar dari mulut suami dan mertuanya terus saja merongrongnya.

"Bisa ngurus anak ga, sih? Kok dari tadi nangis terus!" teriak suaminya di saat Milly, putri mereka yang baru berumur beberapa hari itu menangis sepanjang hari. Sementara Mey tak kuasa membujuk bayinya agar tenang. Bagaimana bisa menenangkan si bayi, jikalau suasana hati si ibu sedang tak baik-baik saja. Bukankah bayi bisa memahami suasana hati ibunya sendiri. Bayi akan bahagia jika sang ibu juga berbahagia. Begitu aturannya.

***

Januari , 1997

"Diaaaam!" bentak Raya tatkala putrinya merengek-rengek sedari tadi, sedang ia sudah lelah dengan segala pekerjaan rumah. Rasanya ia sudah tak sanggup lagi menjalani perannya sebagai seorang ibu. Terkadang ia ingin putrinya itu mati saja. Namun, pikiran itu segera dibuangnya jauh-jauh. Bagaimanapun putrinya tak bersalah. Ia lah yang salah, masih memendam luka masa lalu dan berada di lingkungan toxic.

Putri kecilnya itu meringkuk sendirian, di sudut ranjang. Ia tak mengerti mengapa ibunya tega membentaknya dengan mata yang seram. Balita itu takut, ia takut telah membuat marah mamanya. Ia juga takut mamanya akan menyerahkannya kepada sang nenek, seperti sering diucapkan ibunya dikala marah.

"Mama, ga suka yaa kamu ga nurut. Kalo ga nurut, mama kasih ke nenek, aja lah!" bentak Raya di suatu malam, sedang suaminya malah tertidur pulas. Tak peduli dengan kerepotan istrinya dalam mengurus anaknya, pun dengan batin Raya yang mulai sakit.

***

September 2018,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun