Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Igle The Demon Knight

4 September 2023   14:48 Diperbarui: 4 September 2023   14:57 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Trasmoz (sumber: bbc.com)

IGLE THE DEMON KNIGHT

By: Dian Chandra

Prolog

Langit malam Desa Trasmoz tampak mengerikan. Tak ada bintang, pun bulan. Sementara awan hitam bergulung-gulung disertai dengan angin yang berembus kencang, menerbangkan beberapa benda. Tak lama kemudian muncul kilat dan petir yang menggelegar memekakkan telinga, lalu hujan pun turun. 

Warga desa menutup pintu dan jendela rumah masing-masing, bersembunyi di balik selimut dan perapian. Sebagian lainnya mendekap pasangan, saling berbagi keberanian. Sungguh, tak ada satupun yang nekat ke luar rumah. Mereka tahu ada bahaya di luar sana yang sedang mengintai. Entah, ditujukan kepada siapa. Para warga miskin itu tak ambil peduli. Cukup dengan mengamankan diri mereka sendiri beserta orang-orang terkasih.

Sementara itu, di waktu yang sama. Di sana, di atas bukit, telah lama bertengger bangunan megah berbentuk kastil. Di dalam kastil itu berlindung keluarga bangsawan. Bangsawan Trasmoz, orang-orang memanggilnya, penguasa utama Desa Trasmoz. Konon, keluarga tersebut bersekutu dengan Iblis dan berkawan dengan para penyihir untuk mengokohkan kekuasaan mereka, turun temurun. 

Ya, sejak abad ke-12 Bangsawan Trasmoz mulai berkuasa dan membangun kastil sebagai wujud kesombongan. Mereka tak takut akan melarat ataupun dihantui rasa bersalah sebab tak menyetor pajak kepada pihak gereja. Sebab, ada Iblis yang menjanjikan kejayaan, pun dengan para penyihir yang akan selalu siap sedia melindungi nyawa keluarga bangsawan Spanyol itu.

Malam semakin larut. Suara burung hantu mulai terdengar, sedang hujan dan angin kencang disertai kilat dan petir tak kunjung berhenti. Masih sama mengerikannya. Begitulah, pikir para warga yang bermukim tepat di bawah kaki bukit. Sebaliknya, bagi para bangsawan yang bernaung di bawah megahnya kastil dengan dinding-dinding tebal dan kokoh, tentu saja tak terasa menakutkan. Hujan, angin, kilat, dan petir tak akan mampu meruntuhkan kastil yang dibangun dengan bahan-bahan bangunan terbaik itu, begitulah pikir sebagian dari keluarga bangsawan itu. Sehingga keluarga kaya raya itu pun memulai pesta dengan tenang.

 Keluarga Bangsawan Trasmos masih saja berpesta; berdansa, melahap makanan tanpa berhenti, bernyanyi, mabuk-mabukkan, hingga melakukan hal-hal tak senonoh lainnya, seperti berkencan dengan budak di depan pasangan masing-masing. Hingar bingar terasa betul di sana. 

Tanpa mereka sadari, di sana, tepat di balik pintu raksasa berukirkan tumbuhan menjalar, mendadak muncul kilatan cahaya yang kemudian menghadirkan sesosok ksatria berbaju besi. Siap mendobrak pintu. 

Braaak!

Sungguh kuat betul ksatria itu. Kini pintu besi itu telah menganga lebar. Membuat si empunya rumah, dan para tamu undangan terlonjak kaget. Semuanya menatap cemas pada sosok di depan pintu. 

"Trasmoz, waktumu telah habis! Kesenanganmu itu semu," teriak sosok ksatria. Suaranya nyaris membuat copot jantung keluarga kaya tersebut. Seketika pucat pasilah mereka semua. Salah satu dari mereka, berujar, "Petarung Kuno telah datang." Ucapan itu rupanya membuat keturunan Trasmoz tersentak. Pelan-pelan, meski samar mereka mulai mengingat petuah kuno dari leluhur mereka, Trasmoz Pertama.

"Jika suatu hari nanti muncul sosok ksatria berbaju besi dengan suaranya yang lantang, maka segera buatlah lingkaran ... rapalkan mantra. Ia ... ia ... Ksatria kiriman Iblis akan datang. Menyelamatkan kalian semua. Ingat itu!" pesan Trasmoz Pertama, diujung usianya.

Salah satu dari keturunan Trasmoz Pertama, Bartoli Trasmoz,  rupanya masih mengingat betul petuah kakeknya. Segera, ia kumpulkan seluruh keturunan Trasmos dalam satu lingkaran besar. Laki-laki berumur tiga puluh tiga tahun itu cukup kesulitan, disebabkan ulah para tamu undangan yang mendadak histeris, tatkala melihat kilauan pedang yang sedang dipegang oleh sosok berbaju serba hitam itu. 

Sementara itu, Sang Ksatria juga tak kalah cepatnya bertindak, mengayunkan pedangnya pada keturunan Trasmoz. Sekali tebas, leher seorang pemuda tampan dengan segera mengucurkan darah segar. Seketika para tamu menjerit dan berlarian ke sana ke mari. Mereka hendak ke luar ruangan. Namun, secara ajaib pintu kokoh yang tadi menganga, mendadak menutup dengan sendirinya. Menimbulkan suara berdebam yang memekakkan telinga. 

 Ksatria itu segera menuju buruan lainnya. Di dalam topeng yang dikenakan sedari awal, ia sedikit menyunggingkan senyum, senang buruannya membludak dan berada dalam satu ruangan. Bukankah itu mempermudah pekerjaannya. Maka majulah sosok ksatria itu, semakin dekat dengan lingkaran yang sedang coba dibuat oleh Bartoli. Sebuah lingkaran yang harus dibuat dari persatuan tangan anak keturunan Trasmoz Pertama. Tentu, dengan disertai sebuah mantra pamungkas; pemanggil Ksatria Iblis. 

"Ayo, kita rapalkan mantra tua itu!" teriak Bartoli. Tangan kanannya  erat memegang tangan keriput Grandma And, sedang pada tangan kirinya ada genggaman si kecil Alwar. Bersama-sama keturunan pengabdi Iblis itu memanggil Ksatria lain, untuk menandingi kekuatan ksatria suci tadi.

"Gar ... gar ... garganta. Mi garganta ... suaraku memanggil, meminta kasih, meminta hidup ...," teriak Bartoli dan saudara-saudaranya. Mereka benar-benar ketakutan, tepatnya takut mati. Diantara mereka bahkan ada yang sampai terkencing-kencing. 

"Trasmoz, keturunanmu akan habis. Persekutuan kejimu itu akan segera berakhir." Sesumbar sosok ksatria dengan rambut panjang mencuat di balik topeng besinya itu. Sosok itu perlahan mendekati lingkaran tangan, ia yakin betul akan membantai habis keturunan Trasmoz, lalu bersegera menuju pengabdi Iblis selanjutnya. Sebagaimana diperintahkan oleh tetua Man. 

Dekat, sungguh dekat. Sosok itu mulai mengayunkan lagi pedangnya. Kali ini pada salah satu tangan yang tampak erat menggenggam tangan milik lelaki di sebelahnya. 

Craang!

Tangan itu putus, jatuh berguling di atas lantai yang dingin. Lagi-lagi para tamu berteriak, diiringi dengan jeritan si empunya tangan. Sementara ksatria itu tersenyum, ia berhasil memutus ikatan sihir.  Namun, Bartoli tak tinggal diam, laki-laki berkumis tipis itu segera bertindak.

"Piko, kau pegang bahu Bec. Cepat!" teriak Bartoli, perempuan yang disuruh dengan secepat kilat meraih bahu si pemilik tangan yang terpotong tadi. Maka, sihir pun mulai bekerja kembali. Mengetahui akal licik Bartoli, ksatria itu pun meradang. Serta merta diayunkannya pedang sepanjang satu meter itu ke arah leher Bartoli, bersamaan pula dengan rapalan mantra yang bunyinya sudah tak beraturan lagi saking cepatnya. 

Blaash!

Asap hitam muncul dari balik cermin. Asap itu mengudara menuju lingkaran yang dibuat oleh para pemanggilnya. Ksatria menyadari itu. Ia bersiap untuk kemungkinan terburuk. Namun, ia ingat, dirinya belum dibekali kepandaian dalam menangani makhluk suruhan Iblis. 

"Sial!" 

Asap itu masih di sana, mengepung lingkaran. Lalu masuk ke tengah-tengah. Bartoli tersenyum. Ia yakin betul usahanya tidak sia-sia. Kali ini, lagi-lagi keturunan Trasmoz akan terselamatkan dari murka Kaum Suci. 

Sosok ksatria menurunkan pedangnya. Ia tampak bersiaga dengan kedatangan asap hitam. 

Asap hitam ke luar lingkaran, bergerak menuju ke arah sosok ksatria. 

Blurb!

Asap hitam itu menjelma sesosok laki-laki nan tampan. Laki-laki itu terlihat tak asing di mata sosok ksatria tadi. Terbukti dari pandangannya yang tak biasa. Seakan ingin menumpahkan segala sesak di dadanya. Namun, jauh di sana, di lubuk hatinya ada dendam berkecamuk, bak api yang melalap isi kepalanya.

"Igle!" teriak sang ksatria. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sungguh tak menyangka, mantan kekasihnya itu kini telah menjelma mata Iblis. Ia terduduk lemas. 

"Bangun! Tak usah meminta dikasihani. Aku akan tetap membunuhmu!" teriak Igle. Entah ucapannya sungguh-sungguh ataukah tidak sama sekali. Sedang sang ksatria, masih belum memutuskan langkah apa yang harus diambilnya.

Hingga kemudian, samar-samar suara Paus terdengar di telinga sang ksatria, lengkap dengan mantra penangkal Iblis. 

Dengan segera ia bangun dan menyerang Igle. Igle tak kalah gesitnya, laki-laki jangkung itu melontarkan tubuhnya ke belakang. Hingga sang ksatria kehilangan sasaran. Dan jatuh tersungkur. Uhh!

Igle mengeringai, mendadak tumbuh dua tanduk di kepalanya. Rupanya dendam di dadanya semakin nyata. Kini ia tak segan-segan menghabisi mantan kekasihnya itu. Membuat Bartoli tersenyum penuh kemenangan, sedang sang ksatria mulai bersiaga. 

Sementara di luar, hujan tak kunjung berhenti. Masih saja betah mencurahkan muatan air. Sedang di dalam, sang ksatria mulai merapal mantra sembari menatap tajam ke dalam pandangan Igle. Cepat-cepat Igle memejamkan matanya. Ia sungguh-sungguh tak ingin terpengaruh. 

"Igle! Tatap mataku, lihat aku! Sadarlah, jangan seperti ini. Kau laki-laki baik, selalu baik." Sang ksatria mendekati Igle dan dengan susah payah menyentuh kedua tangan Igle. Sayang, ia harus menahan panas. Sebab, tubuh Igle mulai memerah, bak bara api. 

Namun, perempuan keturunan orang suci itu tak peduli. Tekadnya bulat. Ia harus menyadarkan laki-laki yang masih sangat ia cintai itu. 

Sementara tubuh Igle kian membara. Sebagian memercikkan api ke sekitarnya, hingga melahap beberapa benda, lalu berkobar-kobar. Sang ksatria mulai pasrah, tapi ia tak menyerah. 

"Mari, bertanding denganku!" teriaknya. Seketika Igle membuka matanya. Laki-laki tersesat itu mengangkat tinggi-tinggi tubuh mungil sang ksatria. Lalu melemparnya jauh-jauh menerjang sebuah pilar.

"Aku Ksatria Iblis!" teriaknya, disertai hilangnya kesadaran sang ksatria perempuan. 

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun