Tangan itu putus, jatuh berguling di atas lantai yang dingin. Lagi-lagi para tamu berteriak, diiringi dengan jeritan si empunya tangan. Sementara ksatria itu tersenyum, ia berhasil memutus ikatan sihir. Â Namun, Bartoli tak tinggal diam, laki-laki berkumis tipis itu segera bertindak.
"Piko, kau pegang bahu Bec. Cepat!" teriak Bartoli, perempuan yang disuruh dengan secepat kilat meraih bahu si pemilik tangan yang terpotong tadi. Maka, sihir pun mulai bekerja kembali. Mengetahui akal licik Bartoli, ksatria itu pun meradang. Serta merta diayunkannya pedang sepanjang satu meter itu ke arah leher Bartoli, bersamaan pula dengan rapalan mantra yang bunyinya sudah tak beraturan lagi saking cepatnya.Â
Blaash!
Asap hitam muncul dari balik cermin. Asap itu mengudara menuju lingkaran yang dibuat oleh para pemanggilnya. Ksatria menyadari itu. Ia bersiap untuk kemungkinan terburuk. Namun, ia ingat, dirinya belum dibekali kepandaian dalam menangani makhluk suruhan Iblis.Â
"Sial!"Â
Asap itu masih di sana, mengepung lingkaran. Lalu masuk ke tengah-tengah. Bartoli tersenyum. Ia yakin betul usahanya tidak sia-sia. Kali ini, lagi-lagi keturunan Trasmoz akan terselamatkan dari murka Kaum Suci.Â
Sosok ksatria menurunkan pedangnya. Ia tampak bersiaga dengan kedatangan asap hitam.Â
Asap hitam ke luar lingkaran, bergerak menuju ke arah sosok ksatria.Â
Blurb!
Asap hitam itu menjelma sesosok laki-laki nan tampan. Laki-laki itu terlihat tak asing di mata sosok ksatria tadi. Terbukti dari pandangannya yang tak biasa. Seakan ingin menumpahkan segala sesak di dadanya. Namun, jauh di sana, di lubuk hatinya ada dendam berkecamuk, bak api yang melalap isi kepalanya.
"Igle!" teriak sang ksatria. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia sungguh tak menyangka, mantan kekasihnya itu kini telah menjelma mata Iblis. Ia terduduk lemas.Â