"Bangun! Tak usah meminta dikasihani. Aku akan tetap membunuhmu!" teriak Igle. Entah ucapannya sungguh-sungguh ataukah tidak sama sekali. Sedang sang ksatria, masih belum memutuskan langkah apa yang harus diambilnya.
Hingga kemudian, samar-samar suara Paus terdengar di telinga sang ksatria, lengkap dengan mantra penangkal Iblis.Â
Dengan segera ia bangun dan menyerang Igle. Igle tak kalah gesitnya, laki-laki jangkung itu melontarkan tubuhnya ke belakang. Hingga sang ksatria kehilangan sasaran. Dan jatuh tersungkur. Uhh!
Igle mengeringai, mendadak tumbuh dua tanduk di kepalanya. Rupanya dendam di dadanya semakin nyata. Kini ia tak segan-segan menghabisi mantan kekasihnya itu. Membuat Bartoli tersenyum penuh kemenangan, sedang sang ksatria mulai bersiaga.Â
Sementara di luar, hujan tak kunjung berhenti. Masih saja betah mencurahkan muatan air. Sedang di dalam, sang ksatria mulai merapal mantra sembari menatap tajam ke dalam pandangan Igle. Cepat-cepat Igle memejamkan matanya. Ia sungguh-sungguh tak ingin terpengaruh.Â
"Igle! Tatap mataku, lihat aku! Sadarlah, jangan seperti ini. Kau laki-laki baik, selalu baik." Sang ksatria mendekati Igle dan dengan susah payah menyentuh kedua tangan Igle. Sayang, ia harus menahan panas. Sebab, tubuh Igle mulai memerah, bak bara api.Â
Namun, perempuan keturunan orang suci itu tak peduli. Tekadnya bulat. Ia harus menyadarkan laki-laki yang masih sangat ia cintai itu.Â
Sementara tubuh Igle kian membara. Sebagian memercikkan api ke sekitarnya, hingga melahap beberapa benda, lalu berkobar-kobar. Sang ksatria mulai pasrah, tapi ia tak menyerah.Â
"Mari, bertanding denganku!" teriaknya. Seketika Igle membuka matanya. Laki-laki tersesat itu mengangkat tinggi-tinggi tubuh mungil sang ksatria. Lalu melemparnya jauh-jauh menerjang sebuah pilar.
"Aku Ksatria Iblis!" teriaknya, disertai hilangnya kesadaran sang ksatria perempuan.Â
Bersambung