Tanpa basa-basi, aku pun segera meloncati pagar. Lalu kuterjang badan Babi Ngepet yang keras itu.
"Hiyaaa! Pergi kau, Babi sialan!" Aku menyerang Babi gempal itu dengan cakar-cakarku yang tajam. Babi itu sedikit menghindar. Matanya menatap nyalang ke kedalaman mataku. Ada kebencian di sana. Namun, aku tak peduli.
"Pergi, kau, Manusia Babi! Atau kau akan jadi babi selamanya?" ancamku.
Babi jadi-jadian itu seketika lemas. Ya, pengaruh kegelapan Iblis telah kunetralkan melalui nyala mataku. Babi itu pun raib tak berbekas. Ahh, semoga saja babi itu belum menggasak harta si Nyonya Pelit.
Lalu malam pun kian hening, kian larut. Ahh, mendadak rasa laparku kumat. Maka berjalanlah aku menuju kegelapan malam. Tentu, sembari berpuisi.
perumahan ini purba
tak kutemui sisa sisa makan malam
orang orang kaya
yang biasanya gemar
memahat mahat kesombongan
pada hamburan makanan