Mereka yang sukses menuai hasil dari progam ini sebagaimana diceritakan dibawah ini.
Fauzan (27) warga GampongLambada, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar. Ketua Kelompok Tani Oisca Lamteuba ini menceritakan kisah suksesnya kepada Kapolri Jendral Polisi Badrodin Haiti saat menghadiri pemusnahan ladang ganja sekitar 21 hektar dari empat titik lokasi di daerah Lamteuba, Aceh Besar, Jumat, 1 April 2016.
Dulu ia bersama 20 temannya pernah menjadi petani ganja. Ketika ganja hendak dipanen, ketahuan oleh aparat keamanan yang kemudian memusnahkannya.
“Kadang kami dibohongi oleh bos,” kata Fauzan tanpa merinci siapa ‘bos’ yang ia maksudkan.
Kini Fauzan dan rekan-rekan seprofesinya dulu, telah beralih profesi menjadi petani palawija, kacang kuning, jagung dan tanaman keras lainnya. Kelompok Tani Oisca Lamteuba yang dipimpin Fauzan mempunyai 15 hektar lahan pertanian. Selainitu, ia juga punya lahan pribadi sekitar dua hektar. http://www.kanalaceh.com/2016/04/02/kisah-mantan-petani-ganja-di-lamteuba/
Fitriadi, 32 tahun, juga warga Aceh Besar dari Seulimeum. Ayah lima anak itu setidaknya bisa menjalani hidup jauh lebih tenang. Ia kini tidak lagi merasa was-was untuk datang ke ladangnya, di kawasan Mandoh, karena sejak Oktober 2007 Fitriadi sudah beralih profesi dari petani ganja menjadi petani durian. Mengapa durian? Konon, daerah ini pernah menjadi primadona produksi buah-buahandi Aceh Utara. Dan buah yang terkenal adalah ‘Durian Lamteuba’. https://acehtravelmagazine.wordpress.com/2016/04/28/ganja-aceh-antara-kemiskinan-pengangguran-dan-kebutuhan-hidup/
Bersama 110 warga dari lima desa dalam Kemukiman Lamteuba, Fitriadi membentuk beberapa kelompok tani. Dia sendiri dipercaya menjadi Ketua Kelompok Tani Ubuek Meuling, yang memiliki anggota 30 orang dengan luas lahan 15 hektare dari total 50-an hektare lahan program khusus ini.
“Kalau dulu, sewaktu menjadi “petani gelap”, kita merasa sangat tidak aman, dan selalu main kucing-kucingan. Tapi sekarang jauh lebih aman dan tenang,” ungkap Fitriadi dengan ekspresi lega.
Fitriadi berujar, dulu mereka sering harus tengah malam ke kebun. Harga jualnya pun murah.
Samsul Bahri dan Abdul Wahab, anggota kelompok tani yang dipimpin Fitriadi mengamini penuturan Fitriadi.
“Sekarang lebih aman dan nyaman, siang kita ke kebun, malam bisa istirahatdi rumah bersama keluarga,” timpal Samsul Bahri (30 tahun).