Mohon tunggu...
Hany Safitri
Hany Safitri Mohon Tunggu... Penulis - Guru SD

Sesuatu bernilai ketika kita menyadari artinya~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Corona, Jiwa Merana?

29 Maret 2020   07:18 Diperbarui: 29 Maret 2020   07:12 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Corona, Jiwa Merana?

Oleh: Hany Safitri

Dewasa ini, dunia dihebohkan dengan virus Corona  yang diyakini berasal dari kota Wuhan di China. Virus yang tergolong sangat mematikan ini telah membunuh ribuan orang dalam kurun waktu yang singkat. Seperti cuplikan drama Korea yang berjudul 'Terius Behind Me' yang diproduksi tahun 2018, terdapat adegan seorang pasien yang terinfeksi virus Corona menciptakan kekhawatiran besar bagi orang-orang di sekitarnya. Begitu pun saat ini, masyarakat di seluruh dunia seakan dihantui bayang-bayang dari virus Corona. 

Beberapa pemimpin negara bahkan memberlakukan lockdown pada negaranya, guna memblokade seluruh kegiatan yang berhubungan dengan negara luar terutama China. Di Indonesia sendiri hari ini 27 Maret 2020, dilaporkan telah terdapat 1046 orang positif terinfeksi, 87 orang meninggal dunia  dan 46 orang sembuh. Jumlah ini tergolong jumlah yang sangat mengkhawatirkan, mengingat baru dua minggu virus tersebut muncul di Indonesia. 

Larangan-larangan dari Pemerintah Indonesia mulai diberlakukan, dimulai dari larangan untuk berkumpul di keramaian hingga jaga jarak antara orang yang antre di tempat-tempat umum. Larangan-larangan tersebut tak ayal mempengaruhi seluruh elemen masyarakat dari faktor ekonomi, sosial dan pendidikan. 

Dalam faktor ekonomi, larangan tersebut tentu sangat merugikan karena sangat mempengaruhi pendapatan dari sebuah bisnis yang menawarkan jasa. Dalam faktor sosial, masyarakat mempunyai ciri yang autentik, yaitu kedinamisan dalam perubahan tatanan sosialnya saat mendapat stimulus tertentu. Jelas, virus Corona(baca: stimulus) telah merubah tatanan masyarakat itu. Kondisi perubahan yang bersifat interpenden berjalan lurus dengan disfungsi sosial. Disfungsi sosial berdampak memunculkan prasangka hingga diskriminasi pada kalangan masyarakat. 

Hal ini dapat dilihat dari berbagai pemberitaan di media tentang reaksi masyarakat saat ada orang yang terinfeksi virus Corona. Misalnya, banyak masyarakat yang mulai membatasi kontak sosialnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, transportasi daring, hingga menghindari interaksi pada tempat-tempat umum karena khawatir tertular virus Corona.  Berawal dari prasangka, akhirnya dapat memunculkan sikap diskriminasi. 

Dapat dicontohkan dengan individu A yang berada di tempat umum tiba-tiba bersin dan seketika orang-orang yang berada di sekitarnya menjauhi individu A tersebut yang dicurigai terinfeksi virus, padahal individu A tersebut hanya mengalami flu biasa. Sikap diskriminasi lainnya, yaitu masyarakat tidak mau menolong seseorang secara kontak fisik dikarenakan perasaan was-was akan tertular virus Corona. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi sosial membuat seseorang maupun kelompok tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya sesuai dengan status sosialnya. 

Dalam faktor pendidikan, merebaknya virus Corona sangat merugikan peserta didik karena tempat mereka mencari ilmu, seperti sekolah dan universitas mulai diberhentikan sementara aktivitas pendidikannya. Salah satu kampus di Indonesia, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember yang menunda waktu masuk kuliah sebagai antisipasi pencegahan penyebaran virus Corona. 

Dampak yang paling dikhawatirkan yaitu dampak jangka panjang yang akan dirasakan oleh peserta didik, yaitu keterlambatan dalam proses pendidikan yang dijalaninya. Pada kampus penulis saja IAIN Jember, kegiatan perkuliahan  yang awalnya tatap muka berubah menjadi perkuliahan daring dengan media aplikasi googleclassroom, zoom, e-learning.  

Tentunya hal ini dapat menciptakan masalah-masalah baru karena kebanyakan pengampu mata kuliah tidak memberikan perkuliahan secara daring, tetapi terkesan hanya sebagai sarana pemberian tugas lewat media aplikasi daring tersebut. 

Jika kebanyakan pengampu mata kuliah memberikan tugas-tugas dalam menanggulangi kegiatan perkuliahan, dikhawatirkan mahasiswa terganggu masalah psikisnya dikarenakan banyak tekanan dan deadline yang ditugaskan. Tekanan di sini dapat dicontohkan dengan adanya beberapa mahasiswa yang gagap teknologi, sedangkan kegiatan perkuliahan saat ini menggunakan media aplikasi daring sehingga dapat menambah beban psikis mahasiswa tersebut. 

Juga munculnya pemikiran takut tertinggal materi perkuliahan, takut akan dosen pengampu mengurangi nilai karena orientasi kegiatan perkuliahan yang buruk dan perasaan malu bertanya kepada mahasiswa lain tentang tata cara perkuliahan daring, sedangkan label 'mahasiswa' dituntut seakan bisa mengatasi segala permasalahan secara mandiri. 

Seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud dalam teori psikoanalisisnya,  bahwa ketegangan psikis yang bersumber dari rasa cemas (anxiecity) dan rasa terancam yang berlebihan dapat mempengaruhi cara berperilaku dan bersikap seseorang. 

Maka dari itu, dengan adanya pandemi virus Corona(COVID-19) ini diharapkan seluruh masyarakat tetap berpikir positif, optimis dan bijak dalam menanggapinya agar terhindar atau pun terinfeksi virus ini. Berpikir positif dengan mematuhi pemerintah tanpa menanyakan hal negatif sedikit pun tentang larangan-larangan yang berlaku untuk membatasi penyebaran virus Corona yang tentunya larangan tersebut untuk kebaikan bersama. 

Bersikap optimis bahwa pandemi Corona dapat segera ditanggulangi. Bertindak bijak dalam menanggapi isu dengan tidak menyebarkan berita yang belum terbukti kebenarannya dan bagi pendidik memikirkan beban tugas yang akan diberikan kepada peserta didik sesuai proporsionalnya agar tidak membebani psikis para peserta didik. 

29/03/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun