Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Srikandi Minang: Rahmah El-Yunusiyah, Roehana Koeddoes, dan Rasuna Said

13 Desember 2019   16:55 Diperbarui: 13 Desember 2019   17:00 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Informasi yang diwariskan turun-temurun tersebut berupa adat-istiadat masa lampau. Praktis kaum wanita pada  era itu terisolasi dari beragam informasi yang bersliweran di dunia ini.

Jumlah wartawan perempuan pun terbatas. Kira-kita kurang dari 10 orang. Salah-satunya adalah Roehana Koeddoes, seorang perempuan asal Nagari Koto Gadang, Sumatera Barat. Roehana adalah wartawati pertama Indonesia.

Sejak kecil ia dididik ayahnya, Mochammad Rasjad Maharadja Soetan, seorang hoofd jaksa (jaksa kepala)  untuk pandai membaca, menulis, dan berhitung. Keluarga Roehana banyak berlangganan majalah dan koran serta buku. Keluarga tersebut melek literasi.

Namun demikian, Roehana Koeddoes tidak bisa bersekolah formal karena sekolah formal yang ada tidak menerima kaum perempuan. Ia hanya dididik oleh kedua orang-tuanya. Sejak usia 5 tahun, Roehana telah mengenal aksara latin, Arab, dan Arab-Melayu. Pada usia 8 tahun, ia telah menjadi guru bagi teman-temannya.

Sedari kecil, Roehana ingin memajukan kaum perempuan di daerahnya. Adat-istiadat yang kolot dan pemahaman agama yang sempit amat kuat pada waktu itu.  Roehana sangat prihatin kepada anak-anak perempuan yang tidak bersekolah dan berketerampilan.

Lalu terpikir olehnya untuk mendirikan sekolah khusus anak-anak perempuan. Dengan didukung  masyaraka sekitar, berdirilah Sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang. Sekolah ini bertujuan untuk: (1)  mengajarkan anak-anak perempuan untuk membaca huruf latin dan Arab, (2) mengajarkan keterampilan dalam membuat kerajinan, (3) membekali anak-anak perempuan dengan agama dan akhlak, (4) kepandaian mengurus rumah tangga, dan (5) mengetahui pengetahuan umum.

Namun langkah Roehana tidak sampai di situ. Ia berkorespondensi dengan Sutan Maharadja, pemimpin redaksi surat-kabar Oetoesan Melayoe. Harian ini punya peran yang besar dalam kebangkitan bangsa Melayu.

Pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe, Soetan Maharadja adalalah seorang yang berpikir progresif. Ia menyediakan satu rubrik khusus untuk kaum perempuan. Dalam suratnya, Roehana mengatakan ia ingin membuat surat kabar khusus kaum perempuan. Ia ingin Soetan Maharadja membantunya.

Terkesan atas pemikiran dan aktivitas Roehana, ia pun menemui Roehana di Koto Gadang. Soetan Maharadja setuju dengan gagasan Roehana. Dengan dibantu oleh anak Soetan Maharadja, Zubaidah Ratna Juita, pada 12 Juli 1912, surat kabar Soenting Melajoe, terbit untuk pertama kalinya. Soenting artinya adalah perempuan.

Sambutan masyarakat cukup positif. Kehadiran Soenting Melajoe menandai satu babak penting dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Surat kabar ini berpengaruh besar bagi peningkatan dan akselerasi gerakan perempuan Indonesia.

Melalui surat-kabar ini, gagasan kemajuan perempuan beredar luas di masyarakat dan dapat diakses oleh siapa saja. Surat kabar ini turut menyuburkan pemikiran kemajuan perempuan tidak hanya di Tanah Melayu tetapi juga di Pulau Jawa. Soenting Melajoe terbit mingguan selama sembilan tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun