Mohon tunggu...
Hanum Ainun Nafisah
Hanum Ainun Nafisah Mohon Tunggu... Lainnya - Sebagai mahasiswa

Suka membaca beritaa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lawan!! Gerakan Intoleransi

4 Januari 2023   13:03 Diperbarui: 5 Januari 2023   14:00 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara yang beragam termasuk budaya, agama, adat istiadat, ras dan kebangsaan. Hal ini sering menimbulkan konflik di antara masyarakat Indonesia, salah satunya adalah intoleransi Diskriminasi atau intoleransi adalah perlakuan tidak adil dan tidak setara yang membedakan individu atau kelompok individu tertentu berdasarkan hal-hal, biasanya berdasarkan kategori atau atribut khusus seperti ras, etnis, kebangsaan, agama atau keanggotaan dalam kelas sosial. Atau suatu sikap atau perasaan tidak peduli terhadap keberadaan orang lain, dimana seseorang hanya mementingkan budaya, agama, ras, dan sukunya sendiri, yang pada akhirnya berujung pada saling menghina atau merendahkan orang lain karena berbeda pikiran.

Intoleransi ini bertentangan dengan semboyan bangsa kita, “Bhinneka Tunggal Ika”, yang menegaskan bahwa meskipun kita berbeda-beda, bangsa Indonesia harus saling menghargai

Hal semacam ini harus ditindak lanjuti secepatnya. Lawan intoleransi, serang dan musnahkan benih-benih intoleransi. Tapi itu harus dengan cara yang baik untuk menjadi lebih baik. Orang yang melakukan perilaku seperti ini mungkin karena kurangnya pengetahuan mereka tentang hukum dan norma yang ada di Indonesia. Maka sebaiknya pemahaman atau sosialisasi tentang hal semacam ini diberikan kepada hukum dan norma yang berlaku bagi kita di Indonesia.

Sikap Intoleransi seperti itu harus diberantas dari masyarakat, karena bila tidak dilakukan akan melanggengkan konflik dalam masyarakat dan berujung pada disintegrasi atau perpecahan suatu bangsa. Tentunya sebagai warga negara Indonesia kita tidak menginginkan disintegrasi atau perpecahan, dan tentunya kita ingin negara Indonesia mentolerir banyaknya perbedaan dan keragaman yang ada di Indonesia. 

Pancasila sebagai dasar negara kita, sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa", sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab", sila ketiga "persatuan Indonesia", sila keempat "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sila yang kelima yaitu "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Bunyi sila-sila di dalam Pancasila semua sudah dijelaskan secara rinci di dalam Undang Undang, karena Udang-Undang merupakan penjelasan dari Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa suatu bangsa tidak dapat dibandingkan dengan bangsa lain karena kita memiliki keunikan, keistimewaan, dan landasan hukum yang tidak terdapat dalam hukum bangsa lain, begitu pula sebaliknya.

Padahal, keragaman ini bisa membuat negara ini tumbuh dan berkembang jika masyarakatnya menerapkan sikap toleransi. Juga menerapkan semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda kita tetap satu, prinsip ini harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Intoleransi
Intoleransi

Adapun hal-hal yang harus dilakukan agar bisa melawan tindakan intoleransi di Indonesia antara lain:

  • Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain, yang artinya kita tidak boleh melakukan tindakan intimidasi (ancaman), pemaksaan, dan provokasi terhadap orang-orang lain baik dari segi agama dan budaya. Negara Indonesia sudah memberi kebebasan terhadap warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, hal ini sudah ditetapkan dalam Pancasila sila pertama dan dalam UUD NRI 1945 pasal 29 ayat (1) dan (2).
  • Jagalah lingkungan sekitar. Karena kita adalah makhluk sosial, tentu saja kita perlu berinteraksi dengan orang lain untuk bertahan hidup. Meskipun keyakinan, ras, dan budaya kita berbeda, kita tetap perlu saling mendukung dan menghormati serta menghargai orang-orang di sekitar kita. Menjadi mandiri tidak membuat kita menjadi orang yang bisa menangani apapun karena pada hakikatnya kita akan tetap membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, kita harus mempraktekkan toleransi dalam kehidupan kita sehari-hari.
  • Tidak mempedulikan ras sendiri, artinya kita harus berpikir bahwa kita semua sama dan kita bekerja untuk tujuan yang sama untuk memajukan negara ini dan memastikan rakyat Indonesia hidup sejahtera.
  • Menghindari etnosentrisme, yaitu menekankan atau menganggap bahwa satu suku, agama, ras, budaya, atau kelompok lebih unggul dari yang lain dalam kategori-kategori tersebut.
  • Tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan norma untuk mencapai tujuan, termasuk menolak melakukan kegiatan seperti terorisme atau radikalisme, serta kegiatan yang mendorong kejahatan dan perilaku anarkis lainnya. Jika dipastikan masih ada yang melakukan kejahatan tersebut, tindakan tegas akan diambil untuk memerangi intoleransi dan mencegahnya terjadi di Indonesia.
  • Hindari berfokus pada kepentingan sendiri dengan mengorbankan kesejahteraan orang lain, ini sama dengan individualisme. Kita harus bekerja sama satu sama lain terlepas dari perbedaan kita karena hal itu menunjukkan toleransi.

Upaya perlawanan/pencegahan Intoleran dalam beragama :

  • Terciptanya ideologi Islam moderat yang dapat mendukung terciptanya demokrasi.
  • Multikulturalisme dan toleransi umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia.
  • Membangun masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai toleransi untuk mewujudkan negara yang berakhlak mulia, sejahtera, dan damai. Kejahatan terorisme membunuh banyak orang tak bersalah. Apa yang dilakukan beberapa orang ini biasanya atas nama agama.

Sebagai masyarakat multikultural, hal ini dapat menimbulkan intoleransi. sehingga pemahaman bahwa orang lain beribadah menurut keyakinannya merupakan kebiasaan mencegah intoleransi. dan tidak hanya itu, penyebab ketidak sabaran lainnya adalah adanya pro dan kontra dalam percakapan, sehingga menunjukkan penghargaan kepada lawan bicara itu penting. dan ingatlah untuk mengkritik orang lain dengan cara yang masuk akal dan tidak menghakimi. 

Isu intoleransi muncul dalam relasi sosial mulai dari agama, kasta dan suku hingga wilayah atau negara manapun, isu seperti ini seringkali membuat hubungan antara manusia dengan masyarakat ingin menciptakan kondisi perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam hubungan antar manusia.

Karena sikap egosentris atau fanatisme dalam suatu kelompok bersumber dari diri sendiri, pencegahan dan penentangan terhadap intoleransi harus dimulai dari individu. Alasannya benar-benar pribadi, meskipun sulit untuk mengontrol intoleransi setiap orang. Demi mewujudkan bangsa dan negara yang maju, aman, damai, dan sejahtera, tanamkan toleransi sejak dini, kurangi ego, jangan memaksakan kehendak pada orang lain, kurangi rasa fanatisme dalam suatu kubu atau kelompok, dan jangan menganggap kelompok etnis mereka sendiri lebih besar dan lebih baik. 

Dalam konteks masyarakat, intoleransi dapat dicegah dan diberantas melalui kegiatan yang tidak mengandung unsur agama. Toleransi menghormati hak dasar orang lain dan universalitas hak asasi manusia. Eksistensi keberagaman di setiap penjuru bangsa hanya bisa dijamin dengan toleransi. Bagi individu, kelompok, dan bangsa, toleransi bukan hanya tuntutan moral tetapi juga tuntutan politik dan hukum. Pasal 28E ayat 1 dan 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agamanya, serta memilih jenjang pendidikan dan kewarganegaraannya”, serta “setiap orang bebas meyakini kepercayaan dan kepercayaannya mengungkapkan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.”

Dapat dikatakan bahwa intoleransi yang ada di Indonesia bukanlah hasil dari dorongan internal atau eksternal tunggal. Perkembangan karakter setiap orang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pengalaman pribadi, pendidikan, lingkungan, dan lainnya. Berbagai elemen, seperti sosial, politik, dan ekonomi, dapat berdampak pada benih tumbuhnya pelanggaran kebebasan beragama serta intoleransi, yang kemudian memicu ujaran kebencian antar individu dan kelompok tertentu.

Solusi/cara melawan Gerakan Intolerasi yaitu sebagai berikut :

Definisi ini didasarkan pada asumsi bahwa intoleransi merupakan ancaman bagi demokrasi. Titik awal untuk memerangi intoleransi agama adalah kebijakan "tanpa toleransi" terhadap kekerasan apa pun, sekecil apa pun. Ini adalah langkah minimal. Setiap tindakan intimidasi, ancaman, perusakan, pembakaran atau kejahatan serupa yang dilakukan atas nama agama pantas mendapatkan hukuman maksimal. Contoh yang bisa diperhatikan lebih lanjut adalah strategi "broken window" yang diterapkan kepolisian New York dalam upaya menekan angka kriminalitas di sana. Menurut teori ini, jika kejahatan yang relatif kecil dapat dicegah, kejahatan yang lebih serius dapat ditangani dengan kekerasan. 

Jika untuk kepentingan mempromosikan toleransi dan mengurangi kejahatan main hakim sendiri, dalam hal ini terhadap kelompok minoritas, jaksa dan hakim ingin menjatuhkan hukuman maksimum, bukan minimum, kepada para penjahat, maka efeknya dapat dilihat.

Apakah Pancasila bisa menjadi solusi? Seperti yang dikatakan pemerintah dengan antusias sekarang. Seolah-olah pemerintah saat ini berpikir bahwa semakin banyak Pancasila dibaca, semakin banyak prinsip yang ditanamkan dalam otak dan perilaku. Ada beberapa masalah dengan ide ini. 

Pertama, Pancasila “berhasil” di era Orde Baru. Seseorang hanya perlu melihat kembali bagaimana ras Tionghoa diperlakukan untuk memahami bahwa toleransi pada saat itu adalah pilihan. Di Indonesia pada akhir tahun 2013 merupakan tempat yang sangat berbeda dengan Indonesia Orde Baru. Kita harus menemukan cara baru untuk mengajarkan toleransi di negara yang indah dan bebas, tanpa mengorbankan hak politik dan sipil yang penting. Jika kita mencari solusi yang mungkin untuk masalah ini, selain kurangnya toleransi terhadap kekerasan, peran pemimpin harus dipertimbangkan dengan cermat. Ini harus mencakup komitmen untuk bekerja sama dengan polisi, jaksa, dan hakim untuk melakukan penuntutan penuh atas kejahatan rasial, dengan menggunakan KUHP yang ada. Ini juga harus mencakup program untuk meninjau dan mengevaluasi program pelatihan guru agama dari semua agama untuk memastikan bahwa pendidikan agama tidak menjadi alat untuk mengajarkan intoleransi. 

Dan terakhir, juga mencakup komitmen untuk memastikan bahwa semua yang diangkat di Kabinet memiliki komitmen yang jelas terhadap toleransi, khususnya di Kementerian Agama.

Mari kita saling menghormati sebagai warga negara dengan tingkat toleransi yang tinggi. Burung Garuda yang merepresentasikan bahwa kebhinekaan adalah ciri bangsa Indonesia dan tidak menjadikan Indonesia lemah, memegang teguh ungkapan "Bhinneka Tunggal Ika". Inilah keistimewaan negara Indonesia.  Kebhinekaan tidak membuat Indonesia lemah justru sebaliknya, keragaman inilah yang membuat negara kita dikagumi oleh seluruh dunia. Namun, keragaman ini sering menimbulkan intoleransi, konflik, dan pemisahan atau disintegrasi. Pola pikir seperti ini akan menimbulkan banyak dampak yang merugikan bagi Indonesia, dan perlu dihentikan sekarang juga karena dianggap sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei, pusat studi, dan universitas, intoleransi semakin merajalela dalam budaya Indonesia. Definisi intoleransi adalah penolakan untuk menerima perbedaan individu lain, kelompok lain, atau komunitas lain. Akibatnya, mereka menganggap segala sesuatu yang berbeda dari mereka sebagai sesuatu yang salah atau ilegal dan perlu dilawan, diperangi, atau dihancurkan. Contoh-contoh intoleransi di Indonesia termasuk penolakan beberapa kegiatan keagamaan orang, tantangan untuk mendapatkan izin rumah ibadah, tuduhan tergesa-gesa dari mereka yang tidak seagama.. Selain itu, terdapat peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang memiliki kecenderungan untuk mendelegitimasi individu tertentu, seperti dengan membawa politik identitas ke dalam arena politik untuk alasan egois atau untuk kepentingan elit politik tertentu yang terlibat dalam kontestasi politik.

 DKI Jakarta tercatat sebagai salah satu dari tiga kota paling intoleran dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Setara Institute pada 2018. Membandingkan DKI Jakarta dengan 94 kota lain di Indonesia, mendapat peringkat buruk. Peraturan Pemerintah Kota, Tindakan Pemerintah, Peraturan Sosial, dan Demografi Keagamaan adalah empat faktor yang diukur. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan kebijakan diskriminatif merupakan bagian dari variabel pertama.

Menurut survei LIPI, intoleransi politik di Indonesia semakin parah pada 2019. Hal itu berdasarkan survei terhadap 1.800 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan LIPI pada 4 Desember 2019. Kami hanya akan memilih tokoh agama, menurut 57,88 persen dari mereka. disurvei. Dimulai dari tingkat RT dan naik ke tingkat Presiden dan Wakil Presiden. Jadi, disimulasikan dengan kerja atau tidak, disimulasikan oleh agama. Penentu utama dan motivasi untuk memilih seorang pemimpin ditemukan dalam agama. Konsekuensi dari hal ini sangat besar, karena dapat mencegah seseorang mengadopsi agama baru jika orang secara eksklusif memilih pemimpin berdasarkan agamanya. 

Pada tahun 2019, Indonesia sesekali melihat peningkatan radikalisasi dan intoleransi. Persentase intoleransi di Indonesia meningkat dari 46% menjadi 54%. Selain itu, ada subkelompok masyarakat yang lebih mungkin terkena dampak gerakan radikal. Orang-orang ini, yang berjumlah 11,4 juta atau 7,1% dari populasi, mampu berpartisipasi dalam gerakan radikal jika diberi kesempatan atau diundang untuk melakukannya. Selain itu, 600.000 orang Indonesia, atau 0,4%, telah terlibat dalam perilaku radikal.

Menurut studi LSI, setidaknya 59,1% responden Muslim tidak setuju adanya partai politik, kelompok, atau individu lain dalam posisi kepemimpinan. Sedangkan 31,3 persen percaya bahwa memiliki non-Muslim dalam kepemimpinan tidak akan menjadi masalah. Yang lain tidak menanggapi atau tidak yakin. Sebagian besar warga muslim yang intoleran terhadap pemeluk agama lain terpilih menduduki jabatan pimpinan di tingkat lokal atau kota (Bupati atau Walikota), provinsi (Gubernur), atau pusat (Presiden) (Presiden dan Wakil Presiden). 

Namun masih banyak penentangan terhadap pembangunan gedung ibadah non muslim. Hingga 53% umat Islam menentang pemeluk agama lain membangun tempat ibadah. Hanya 36,8% responden yang menyatakan tidak keberatan. Sejak tahun 2010, intoleransi agama dan budaya secara umum mengalami penurunan, namun ini terhenti pada tahun 2017. Setelah tahun 2017, terjadi peningkatan intoleransi agama dan budaya, khususnya terkait pembangunan tempat ibadah.

Maraknya perilaku anti sosial dan intoleransi di Indonesia sebenarnya sangat memprihatinkan kebhinekaan negara yang dikemas dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dan dalam bangunan besar bernama NKRI yang telah menjelma menjadi sebuah bangsa. pembangunan negara sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. 

Dalam masyarakat, terorisme berawal dari sikap dan perilaku intoleran yang akhirnya muncul sebagai serangan teroris. Tindakan teroris sangat berbahaya bagi kemanusiaan karena bertentangan dengan prinsip keadaban, pluralisme, multikulturalisme, dan inklusivitas.

Untuk memerangi terorisme, penting untuk mengidentifikasi akar terorisme yang mengarah pada intoleransi dan radikalisme. Teroris yang melakukan aksi terorisme memiliki ideologi irasional yang tidak menerima keberagaman, anti keberagaman. Seorang tokoh yang tidak ingin berbeda, menganggap dirinya paling benar, menganggap hanya agamanya yang paling baik, bahkan menganggap dirinya berhak atas kebenaran, sehingga menyingkirkan yang lain, mengambil kepercayaan orang lain sebagai buruk, memaksanya. akan membuat orang lain memiliki keyakinan yang sama dengannya. itu sendiri, merupakan manifestasi dari ketidak sabaran, yang akan mengarah pada perilaku buruk. 

Radikalisme diekspresikan dalam perusakan, fitnah, ketidak percayaan dan pembakaran institusi, benda, manusia dan sumber daya yang dianggap berbeda dan bertentangan dengan keyakinannya.

Intoleransi, radikalisme, dan aksi terorisme tidak dapat dipisahkan. Berkurangnya perilaku ekstremis penting untuk dapat menghapuskan aksi terorisme. Satu-satunya cara untuk menghentikan aktivitas radikal adalah memberantas intoleransi dari masyarakat. Untuk membubarkan dan memberantas intoleransi. 

Sikap toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan kebhinekaan yang terangkum dalam konsepsi Pancasila harus dibudayakan pada seluruh lapisan masyarakat. Toleransi terhadap keragaman harus ditanamkan sejak dini dalam masyarakat Indonesia, terutama di sekolah-sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA.

Untuk memastikan bahwa setiap orang Indonesia mengenal keragaman, heterogenitas, dan keragaman dalam pola berpikir, bersikap, dan bertindak yang terbuka, dan modern, sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila, orang tua harus melakukan pendidikan keluarga yang ketat mulai dari balita. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa Pancasila sering diabaikan dalam budaya kontemporer, terutama di era globalisasi dan revolusi industri.

Hal tersebut berdampak negatif terhadap pola pikir dan cara hidup generasi muda, khususnya generasi milenial yang seluruhnya terdiri dari konsumerisme, hedonis, individualis, dan liberal. Hal ini dikarenakan masifnya perkembangan media sosial dan dunia maya telah memungkinkan setiap manusia untuk mendapatkan akses informasi secara cepat melalui gadget pribadi. Selain itu, akibat penyebaran informasi di media sosial yang tidak selalu faktual bahkan sering hoaks atau berita bohong, muncul perilaku anarkis, radikal, dan fanatik tertentu. Generasi muda Indonesia, khususnya, seringkali menolak Pancasila sebagai ideologi resmi negara dan menggantinya dengan ideologi yang bertentangan dengannya.

Pasalnya, kelompok ekstrimis terus meningkat dan menyebarluaskan provokasi dan pernyataan kebencian di negara kita, yang bisa berujung pada sebuah isu. Setiap manusia membawa benih-benih intoleransi di dalam dirinya, sehingga kita harus mampu memberantas mentalitas ini dan berhenti menjunjungnya secara konsisten. Sebaliknya, kita harus memupuk sikap toleransi, meningkatkannya, dan menularkannya kepada setiap manusia. Apapun etnisnya, kelompok besar dan kecil harus selalu bisa hidup berdampingan dengan berbagai agama yang ada di nusantara tanpa membeda-bedakan atau mempersoalkan. Muslim dan non-Muslim, Jawa dan non-Jawa, dan penutur bahasa masing-masing harus bisa hidup berdampingan dengan damai di negara kita.

Sebaliknya, jika intoleransi ini dibiarkan semakin meluas di negara kita, dapat membahayakan stabilitasnya. Oleh karena itu, kita saling menghormati sebagai penerus bangsa demi menjamin masa depan bangsa Indonesia yang harmonis, sejahtera, dan damai. Sebagai pewaris bangsa, sering kali kita perlu bercermin diri satu sama lain agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, diperlukan pemahaman yang menyeluruh dan strategi yang disiplin, sistematis, dan komprehensif untuk menghentikan intoleransi ini.Hal ini disebabkan oleh beberapa variabel latar belakang, seperti perkembangan sikap. Pertama, pemahaman agama, dan adanya individu-individu intoleran yang dipandang masyarakat dangkal, radikal, dan kurang mendalam. Kedua, penggunaan agama hanya untuk tujuan politik menambah nuansa politik seputar pilkada. Ketiga, minimnya literasi dan pengetahuan di kalangan milenial di Indonesia akibat dari sistem pendidikan yang hanya memberikan ilmu tanpa mempelajari atau memperdalamnya. Keempat, keragaman diakui tetapi tidak diajarkan bersamaan dengan keahlian dunia nyata. Kelima, kurangnya rasa cinta tanah air, kurangnya kebanggaan terhadap keberagaman, dan kurangnya rasa nasionalisme.

 Jika kelima masalah ini tidak segera ditangani secara tegas dan tegas, maka dianggap berpotensi sangat merugikan. Selain merusak prinsip-prinsip keagamaan dan kerukunan antarumat beragama, juga mengancam keutuhan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karena itu, intoleransi tidak bisa dihilangkan sama sekali. Kedamaian bangsa dapat terancam di banyak negara di mana kelas penguasa sering memberikan contoh perilaku negatif, dan jika sikap ini dibiarkan terus berlanjut di kalangan warga negara Indonesia. Namun pada saat yang sama, ketidaksabaran dan konflik sosial tidak selalu berubah menjadi konflik terbuka jika kita tahu cara mengelola dan meredamnya dengan baik. Seperti yang ditunjukkan oleh Coward (1999), pengungkapan kebenaran dan klaim keamanan terkait dengan doktrin agama yang sempit dengan cepat dan mudah jatuh ke dalam ideologi yang dalam banyak kasus mendukung tumbuhnya fanatisme, intoleransi dan masyarakat anti budaya.

Counter culture adalah cita-cita baru yang memandang penerimaan terhadap perbedaan dan bahkan keinginan untuk menghargainya sebagai hal yang penting untuk mendorong kohesi sosial dan kesehatan bangsa dan negara. Sebagai salah satu negara dengan populasi agama terbesar, jelas tidak diperlukan perubahan institusional untuk mengatasi masalah sosial dengan agama seperti intoleransi dan terorisme; namun, untuk mengubah agama secara spiritual, seseorang tidak boleh melepaskan praktik atau kepercayaan yang ada. Namun, kita harus memperkuat moralitas dan sikap toleran kita terhadap negara lain karena pada intinya toleransi mengajarkan kita untuk saling menghormati dan membantu kita menyelesaikan konflik agama. 

Ir.Soekarno menyebutkan, sifat asli bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara dicontohkan oleh cita-cita etika keagamaan yang bersifat persaudaraan, yang menandakan toleransi dan menumbuhkan semangat gotong royong antar masyarakat.

Maka yang dapat kita lakukan adalah: Pertama, dalam menyelesaikan persoalan intoleran di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pemerintah harus melakukan pemahaman atau pendidikan tentang hukum yang seadil-adilnya di negeri ini.

Dalam intoleransi, orang tersebut percaya bahwa dia selalu benar dan orang lain selalu salah. Dalam situasi ini, intoleransi pada masyarakat selalu cenderung menimbulkan diskriminasi atau perilaku ekstrem lainnya. Juga sangat jauh dari kesetaraan adalah intoleransi. Terlepas dari kenyataan bahwa menyadari kesetaraan relatif mereka. karena Tuhan Yang Maha Esa menciptakan setiap manusia secara setara.

Karena Tuhan menjadikan setiap individu manusia unik dari yang lain, wajar jika kita sebagai masyarakat harus saling mengenal. Karena kita diperlakukan sama di semua elemen masyarakat kita, orang perlu didorong untuk saling mengenal. Hal ini terutama berlaku di negara kesatuan Republik Indonesia kontemporer, di mana orang harus berasal dari berbagai latar belakang suku, agama, bahasa, dan budaya.

Seluruh komponen bangsa, khususnya generasi muda yang akan memajukan negara melalui penyelenggaraan pendidikan yang berjenjang, wajib diajarkan, dipahami, dikenal, dihayati, dijiwai, dan dihayati nilai-nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai konsensus, dan nilai keadilan. SD, SMP, dan SMA. Pemerintah harus mengutamakan prakarsa-prakarsa yang mengedepankan sila-sila Pancasila agar meresap dan merasuk ke seluruh penjuru tanah air. Sekelompok orang yang bertindak intoleran, radikal, dan melakukan aksi terorisme harus mampu dilawan dengan nilai-nilai Pancasila berupa penangkal, penindakan, dan pemulihan.

Nama                         : Hanum Ainun Nafisah

Nim                            : 221420000599

Dosen pembimbing: Dr. Wahidullah, S.H.I., M.H. 

prodi                          : Perbankan Syari'ah

Universitas              : Universitas Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun