Mohon tunggu...
Hanum Ainun Nafisah
Hanum Ainun Nafisah Mohon Tunggu... Lainnya - Sebagai mahasiswa

Suka membaca beritaa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lawan!! Gerakan Intoleransi

4 Januari 2023   13:03 Diperbarui: 5 Januari 2023   14:00 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sikap toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan kebhinekaan yang terangkum dalam konsepsi Pancasila harus dibudayakan pada seluruh lapisan masyarakat. Toleransi terhadap keragaman harus ditanamkan sejak dini dalam masyarakat Indonesia, terutama di sekolah-sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA.

Untuk memastikan bahwa setiap orang Indonesia mengenal keragaman, heterogenitas, dan keragaman dalam pola berpikir, bersikap, dan bertindak yang terbuka, dan modern, sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila, orang tua harus melakukan pendidikan keluarga yang ketat mulai dari balita. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa Pancasila sering diabaikan dalam budaya kontemporer, terutama di era globalisasi dan revolusi industri.

Hal tersebut berdampak negatif terhadap pola pikir dan cara hidup generasi muda, khususnya generasi milenial yang seluruhnya terdiri dari konsumerisme, hedonis, individualis, dan liberal. Hal ini dikarenakan masifnya perkembangan media sosial dan dunia maya telah memungkinkan setiap manusia untuk mendapatkan akses informasi secara cepat melalui gadget pribadi. Selain itu, akibat penyebaran informasi di media sosial yang tidak selalu faktual bahkan sering hoaks atau berita bohong, muncul perilaku anarkis, radikal, dan fanatik tertentu. Generasi muda Indonesia, khususnya, seringkali menolak Pancasila sebagai ideologi resmi negara dan menggantinya dengan ideologi yang bertentangan dengannya.

Pasalnya, kelompok ekstrimis terus meningkat dan menyebarluaskan provokasi dan pernyataan kebencian di negara kita, yang bisa berujung pada sebuah isu. Setiap manusia membawa benih-benih intoleransi di dalam dirinya, sehingga kita harus mampu memberantas mentalitas ini dan berhenti menjunjungnya secara konsisten. Sebaliknya, kita harus memupuk sikap toleransi, meningkatkannya, dan menularkannya kepada setiap manusia. Apapun etnisnya, kelompok besar dan kecil harus selalu bisa hidup berdampingan dengan berbagai agama yang ada di nusantara tanpa membeda-bedakan atau mempersoalkan. Muslim dan non-Muslim, Jawa dan non-Jawa, dan penutur bahasa masing-masing harus bisa hidup berdampingan dengan damai di negara kita.

Sebaliknya, jika intoleransi ini dibiarkan semakin meluas di negara kita, dapat membahayakan stabilitasnya. Oleh karena itu, kita saling menghormati sebagai penerus bangsa demi menjamin masa depan bangsa Indonesia yang harmonis, sejahtera, dan damai. Sebagai pewaris bangsa, sering kali kita perlu bercermin diri satu sama lain agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, diperlukan pemahaman yang menyeluruh dan strategi yang disiplin, sistematis, dan komprehensif untuk menghentikan intoleransi ini.Hal ini disebabkan oleh beberapa variabel latar belakang, seperti perkembangan sikap. Pertama, pemahaman agama, dan adanya individu-individu intoleran yang dipandang masyarakat dangkal, radikal, dan kurang mendalam. Kedua, penggunaan agama hanya untuk tujuan politik menambah nuansa politik seputar pilkada. Ketiga, minimnya literasi dan pengetahuan di kalangan milenial di Indonesia akibat dari sistem pendidikan yang hanya memberikan ilmu tanpa mempelajari atau memperdalamnya. Keempat, keragaman diakui tetapi tidak diajarkan bersamaan dengan keahlian dunia nyata. Kelima, kurangnya rasa cinta tanah air, kurangnya kebanggaan terhadap keberagaman, dan kurangnya rasa nasionalisme.

 Jika kelima masalah ini tidak segera ditangani secara tegas dan tegas, maka dianggap berpotensi sangat merugikan. Selain merusak prinsip-prinsip keagamaan dan kerukunan antarumat beragama, juga mengancam keutuhan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karena itu, intoleransi tidak bisa dihilangkan sama sekali. Kedamaian bangsa dapat terancam di banyak negara di mana kelas penguasa sering memberikan contoh perilaku negatif, dan jika sikap ini dibiarkan terus berlanjut di kalangan warga negara Indonesia. Namun pada saat yang sama, ketidaksabaran dan konflik sosial tidak selalu berubah menjadi konflik terbuka jika kita tahu cara mengelola dan meredamnya dengan baik. Seperti yang ditunjukkan oleh Coward (1999), pengungkapan kebenaran dan klaim keamanan terkait dengan doktrin agama yang sempit dengan cepat dan mudah jatuh ke dalam ideologi yang dalam banyak kasus mendukung tumbuhnya fanatisme, intoleransi dan masyarakat anti budaya.

Counter culture adalah cita-cita baru yang memandang penerimaan terhadap perbedaan dan bahkan keinginan untuk menghargainya sebagai hal yang penting untuk mendorong kohesi sosial dan kesehatan bangsa dan negara. Sebagai salah satu negara dengan populasi agama terbesar, jelas tidak diperlukan perubahan institusional untuk mengatasi masalah sosial dengan agama seperti intoleransi dan terorisme; namun, untuk mengubah agama secara spiritual, seseorang tidak boleh melepaskan praktik atau kepercayaan yang ada. Namun, kita harus memperkuat moralitas dan sikap toleran kita terhadap negara lain karena pada intinya toleransi mengajarkan kita untuk saling menghormati dan membantu kita menyelesaikan konflik agama. 

Ir.Soekarno menyebutkan, sifat asli bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara dicontohkan oleh cita-cita etika keagamaan yang bersifat persaudaraan, yang menandakan toleransi dan menumbuhkan semangat gotong royong antar masyarakat.

Maka yang dapat kita lakukan adalah: Pertama, dalam menyelesaikan persoalan intoleran di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pemerintah harus melakukan pemahaman atau pendidikan tentang hukum yang seadil-adilnya di negeri ini.

Dalam intoleransi, orang tersebut percaya bahwa dia selalu benar dan orang lain selalu salah. Dalam situasi ini, intoleransi pada masyarakat selalu cenderung menimbulkan diskriminasi atau perilaku ekstrem lainnya. Juga sangat jauh dari kesetaraan adalah intoleransi. Terlepas dari kenyataan bahwa menyadari kesetaraan relatif mereka. karena Tuhan Yang Maha Esa menciptakan setiap manusia secara setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun