"Pa... Papa, Nonik boleh tanya?"
Sontak aku sedikit kaget mendengar suara putriku ini, yang tiba-tiba mengganggu acara nonton TV-ku dengan pertanyaannya yang mengandung sejuta makna tanya.
"Apa...nak, tanya aja dah!" aku menimpalinya dengan suara yang jelas dan menyakinkan.
"Nonik takut, temanku Adit, dia pintar menggambar!"
"Terus kenapa Nonik takut?"
"Nonik iri kalau dia pintar gambar, nonik juga takut Adit iri sama nonik."
"Hah.... iri sama kamu, kenapa?" aku bertanya sambil keheranan.
"Nonik pengin pintar gambar kayak Adit, tapi nonik juga takut, soalnya Adit agak iri dengan hasil gambarnya nonik"
Aku pun berpikir sejenak, mencerna pernyataan putriku ini. Sebuah pertanyaan polos dan jujur, jadi perlu kebijaksanaan untuk menjawabnya. Teringat akan sebuah artikel yang pernah aku baca, yang isinya memberikan kiat-kiat menangggapi keluh kesah anak tanpa membuat sang anak menjadi merasa bersalah habis-habisa. Langkah pertama yang aku lakukan untuk menjawab pertanyaannya adalah tidak menyalahkan dia karena merasa iri akan hasil gambar temannya. Langkah kedua aku teringat akan tiga komik yang pernah aku berikan kepada dia, komik Sinchan, Karikage Kun dan Kungfu Boy.
Segera aku meminta putriku ini untuk mengambil ketiga komik itu, dan setelah itu aku menunjukkan masing-masing komik itu serta meminta ia memperhatikan sebentar gambar-gambar sampul di buku-buku itu.