Disisi lain, menurut Atma Kusumah, masalah lingkungan di Indonesia cenderung dikaitkan dengan brown problem yang menekankan pencemaran udara atau polusi daripada green problem yang menekankan pentingnya penyelamatan hutan.Â
Bisa jadi pencemaran lingkungan dianggap merupakan masalah lingkungan yang dirasakan langsung oleh masyarakat kota, tempat kelompok dominan bermukim, sebaliknya green problem lebih banyak terkait dengan masalah non human, terjadi jauh dari kota dan diasumsikan hanya menyangkut sebagian kecil masyarakat.Â
Ekofeminisme adalah pengembangan pemikiran feminis yang menyatakan bahwa krisis lingkungan global diasumsikan merupakan hasil dari kebudayaan patriarki. Ekofeminisme pada dasarnya merupakan analisis yang menghubungkan institusi sosial yang maskulin dan perusakan terhadap lingkungan fisik.Â
Pemikiran ini didasarkan pada pemikiran barat yang memfemininkan bumi karena bumi dianggap seperti perempuan yang memproduksi kehidupan. Sehingga muncul berbagai istilah seperti hutan yang masih perawan, kandungan yang terdapat dalam bumi, perkosaan terhadap bumi dan lainnya.
Pemahaman mengenai ekologi feminis lebih diperkuat melalui pemahaman paradigma lingkungan (Corbett 2006:282) yang menekankan bahwa manusia merupakan satu dari begitu banyak makhluk di dunia dan setiap makhluk (tumbuhan, binatang dan lainnya) mempunyai hak yang sama untuk hidup karena ada interdependensi di antara mereka.Â
Dengan demikian, kita perlu memperhatikan keragaman, kompleksitas, integritas, harmoni dan stabilisasi di antara semua makhluk tersebut sehingga keberlanjutan dan konservasi alam lebih penting daripada kemajuan pembangunan bagi manusia semata.Â
Gerakan ekologi dan feminisme mempunyai tujuan yang saling berkaitan, keduanya membangun pandangan mengenai dunia dan prakteknya yang tidak berdasarkan model model dominasi. Seperti yang dikemukakan Rosemary Radford Ruether, terdapat kaitan yang sangat penting antara pola dominasi terhadap perempuan dan perlakuan dominasi terhadap alam.
Keterlibatan  perempuan dalam  rangka pengelolaan  lingkungan  untuk  mengatasi perubahan  iklim  dilakukan  secara  langsung. Para  perempuan  terlibat  dari  awal  program hingga  keberlanjutan  program.Â
Keterlibatan perempuan  secara  langsung  terjadi  pada program  yang  ada  kaitannya  dengan  pengelolaan  sampah  rumah  tangga.  Keterlibatan perempuan   dilakukan   melalui   organisasi yang  ada  di  masyarakat.
Perempuan   terlibat   juga   sebagai penyebar  informasi  guna  implementasi  ge-rakan  pengelolaan  lingkungan.  Keterlibatan perempuan   dapat   mempengaruhi para perempuan lainnya untuk ikut terlibat dalam pengelolaan sampah tersebut.
Sehingga proses  penyadaran  antara  perempuan  yang belum  terlibat  dapat  terjalin  karena  adanya proses  persuasi  dari  para  perempuan  itu sendiri.