Mohon tunggu...
Hantika Dewi
Hantika Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi sastra Inggris IAIN Surakarta

Hanya manusia biasa yang ingin bercerita lewat aksara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid-19: Hoaks dan Apatisme Masyarakat yang Mengidamkan Edukasi dan Keteladanan

2 Agustus 2021   23:48 Diperbarui: 2 Agustus 2021   23:56 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentunya hal ini membutuhkan kerjasama dengan masyarakat untuk segera melaporkan atau mengadukan apabila ada hal yang tidak sewajarnya. Dengan begitu masyarakat akan percaya bahwa tidak ada yang namanya dicovidkan dan tidak lagi menyerang nakes tentang isu pengcovidan pasien.

Untuk membantah statement bahwa "Alah, covid itu adanya di rumah sakit, buktinya tidak ada orang meninggal di rumah karena covid. Sekarang sudah kita temukan banyak orang yang tidak tertolong saat isoman. 

Nasional Kompas menyebutkan bahwa awal Juni hingga tanggal 21 Juli 2021 sudah terdapat 1.214 kasus yang mana angka kematian isolasi mandiri paling banyak terjadi di DKI Jakarta. 

Mengapa hal tersebut terjadi? Yang pertama adalah karena penanganan yang telambat. 

Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini rumah sakit penuh, kekurangan tenaga dan peralatan medis. Dan yang kedua adalah karena rendahnya kesadaran untuk melapor, masih ada beban sosial dan menganggap terpapar covid-19 sebagai aib.

Padahal ada beberapa kritera yang harus kita ketahui bahwa seseorang harus dirawat di rumah sakit atau cukup dengan isolasi mandiri. Kriterianya mengutip dari postingan Kementerian Kesehatan di Instagram pada tanggal 27 Juni 2021, bahwasaya hanya dengan kasus pasien dengan gejala sedang ke berat yang bisa di rawat di rumah sakit. 

Gejala covid-19 sedang dan berat meliputi sesak nafas dengan atau tanpa demam, kelelahan, Mempunyai penyakit penyerta yang memerlukan pengawasan, Frekuensi nafas >20 kali per menit, Saturasi oksigen <95%, Pemeriksaan rapid antigen atau PCR positif. 

Bagi pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut cukup isolasi mandiri di rumah, memanfaatkan layanan telemedicine dari puskesmas setempat. Namun apabila saat melakukan isolasi mandiri gejala semakin berat dan membutuhkan perawatan medis intensif harus segera dibawa ke IGD rumah sakit rujukan covid-19 setempat.

Batuk pilek memang sudah ada sejak dulu, dan tidak memerlukan penanganan khusus. Namun sejak adanya covid-19, batuk pilek tetaplah penyakit yang harus segera ditangani. Entah covid-19 ataupun tidak, batuk pilek selama pancaroba adalah tanda imun sedang lemah yang mana bisa dengan mudah bagi virus covid-19 menghinggapi penderita flu dan radang tenggorokan. Menurut dokter Frans Hery Widjaja dalam akun social medianya beliau menjelaskan bahwasanya covid ada tiga fase. 

Fase pertama adalah fase terpapar, yag mana bisa melalui mulut, hidung maupun mata. Virus tersebut akan menempel beberapa hari baru masuk ke dalam rongga pernapasan bagian bawah. Tubuh kemudian merespon, sehingga muncul gejala misal demam, batuk, pilek. Fase ini adalah fase yang menular sehingga pada hari hari ini adalah fase yang bagus untuk tes. 

Fase kedua adalah fase di mana virus telah menyerang paru-paru sehingga gejala bertambah berat, seperti sesak nafas, saturasi oksigen menurun dsb sehingga sudah meerlukan perawatan medis yang inensif, fase ketiga adalah fase yag palig berat yaitu terjadi hyperinflamasi, di sini terjadi pembentukan antibodi yang sangat banyak sehingga terbentuklah sitokin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun