Mohon tunggu...
Hanter Oriko Siregar
Hanter Oriko Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Advokat/Legal Consultant

Tiada yang benar-benar saya ketahui, tapi segala sesuatu dapat saya pahami dengan belajar dan sepanjang hidup adalah pelajaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Guru di Balik Cermin: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa atau Predator Seksual?

29 Desember 2021   20:42 Diperbarui: 29 Desember 2021   20:48 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya itu, masih banyak para korban lainnya dan bahkan belum terekspos ke media/publik.  Para korban pelecehan seksual masih tetap meningkat, khususnya di lingkungan pendidikan. Apakah karena disebabkan hukum kita yang tidak bisa menjangkau? Atau karena buruknya penegakan hukum?

Penulis tidak begitu paham, apa yang menjadi faktor penyebab utamanya. Namun betapa sedih dan mirisnya, ketika duduk bersantai dan minum secangkir kopi, selanjutnya mengambil suatu koran untuk dibaca. "Darurat Kekerasan Seksual"---Koran Kompas dengan judul yang terpangpang cukup besar (terbitan bulan Desember 2021).

Dalam isi berita menjelaskan, HW (36) adalah pemimpin sekaligus guru di sebuah pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat.  Pelaku memperkosa belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan pada kurun 2016-2021.

Para korban berusia antara 13-16 tahun. Dari informasi yang diterima Kementerian PPPA,  ada sekitar 13 anak menjadi korban, 8 korban hamil dan melahirkan 9 anak (satu korban melahirkan dua anak) serta dua orang lainnya sedang hamil.

Tindakan biadab tersebut, mengapa bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama tanpa ada hukum yang dapat menjangkaunya?  Haruskah menunggu korban begitu banyak, hingga hukum dapat meliriknya. Ada apa dengan hukum kita?

Kini benar  nyata peribahasa ini "karena nila setitik rusak susu sebelanga"---makna lagu yang tercantum dalam lagu yang disebutkan di atas, kini terpeleset dengan sendirinya. Guru tidak lagi hanya jadi penerang, tapi juga bisa pembawa kegelapan, sekaligus jadi malapetaka bagi anak didiknya yang kurang beruntung.

Melirik hal itu, Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim dalam kekawatirannya, mencoba mengembalikan harkat dan martabat guru sebagaimana tercantum dalam lirik lagu ciptaan Sartono di atas. Lewat kebijakan yang dikeluarkannya yakni Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Pendidikan Tinggi, berharap dapat mengatasi persoalan kekerasan seksual dalam dunia pendidikan.

Akan tetapi, setelah beberapa hari kebijakan Menteri Pendidikan tersebut di keluarkan, telah menjadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat dan juga para penjabat. Salah satunya, kritik disampaikan dari salah satu anggota  Komisi X DPR, Ledia Hanifa Amaliah.

Anggota DPR tersebut menyesalkan, dalam kritikannya menyampaikan  beberapa materi muatan dalam Permendikbud No. 30 tahun 2021 melenceng jauh dari nilai-nilai Pancasila terutama sila pertama. Landasan norma agama yang seharusnya menjadi prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang termuat di Pasal 3 tidak dimaksukan.

Anggota DPR tersebut berkesimpulan beleid ini cenderung mengandung nilai/unsur liberalisme dalam pengambilan sikap. Alhasil pendefinisian kekerasan seksual menjadi bias.

Namun terlepas benar dan salah kritikan tersebut. Sepantasnya, tujuan haruslah sama. DPR selaku pemangku kebijakan, sudah menjadi kewajiban dalam memperbaiki kebijakan-kebijakan yang dianggap buruk, khususnya secara regulasi. Bukan hadir untuk mematahkan niat baik lalu menguburnya dalam-dalam. Tapi apa mau dikata, nampaknya mereka acuh tak acuh. Konon Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) saja, masih dalam pertanyaan hingga saat ini?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun