Mohon tunggu...
Hans Kaiwai
Hans Kaiwai Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Senang mengkaji masalah ekonomi, kebijakan pemerintah, regulasi, politik dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengangkatan Anggota DPRP/DPRK: Antara Representasi Simbolik dan Substantif

24 Januari 2025   18:13 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apabila keseluruhan tahapan proses seleksi pengisian anggota DPRP/DPRK yang diangkat dari unsur Orang Asli Papua (OAP) tuntas, maka bakal ada 320 (tiga ratus dua puluh) legislator OAP yang menduduki kursi dewan. Rinciannya, 60 (enam puluh) anggota DPRP di 6 (enam) provinsi dan  260 (dua ratus enam puluh) anggota DPRK di 42 (empat puluh dua) kabupaten/kota di seluruh wilayah Papua.

Kebijakan afirmasi politik ini memang perlu dilakukan untuk menjawab keprihatinan dan sekaligus mengatasi minimnya legislator OAP yang dipilih dalam Pemilu. Dari Pemilu ke Pemilu, representasi OAP cenderung sangat kecil. Bahkan di beberapa kabupaten/kota memiliki porsi di bawah 40% (empat puluh persen).      

Payung hukum kebijakan afirmasi politik tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Disana diamanatkan bahwa "anggota DPRP/DPRK terdiri atas anggota yang dipilih dalam Pemilu dan anggota yang diangkat dari unsur OAP." Selanjutnya pada ayat (2) diatur bahwa "anggota DPRP/DPRK yang diangkat dari unsur OAP berjumlah sebanyak (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRP/DPRK yang dipilih dalam Pemilu."

Kita mengharapkan pengangkatan anggota DPRP/DPRK dengan jumlah yang signifikan ini harus ditunjang oleh kualitas personal legislator yang mumpuni. Untuk itu, kebijakan pengisian anggota DPRP/DPRK, termasuk persyaratan calon, tata cara seleksi, materi seleksi dan indikator penilaian calon untuk menghasilkan sebanyak 320 (tiga ratus dua puluh) anggota  DPRP/DPRK perlu dicermati.

Agar kita pun tidak terjebak pada simbol-simbol representasi semata, yang penting ada keterwakilan OAP pada lembaga perwakilan rakyat, karena OAP tidak terwakili melalui Pemilu. Namun sebaliknya kita berharap dan mendorong pentingnya representasi substantif. Kita ingin kehadiran mereka dapat menambah ruang bagi OAP dalam mengartikulasikan kepentingan dan  aspirasi agar menghasilkan produk kebijakan dan pembangunan yang berpihak kepada OAP, dan memperkuat sinergitas antara eksekutif dan legislatif pada tataran kebijakan atas hak-hak OAP.

Pengangkatan Anggota DPRP/DPRK

Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021, khususnya dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 84 yang mengatur tentang kebijakan pengisian anggota DPRP/DPRK. Pertanyaannya, apakah pelaksanaan kebijakan tersebut dapat menjamin terpilihnya legislator OAP yang lebih bermakna substantif?. 

Dalam rangka inilah, tulisan ini menakar simbolik atau substantif kah pengangkatan anggota DPRP/DPRK masa jabatan tahun 2024-2029, dengan mengelaborasi tahapan yang dilaksanakan mulai dari proses pencalonan, tata cara seleksi dan materi seleksi, indikator penilaian dan standar kelulusan, hingga hasil seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Provinsi Papua untuk menyeleksi calon anggota DPR Papua, dimana dalam proses ini penulis terlibat secara langsung sebagai Sekretaris Panitia Seleksi.

Pertama, proses pencalonan. Calon anggota DPR Papua yang mendaftarkan diri adalah OAP yang diusulkan oleh Dewan Adat Suku/BAR/Sub Mnuk berdasarkan musyawarah adat yang dilakukan masyarakat adat pada wilayah adat di Provinsi Papua, yaitu Wilayah Adat Tabi dan Wilayah Adat Saireri.

Ketentuan terkait Dewan Adat Suku (DAS) diatur dalam Keputusan Gubernur Papua Nomor 188.4/281/tahun 2024 tentang Penetapan Daerah Pengangkatan dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua melalui Mekanisme Pengangangkatan dari Unsur Orang Asli Papua. Dengan demikian lembaga adat yang memiliki unsur keaslian seperti DAS/BAR/Sub Mnuk, yang terbentuk dan berfungsi sebagai lembaga kultur asli di masyarakat adat yang berhak mengusulkan calon.

Kedua, tata cara seleksi dan materi seleksi. Ada 4 (empat) tahapan yang dilakukan dalam pengisian anggota DPRP/DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan, yaitu: (1) pengumuman dan pengusulan; (2) verifikasi dan validasi; (3) seleksi; dan (4) penetapan anggota DPRP/DPRK, yang dilakukan dalam proses seleksi calon anggota DPRP/DPRK. Dalam melaksanakan keempat tahapan tersebut, Pansel menetapkan 2 (dua) Peraturan Pansel, yaitu (1) Peraturan Tentang Tahapan dan Jadwal; dan (2) Peraturan tentang Tata Cara Seleksi, Materi Seleksi, dan Indikator Penilaian.

Secara khusus dalam tahapan seleksi, Pansel menyusun materi seleksi untuk disampaikan secara tertulis dan/atau wawancara dengan materi seleksi paling sedikit memuat: (1) wawasan kebangsaan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) kebijakan dan pelaksanaan Otonomi Khusus; (3) pemahaman hukum, moral, dan etika; (4) peran anggota DPRP/DPRK melalui pengangkatan sebagai representasi kultural dalam mengawal kebijakan Otonomi Khsus; dan (5) penguasaan permasalahan dan jejaring di masing-masing daerah pengangkatan.

Ketiga, indikator penilaian. Sesuai dengan rubrik dan kriteria penilaian seleksi yang disusun oleh Pansel, indikator penilaian yang digunakan ada 4 (empat), yaitu (1) rekam jejak; (2) ujian tertulis; (3) penulisan makalah; dan (4) wawancara.

Penilaian rekam jejak dilakukan terhadap daftar riwayat hidup yang mencakup komponen tingkat pendidikan, pengalaman pekerjaan, karya tulis, pengalaman organisasi dan  rekomendasi atau surat keterangan yang dimiliki baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga adat, atau lembaga lain yang diakui pemerintah.

Ujian tertulis dilakukan untuk menguji tingkat pemahaman dan keluasan pengetahuan calon anggota DPRP/DPRK terkait dengan materi seleksi yang telah disebut diatas. Dimana penilaian ujian tertulis menggunakan 2 (dua) komponen instrumen soal, yaitu 40 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal uraian aplikatif.

Penulisan makalah dilakukan untuk menguji kemapuan calon dalam menuangkan ide, gagasan dan pemikian akan suatu tema yang dipilih secara tertulis sekaligus mengukur keluasan dan kedalamn pengetahuan dan pemahaman tema antara lain (1) mewujudkan Papua cerdas; (2) mewujudkan Papua sehat; (3) mewujudkan Papua produktif; (4) mewujudkan Papua dama; (5) sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah dalam implementasi otonomi khusus; (6) Papua ramah perempuan dan anak; (7) anggota DPRP sebagai Pembawa Perubahan di Daerah Pengangkatan; dan (8) Penguatan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus. Komponen penilaian makalah adalah konten, struktur, dan penulisan makalah.

Wawancara dilakukan untuk memverfikasi ulang dan mengklarifikasi apa yang telah tercantum dalam dokumen: (1) rekam jejak (daftar riwayat hidup); (2) rekomendasi atau surat keterangan; dan (3) penulisan makalah. Termasuk disini adalah melakukan penilaian terhadap tema dan judul makalah yang ditulis dengan keterangan lisan melalui wawancara.   

Keempat, standar kelulusan dan hasil seleksi. Saat ini, Pansel masih menggunakan standar kelulusan untuk semua indikator penilaian (rekam jejak, ujian tertulis, penulisan dan makalah) sebesar 50 (lima puluh) untuk skala penilaian 0-100. Selanjutnya penilaian akhir untuk semua indikator penilaian menggunakan bobot sebagai berikut rekam jejak bobot 25% (dua puluh lima persen), ujian tertulis bobot 15% (lima belas persen), penulisan makalah bobot 15% (lima belas persen), dan wawancara bobot 35% (tiga puluh lima persen).

Makna Substantif

Jika makna substantif dilihat dari aspek tingkat kelulusan terhadap materi seleksi, maka terlihat bahwa dari 143 calon anggota DPR Papua yang mengikuti seleksi, tingkat kelulusan atau nilai akhir di atas 50 adalah sebesar 64% (enam puluh empat persen). Dimana nilai tertinggi 72 dan nilai terendah 30, dengan nilai rata-rata 52.

Jika dilihat pada Dapeng di wilayah Tabi, maka Dapeng Kota Jayapura dengan peserta sebanyak 27 calon memiliki tingkat kelulusan sebesar 63% (enam puluh tiga persen) dengan nilai rata-rata 51, nilai tertinggi 66 dan terendah 37. Dapeng Kabupaten Jayapura dengan peserta sebanyak 35 calon memiliki tingkat kelulusan 51% (lima puluh satu persen). Nilai tertinggi 68 dan nilai terendah 30, dengan nilai rata-rata 51. Dapeng Kabupaten Keerom, dari jumlah peserta sebanyak 8 memiliki tingkat kelulusan sebesar 75% (tujuh puluh persen), Nilai tertinggi  56, dan nilai terendah 31, dengan nilai rata-rata 48. Dapeng Kabupaten Sarmi, dari jumlah peserta sebanyak 14, tingkat kelulusan adalah 50%, dengan nilai tertinggi 71 dan nilai terendah  36, dan nilai rata-rata 48. Dapeng Kabupaten Mamberamo Raya dari jumlah peserta 6, tingkat kelulusan 67%. Nilai tertinggi 59, nilai terendah 43, dengan nilai rata-rata 52.

Sementara Dapeng di wilayah adat Saireri terlihat bahwa Dapeng Kabupaten Biak Numfor dengan jumlah peserta sebanyak 24, tingkat kelulusan adalah 79% (tujuh puluh sembilan persen). Nilai tertinggi 72 dan nilai terendah 45, dengan nilai rata-rata 56. Dapeng Kabupaten Supiori, dari peserta sebanyak 6, tingkat kelulusan sebesar 83% (delapan puluh tiga persen). Nilai tertinggi 64, nilai terendah 47, dengan nilai rata-rata 57. Dapeng Kabupaten Kepulauan Yapen, dengan peserta sebanyak 18, tingkat kelulusan sebesar 61% (enam puluh satu persen). Nilai tertinggi 72, nilai terendah 36, dengan nilai rata-rata 55. Dapeng Kabupaten Waropen, tingkat kelulusan 100% (seratus persen) dari 6 peserta yang ikut seleksi. Nilai tertinggi 70, nilai terendah 52, dengan nilai rata-rata 56.

Mengapa makna substantif harus diidentikan dengan nilai terbaik? Jawabanya, karena sesuai amanat Pasal 79 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021, bahwa "Pansel membuat berita acara dan Keputusan Pansel yang menetapkan calon anggota DPRP terpilih dan calon anggota DPRP tetap secara berurutan berdasarkan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi."

Kalau saat ini,  anggota DPRP masa jabatan tahun 2024-2029, standar kelulusan ditetapkan sebesar 50 (lima puluh), maka standar kelulusan pada masa pengangkatan berikut, anggota DPRP masa jabatan tahun 2029-2034, seyogyanya dinaikan menjadi 60 atau 65. Oleh karena standar kelulusan yang tinggi menggambarkan tingkat pemahaman dan wawasan calon dalam mengemban amanah sebagai anggota DPRP/DPRK. Mampu mengartikulasikan kepentingan OAP melalui lembaga legislatif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun