Opsen PKB adalah opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Opsen BBNKB adalah opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan opsen pajak MBLB adalah opsen yang dikenakan oleh provinsi atas pokok pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Skema opsen pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota sebagai penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan. Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Opsen MBLB merupakan sumber penerimaan baru bagi provinsi.
Disamping memperluas basis pajak melalui pengenalan skema opsion yang telah diuraikan di atas, UU HKPD juga memperluas objek pajak melalui sinergitas pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mengatur perluasan objek pajak seperti atas parkir valet, objek rekreasi, persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan).
Di dalam UU PDRB tidak membahas tentang parkir, tetapi di dalam UU HKPD diatur jasa parkir dalam PBJT. Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) mengatur jasa parkir meliputi: penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir; dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet). Jadi ayat ini memperjelas wajib pajak atas pajak yang harus dibayarkan atas jasa parkir di luar badan jalan.
Selain itu, di dalam UU PDRD, jasa sewa apartemen, kondomium dan sejenisnya, dikecualikan dari objek pajak hotel, tetapi di dalam UU HKPD, jasa sewa apartemen, kondomium dan sejenisnya tidak dikecualikan. Hilangnya objek pajak apartemen dalam pengecualian objek pajak hotel tentunya akan memperluas basis pajak dan berpotensi meningkatkan peneriman pajak daerah mengingat bisnis sewa rumah hunian akan bertumbuh dan menjadi potensi pajak bagi pemerintah daerah.
UU HKPD juga memperluas basis pajak jasa kesenian dan hiburan. Dalam pajak jasa kesenian dan hiburan telah ditambahkan pajak terhadap objek rekreasi (waterboom, water park), wahana ekologi (ecopark) dan bentuk rekreasi lainnya yang sejenis, objek olahraga permainan (persewaan sarana dan prasarana olahraga), sehingga keberadaan penambahan objek ini selain memperjelas status pajak dari objek yang disebut tadi juga menambah sumber penerimaan PAD dari sektor pajak daerah.
Mengharmonisasikan Regulasi
UU HKPD tidak hanya mencabut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tetapi juga menindaklanjuti sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi UU Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD), menyingkronkan kewenangan pemerintah dan provinsi dan kabupaten/kota dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 3 Tahun 2020.
Selama pemberlakukan UU Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD) telah ada 3 (tiga) kali uji materi oleh Mahkamah Konstitusi. Pertama, uji materi Penjelasan Pasal 124 yang diajukan oleh PT. Kame Komunikasi Indonesia terkait penetapan tarif retribusi menara komunikasi yang tidak didasarkan pada biaya pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi tetapi pemerintah daerah mematok tarif 2% (dua persen) dari nilai jual objek pajak. Kedua, uji materi Pasal 1 angka 13 yang diajukan oleh PT. Tunas Jaya Pratama, PT. Mappasinda, dan PT. Gunungbayaou Pratamacoal terkait alat berat dalam kategori sebagai kendaraan bermotor. Ketiga, uji materi Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) terkait pajak penerangan jalan bagi pemasok listrik sendiri oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017 yang memutuskan perkara alat-alat berat bukan kendaraan bermotor yang dapat dikenaik pajak kendaraan bermotor (PKB), UU HKPD memperkenalkan pajak alat berat, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat.