Mohon tunggu...
Hanry Harlen
Hanry Harlen Mohon Tunggu... Petani - Agnostik

Hanya orang biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ratna Sarumpaet, Konstruksi Realitas dan Hoaks yang Gagal

6 Oktober 2018   01:20 Diperbarui: 6 Oktober 2018   12:06 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratna Sarumpaet, Konstruksi Realitas dan Hoaks yang Gagal : Melihat Kembali Narasi "Play Victim" Ratna Sarumpaet Dalam Teori "The Construction Of Belief"

Beberapa hari lalu, masyarakat Indonesia kembali dikagetkan dengan berita simpang-siur mengenai Ratna Sarumpaet yang diduga mengalami kekerasan fisik oleh beberapa orang. Berita ini menjadi sangat viral, dan bahkan mampu menyedot perhatian masyarakat yang masih berduka dengan kejadian bencana gempa di Palu, Donggala dan sekitarnya. 

Tidak hanya itu, berita ini seakan menjadi salah satu berita yang paling mempengaruhi peta dan iklim politik Indonesia saat ini, menjelang Pilpres 2019. Mengapa tidak, ditengah situasi rivalitas yang "kurang sehat" antara dua kubu capres/cawapres Indonesia saat ini, berita kekerasan fisik seakan kembali memperkeruh suasana politik yang memang sudah keruh sejak awal. 

Menariknya, disaat isu mengenai kekerasan fisik ini baru mulai memanas, pengakuan dari "korban/tersangka" mengenai berita palsu yang katanya "atas bisikan setan" tersebut akhirnya terkuak. Tidak ada penganiayaan atau apapun itu, hanya operasi plastik. Situasi perlahan mereda, namun ada hal menarik disini, bahwa ternyata kegagalan hoaks bukan hanya datang dari masyarakat yang tidak menerima hoaks tersebut, tetapi juga dari pihak yang menciptakan hoaks itu sendiri. Kok bisa? Mari kita ulas sama-sama.

Narasi "Play Victim" dalam konteks "the Construction of Belief" (Bar-Tal, 2000)

Bermain narasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok, tidak bisa dibedakan dengan bermain judi, ya sama-sama penuh resiko. Tak ada yang bisa memprediksi apakah narasi itu akan mengutungkan atau malah merugikan sang pembuat narasi. 

Jika kita mengidentifikasi hoaks sebagai narasi (dan memang hoaks adalah "narasi palsu") berarti bermain hoaks juga sama seperti bermain judi, dengan presentasi keberhasilan tergantung banyak hal yang mempengaruhi. 

Menurut Teori Daniel bar-Tal (2000), ada empat hal penting yang mempengaruhi berhasil tidaknya narasi berkembang dan kemudian terkonstruksi menjadi "keyakinan" (belief) dalam masyarakat. Pertama ialah konten narasi, kedua ialah konteks masyarakat dimana narasi itu (diupayakan) berkembang, ketiga ialah paradigma personal dan terakhir ialah paradigma kelompok secara umum.

Poin pertama, konten dari narasi itu sendiri. Kita tahu Bersama bahwa apa yang Ratna Sarumpaet narasikan ialah sesuatu yang biasa disebut dengan "play victim" bahwa ia diserang oleh oknum tertentu. 

Dalam konteks Indonesia secara umum, narasi "play victim" dapat dikatakan cukup berhasil dalam menggiring opini publik. Contohnya ialah ketika narasi bahwa Ahok telah "menista" agama Islam, opini mayoritas umat Islam dengan cepat terkonstruksi menjadi sebuah keyakinan bahwa Ahok memang menista agama Islam. 

Dalam kasus Ratna Sarumpaet, sebenarnya cukup berhasil dalam kaitannya dengan aspek psikologi masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa memukul wanita ialah suatu tindakan tidak terpuji, dan kita telah belajar itu sejak masa kanak-kanak. Sederhananya, aspek pertama dalam konstruksi "keyakinan" masyarakat telah cukup berhasil menggiring opini publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun