Mohon tunggu...
Hony Lov3ly
Hony Lov3ly Mohon Tunggu... -

my name's hannie born in sukabumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Terakhir di Pelabuhan Ratu

30 Maret 2015   19:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak terasa waktu telah berpindah, dari senja itu hingga kini 2 tahun pun berlalu begitu saja, meninggalkan kenang cerita yang tak pernah sirna..

Disini ..
saat seperti ini, aku melihatnya kembali, dalam seruan hati yang berkobar seperti api, aku sendiri sepi...

Senja itu tak pernah kan hilang dari ingatan, walau almanak kerap berganti, sisa-sisa pasir rindu ini tetap tergenggam..

*
Kuning kemerahan melarut dalam biasan air laut yang mengemas, senja telah datang, saat mentari pun perlahan menyusup kebalik lautan.

Sepanjang garis pantai, ku melahap pemandangan sore yang begitu indah, hingga mata ini tak ingin berkedip, dari lipatan surya terbenam.

Jingga melukisi sebahagian ufuk, barat melambai dalam teguran luput, sepertinya ia sedang memanggil cahayanya beringsut, untuk dilelapkan sesaat dalam peraduan.

Aku masih berdiri dengan tatapan mata penuh binar, sesekali mulutku berdecak kagum, melihat keindahan yang tersulam, di keremangan sinar tenggelam

Ya, waktu itu tak pernah kan lupa, sejak dia hadir dalam geloranya lautan segara, pantai selatan barat jawa..

Seperti ombak samudera hati ini kian bergejolak, dalam dada entah seperti apa, gulungannya hingga tak dapat terterka.

**
August ketika itu,

langit memerah penuh warna, laut beraurora dalam pandangan mata, dan sayup riuh deburan ombak pun ikut bercerita..

Senja bersaga di ufuk barat, sore meninta jingga menyala, kau dan aku duduk berdua di tepian pasir halus.., sambil sesekali mata kami saling mencuri pandang..

Degup jantung pun kian memompa dalam debaran dada, denyut nadi pun kian berlomba mengejar berlari, aku seperti terpana, tak dapat berkata-kata.

Kau, pun ikut terdiam, sehingga hanya sesekali kami bertegur sapa..

Sore semakin berujung, melipat petang pada peraduan, perlahan tirai malam terbuka, menyambut hadirnya, waktu sebentar akan berpindah..

Kau, masih terduduk disampingku, sesekali jemari mu membelai pasir, lalu melemparkannya dan kembali mengaisnya..

*
Kini hantaran sepi tengah membuncah dalam hati, benak pun meluputi pemikiran-pemikiran yang kerap menggerogoti..

Ya! sisa-sisa senja itu masih tertanam di dalam memori, jauh karam ke- lubuk sanubari, hingga hati tak dapat menyemai kembali, pada tulip-tulip rasa yang sebenar tengah berbunga.

Taman perasaan ini seperti tak pernah tersiram air, begitu kering hingga melayukan hampir seluruh bunga-bunga yang hidup.

Inilah awal pertemuanku, bersamanya melewati senja itu, dalam deburan-deburan biru yang saling beradu..

Dan membawa akhir kisahku dengan lilitan-lilitan buih pilu, yang membusa sepanjang pantai itu, pada pesisir rindu berbatu, yang melukakan telapak waktu..

Begitu dalam sayatan perihnya, sehingga membuat airmata bercucuran, menangisi lebam-lebam kerinduan..

Kau hadirkan seuntai asa, lalu kau tinggalkan serinai airmata
dalam kantung tangisan senja, yang berpelangi kesepian rasa.

Begitu warna-warna memadukan gelora, kau pun menghapusnya dari rona kebahagian bersama, benar adanya bahwa cinta pertama seperti kutukan yang tak akan pernah terlupa..

***
Januari...

Awal pertemuan kedua ku, di Pelabuhan Ratu.

Seperti sampan dilautan yang terombang-ambing, begitu gusarnya perasaan masing-masing, hingga membuat benak kami pun berpusing..

Dalam pertemuan senja keduaku di Pelabuhan Ratu.., kau tampak begitu kusut, tiada lagi rona di pipimu, seperti senja itu, yang dulu begitu indah menyinariku

Laut pun seperti mengadu, pada deru yang saling menggerutu, ya! sore itu samudera pun memasang debur sendu..

Dan surya pun tertilang, dalam kungkungan langit mendung, abu mewarnai selendang senja..

Kau, memilin sebatang sigaret, sambil melepas pandangan begitu jauh, entah kemana, seperti terbang pemikiranmu, tiada di benak..

Aku terduduk di sebelahmu, dalam seraut risau, pancaran wajahku, menunggu mu bicara dari bisu..

Kelam.., begitu kurasakan sore itu..
Hanya desah nafas yang terdengar begitu sesak, aku terlantar di tepian pesisir landai, bersama mu yang seperti tak menghirau..

Sesaat begitu heningnya, laut pun tak bergeming, ombak tiada menerjang bising..

Seperti jeda, memberikan kesempatan untuk kita menyelesaikan sebuah kisah yang terlunta..

Aku menatapmu, dalam pandangan berseru, Ada apa sebenarnya denganmu?.(?)

Namun tak kuasa bibir ini berucap, seakan lidahku mengelu..

Kau masih tetap membisu, tiada ada kata-kata atau pun ucapan, yang keluar dari mulutmu..

Aku, gusar melihatmu, begitu jauh langit dan bumi, setelah awal perjumpaan pertama kami..

Kau, sangat berbeda dari sebelumnya.

*
Senja itu telah mengabadikan potret sendu, yang angin menghantarkan tiupan beku, pada pori-pori hatiku..

Aku terluka dalam keindahan semu, yang setiap saat merobek-robek kembali perasaanku..

Dari awal pertemuanku, yang menyemai benih-benih layu dan perjumpaan keduaku, yang membunuh putik-putik rindu, aku terbelenggu dalam bingkai album biru, Senja di Pelabuhan Ratu.

Kenangan itu tak luput dari pemikiranku, setiap saat, setiap waktu, akan terus mengekal di dalam ingatan, keindahan yang hanya sekejap singgah di pondok hatiku, aku terlena sesaat, sebelum akhirnya semua mewafat, dan punah dari bilik hidupku

Yang tertinggal hanyalah beberapa lembar album biru, dalam diariku, pada catatan-catatan hati yang melipur kegundahan rasa, dan sedikit mengobati luka menganga..

Akhir begitu saja, seperti tanpa ending yang jelas, yang membingungkan sebahagian pikirku, dari kejadian-kejadian yang seperti mimpi saja, apakah semua ini memang mimpi? Ataukah benar-benar terjadi..

Jauh dalam lubuk hatiku, masih mengingat nama mu, namun kemudian luputlah dengan kebencianku, yang membakar amarah dada ini, cinta yang terciptakan seperti air dan api, saling membanjiri dan meleburkan.

**
Senja kini melipat dihadapanku, panorama laut yang jingga menyuguhkan tinta emas kemerahan, pandanganku sesekali mencuri, ada rona merah jambu yang semburat pada pipiku..

"Oppa, sudah petang.". Kataku sambil menoleh kearahnya, "hmm.., oh iya, sunset pun sudah tak terlihat.". begitu katamu..

"Iya, Oppa..." aku pun menyahutinya.

"Ayo pergi.". Sambil beranjak bangun ia pun mengajak ku meninggalkan pantai, yang sebentar lagi keindahannya tenggelam dilipat malam..

Kami pun beranjak meninggalkan pantai itu, sambil bergandengan mesra, ada debur di hati masing-masing

***
Rona mu menyulut perasaanku, begitu penasarannya hati ini, adakah sesuatu yang terjadi, sehingga rautmu tak secerah biru lautan lagi..

Kau tetap diam, hanya sesekali menoleh kesampingku, lalu kembali membenamkan pandanganmu pada lautan, iya sore ini seperti ikut merasakan kerisauanku, sehingga senja pun perlahan-lahan bersembunyi di balik awan

Bisu, tak ada suara, kami hanya diam melewati waktu yang sebentar mengelam, tiada rona lagi di pasir-pasir halus ini, cermin pantai kini seakan kusam, tiada mampu lagi tuk menggambarkan lukisan senja..

"Oppa,?".. sesaat bibirku bergerak, memanggilnya, dengan nada bergetar, aku memberanikan diri memecah keheningan, "Iya." Hanya singkat saja dia menjawab.

"Sebenarnya ada apa Oppa,?" Kusambung kembali pertanyaanku, dia hanya menoleh sebentar dan menatapku dalam, begitu tajam seperti silet yang menurih, dingin pandangan itu tiada kehangatan, aku terkesiap sesaat kutundukan wajahku, tidak berani untuk berlama-lama mengadu pandangan dengannya

"Hhh.." dia hanya mendesah, sepertinya tiada mampu untuk menjawab pertanyaanku, lalu kembali menyalakan sebatang sigaret, dan menghisapnya..

Bingung, rasanya pemikiranku, seperti ayunan ombak yang sedang mengombang-ambing, tak jelas arah
pikiranku,

*
Janji itu laksana ikatan yang tak pernah lepas dari hariku, selalu menyimpulkan antara kesudahan dan kesalahan, yang seperti menguntit langkah kakiku

Waktu yang kini berjalan seperti lumpuh pada hidup ini, seakan-akan tangga jam tak lagi berjalan, dengan detik dan menitnya..

Perhentian hati ini tak dapat tersembunyi lagi, terang dan nyata terlihat jelas, tiada tersamarkan lagi..

Sepi senja itu telah mengheningkan separuh dari rasaku, dan mengunci hati kecilku dengan kemarahan penuh bara, kebencian kini melingkari hidupku

Seperti suhu yang mudah berubah, terkadang panas dan terkadang dingin..

Aku di batas petang ini, merengkuh sunyi yang terngiang menggelitik telinga tuli,

Dasa waktu Tidak merubah kehidupan laraku, cenderung semakin membenamkan nestapa biru bisu hatiku.

Alunan azdan berkumandang, maghrib telah datang, salam berucap dilebur karam..

January itu mengumbar pasang lautan lepas, senja terakhir di pantai citepus, kau mengucap kata
"Jika saja." (")

Dan aku tahu itu adalah jawabannya.

Minggu malam, menjadi saksi kekelaman hidup yang berujung isolasi

Kepercayaan yang dihianati, melebur ketulusan yang ada dihati

Kini sendiri terasakan lebih baik untuk menjalani

Senja terakhir di pelabuhan ratu, membuang seluruh keinginanku dari rasa dan harapan yang pernah ada

Hilang dan hampa..

Hony
Pelabuhan Ratu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun