Senja bersaga di ufuk barat, sore meninta jingga menyala, kau dan aku duduk berdua di tepian pasir halus.., sambil sesekali mata kami saling mencuri pandang..
Degup jantung pun kian memompa dalam debaran dada, denyut nadi pun kian berlomba mengejar berlari, aku seperti terpana, tak dapat berkata-kata.
Kau, pun ikut terdiam, sehingga hanya sesekali kami bertegur sapa..
Sore semakin berujung, melipat petang pada peraduan, perlahan tirai malam terbuka, menyambut hadirnya, waktu sebentar akan berpindah..
Kau, masih terduduk disampingku, sesekali jemari mu membelai pasir, lalu melemparkannya dan kembali mengaisnya..
*
Kini hantaran sepi tengah membuncah dalam hati, benak pun meluputi pemikiran-pemikiran yang kerap menggerogoti..
Ya! sisa-sisa senja itu masih tertanam di dalam memori, jauh karam ke- lubuk sanubari, hingga hati tak dapat menyemai kembali, pada tulip-tulip rasa yang sebenar tengah berbunga.
Taman perasaan ini seperti tak pernah tersiram air, begitu kering hingga melayukan hampir seluruh bunga-bunga yang hidup.
Inilah awal pertemuanku, bersamanya melewati senja itu, dalam deburan-deburan biru yang saling beradu..
Dan membawa akhir kisahku dengan lilitan-lilitan buih pilu, yang membusa sepanjang pantai itu, pada pesisir rindu berbatu, yang melukakan telapak waktu..
Begitu dalam sayatan perihnya, sehingga membuat airmata bercucuran, menangisi lebam-lebam kerinduan..