Mohon tunggu...
Al-Hanaan
Al-Hanaan Mohon Tunggu... Penulis lepas -

Freelance writer Linguist Music addict Calligrapher Photographer www.zoetmeisje.doodlekit.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antar Anak ke Sekolah, Antar Anak ke Gerbang Masa Depannya

31 Juli 2016   20:15 Diperbarui: 9 Agustus 2016   16:43 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema: Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah

Gerbang Sekolah = Gerbang Masa Depan

Seberapa penting mengantar anak di hari pertama sekolah?

First impression is last impression. Begitulah ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya kesan pertama, termasuk hari pertama sekolah. Mengantar anak di hari pertama ke sekolah merupakan momen yang tepat untuk mengikat secara emosional.

Mengantar anak di hari pertama sekolah merupakan salah satu trik yang bisa digunakan oleh orangtua sibuk atau orangtua tunggal. Kita tak bisa mengawasi anak 24 jam. Tentunya orangtua cerdas bisa memanfaatkan fasilitas di sekeliling untuk menyempurnakan segala urusan. Misalnya, menjalin hubungan baik dengan guru, wali murid, atau satpam untuk membantu jika diperlukan. Guru BP, wali kelas, satpam sekolah bisa dimintai tolong untuk "menitipkan" keselamatan dan pengawasan anak.

Mungkin di antara orangtua ada yang berpikir, untuk apa mengantar anak ke sekolah di hari pertama? Saya toh dulu ke sekolah jalan kaki sendiri, jauh pula. Inilah salah satu alasan mengapa orangtua mesti mengubah cara berpikirnya. Anak seharusnya dididik sesuai dengan zamannya. Konon, kesalahan terbesar orantua dalam mendidik anak adalah dengan selalu melihat ke belakang, bukan ke depan. Sehingga selalu membanding-bandingkan zamannya dengan zaman anaknya.

Dengan mengantar anak ke sekolah, orangtua bisa melihat langsung situasi lingkungan di mana anaknya berada, bagaimana teman-temannya, dan guru-gurunya. Terlebih bagi orangtua super sibuk atau orangtua tunggal, seringkali peran orangua lebih banyak "dikalahkan" oleh peran lingkungan sehingga orangtua mesti memastikan bahwa lingkungan anak itu bagus untuk perkembangan anak. Lingkungan akan menjadi faktor pembentuk perilaku pertama jika orangtua dan guru tidak lagi berperan secara efektif.

Orangtua bisa menjalin hubungan dengan guru untuk mengetahui perkembangan anaknya. Perilaku anak di sekolah dan di rumah bisa berbeda. Bagaimana kita mengetahuinya? Tentu dari informasi guru di sekolah. Perilaku anak merupakan petunjuk yang berhubungan keunggulan dirinya yang merupakan potensi terbesarnya. Jika guru dan orangtua bisa mengenalinya, akan mudah bagi anak untuk mengembangkan dirinya. Bisa juga perilaku anak dijadikan masukan cara mendidik anak di rumah. Misalnya, anak terlihat pendiam di rumah (off) dan aktif jika di sekolah (on), atau sebaliknya. Anak jago kandang biasanya memiliki orangtua yang perilakunya berbeda secara ekstrim. Ayahnya keras, ibunya lembut dan bisa jadi sebaliknya. Atau lingkungan sekolah yang memang terlalu menekan anak, baik dari guru atau temannya. Jika dibiarkan, akan berdampak buruk pada kecerdasan dan perilakunya suatu hari nanti.

Tindakan manusia dikendalikan oleh dua kesadaran, yaitu alam sadar dan alam bawah sadar. Hampir 90% alam bawah sadar memegang peran lebih banyak dalam mengendalikan pikiran dan tindakan manusia sehingga alam bawah sadar seringkali disebut juga autopilot (Edy, 2013:106). Autopilot layaknya sebuah pesawat yang dikemudikan tanpa awak. Ia menyetir kita secara otomatis. Tentunya autopilot itu tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi melalui pembentukan dan pembinaan secara terencana yang disebut dengan pembentukan karakter. Edy (2013:107-9) mengajukan empat hal penting dalam proses pembentukan program autopilot anak, yaitu:

1. Yang lebih dahulu diterima

2. Yang lebih dipercaya

3. Yang lebih menyenangkan

4. Yang berlangsung terus menerus

Jika dilihat dari empat hal di atas, mendapat program autopilot anak dibentuk oleh sekolah dan lingkungan pergaulan anak. Sehingga hari pertama sekolah merupakan momen yang tepat untuk melihat rumah kedua (baca: sekolah) dan lingkungan anak dengan lebih dekat.

Keunikan vs.Kelainan

Saat memandang anak, berangkatlah dengan melihat kekuatan, bukan kekurangannya. - Benjamin Zander.

JIka kita melihat sisi kekuatan anak, sejatinya tak ada anak yang mempunyai kelainan. Adanya hanya keunikan. Menghargai keunikan anak dapat menumbuhkan rasa aman dan percaya diri karena membuatnya merasa dihargai dan dipentingkan. Dorong kelebihan anak dan terima keterbatasannya agar anak dapat belajar optimal. Kesadaran ini akan mendorong anak untuk terus termotivasi mengembangkan kualitas dirinya. Di samping itu, mengenali potensi unggul anak dapat membuat guru mampu mengajar sesuai dengan gaya belajarnya. Tak ada anak yang mengalami kelainan, yang ada hanyalah anak yang membawa keunikannya masing-masing.

Untuk mengetahui sekolah tersebut bagus atau tidak, kita bisa perhatikan dari dua aspek. Pertama, anak kita semakin kritis dan berani mengemukakan pendapatnya. Kedua, perilakunya santun dan peduli. Sedangkan sekolah yang baik adalah sekolah yang guru-gurunya menjadi favorit dan gurunya peduli dengan perkembangan siswanya. Ketika ada masalah di sekolah, responnya positif dan ada usaha perbaikan. Sudah saatnya kita memilih sekolah yang peduli pada permasalahan siswa, karena kunci keberhasilan siswa terletak pada kepedulian orangtua dan sekolah.

Sifat kritis dan berani mengemukakan pendapat merupakan produk pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berpikir, bukan menghapal. Sistem pendidikan hapalan menghasilkan siswa yang penurut, bukan kooperatif. Anak yang penurut sekilas menyenangkan karena mudah diatur, namun mereka juga tidak memiliki keberanian untuk mengambil keputusan sendiri sehingga sulit untuk menjadi anak mandiri. Berbeda dengan anak kooperatif yang mampu memilih dan berpikir berdasarkan nilai sosial yang dibentuk bersama. Anak kooperatif tidak bisa dihasilkan dari sekolah bersistem hapalan.

Apa dampak ke depannya? Anak penurut cenderung menjadi apa yang oleh Rhenald Kasali (2014)disebut sebagai passanger. Penumpang (passanger) bersifat pasif dalam melihat masalah dan mati kreativitas yang akhirnya menjadi pengangguran.

Terbinanya kerjasama antara orangtua dan sekolah, diharapkan tak ada lagi kata-kata, "Gak pernah makan bangku sekolah ya?" Seolah-olah sekolah adalah satu-satunya pihak yang bertanggungjawab terhadap kegagalan siswa. Juga tak ada lagi ungkapan, "Kamu gak diajari orangtuamu ya?" Seakan-akan yang berperan mendidik siswa adalah orangtuanya saja.

Jika sekolah tidak peduli dengan pendidikan karakter, sekolah hanya akan menjadi tempat persemaian yang subur penyebaran berbagai penyakit moral. Ditambah lagi definisi sukses yang materialistis, anak harus memilih jurusan tertentu terlepas itu potensi unggulnya atau tidak karena dianggap prospek. Padahal kesuksesan berawal dari keahlian yang dimilikinya dan prasyaratnya adalah mencintai bidang yang ia tekuni. Kasarnya, materi bukanlah sebab kesuksesan melainkan dampak dari kesuksesan.

Berhasil di Sekolah = Cerdas?

Potensi anak yang hanya dilihat dari nilai merupaka cermin kemampuan menghapal. Akhirnya, sekolah hanya bisa menciptakan bebek-bebek dogmatis yang hanya bisa membebek. Ditambah lagi teknologi informasi yang memungkinkan anak mendapat informasi di luar sekolah, sehingga ilmu belajar menjadi lebih penting daripada apa yang dipelajari itu sendiri. Metode hapalan menjadi usang, dan kita butuh lebih dari seorang pengajar, yaitu pendidik.

Kebanyakan dari orangtua mengukur kecerdasan anak dari angka di sekolah sedangkan kecerdasan jamak yang mengatakan bahwa setiap anak punya potensi unggulnya masing-masing. Lalu mengapa hari ini ditemukan anak yang tampaknya kurang menonjol? Inilah peran guru sebagai pendidik untuk mengembangkan kemampuan dasar yang masih tertidur (potential dorman gen) (Edy, 2013:138). Pendidik adalah guru kreatif yang membentuk manusia yang mengenali potensi unggul dan mengajarkan perencanaan karir. Perencanaan karir inilah yang merupakan muara dari pertanyaan "Apa cita-citamu?".

Jika guru sudah mengajarkan demikian, pertanyaan "Apa cita-citamu?" sudah bukan lagi pertanyaan basa basi. Alasan mengapa sekolah seperti perlombaan tanpa tujuan adalah karena selama ini anak tidak pernah diajak untuk mewujudkan keinginan dan harapannya. Mengingat sekolah tidak mempunyai tujuan yang jelas, sekolah hanya sekadar memberi laporan angka yang tidak jelas hubungannya dengan kesuksesan anak. Anak tidak diberi laporan mengenai kekuatan dan kelemahan anak, juga informasi yang sesuai dengan anak kita. Sekolah pada umumnya hanya berorientasi pada soal ujian dan kemampuan menjawab soal, bukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak. Jika anak tak tahu apa yang ia inginkan, ia juga tidak akan tahu apa yang akan ia lakukan setelah lulus. Sekolah yang tidak melakukan perencanaan terhadap tujuan pendidikan, namun sekadar menekankan kelulusan hanya akan menciptakan perlombaan yang muaranya tidak ke mana-mana (race to nowhere).

Untuk mengetahui potensi unggul anak, ada tiga pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu: Apa yang seru di sekolah? Apa pelajaran favoritmu Siapa temanmu yang asyik?

Tiga pertanyaan di atas penting untuk mengukur kemampuan dan etos belajar anak. Jika anak menemukan hal yang seru di sekolah, artinya ia ada keterlibatan (engagement) anak dalam belajar formal yang akan berdampak besar pada prestasi akademiknya di sekolah. Hari pertama bersekolah merupakan titik awal yang menantang (atau tidak) buat anak untuk belajar. Jika hari pertama saja sudah membosankan, bagaimana kemudian?

Pelajaran favorit anak di hari pertama sekolah digunakan untuk menggali dua hal, yaitu apa yang menjadi minatnya dan siapa gurunya. Bisa jadi anak tertarik pada pelajaran karena ia tertarik dengan cara gurunya mengajar. Sedangkan pelajaran favorit anak bisa jadi petunjuk mengenai potensi unggul yang harus dikembangkan. Dengan demikian, orangtua dan guru bisa bekerjasama untuk mewujudkan mimpinya. Pilihan yang dipaksakan hanya menuai kegagalan sedangkan pilihan yang sukarela berujung pada kesadaran untuk keluar dari zona nyaman.

Teman merupakan elemen penting dalam kegiatan belajar di sekolah. Hari pertama sekolah merupakan kesempatan untuk menjalin persahabatan. Apakah anak kita mudah bergaul dan bagaimana teman-temannya? Apakah teman-temannya saling memuji atau saling pamer? Walau bagaimanapun, karakter anak dibentuk oleh lingkungan pergaulannya karena akhlak dibentuk melalui proses yang menjadi rutinitas.

Sekolah sejatinya adalah tempat pembinaan mental dan karakter siswa. Ilmu pengetahuan hanya akan hidup jika ditanam dalam jiwa yang siap dengan tantangan. Jika jiwa belum siap ditanami ilmu pengetahuan, ia hanya akan menjadi tahu. Namun, jika jiwa sudah siap ditanami ilmu pengetahuan, ia sudah layak disebut bisa.

Keberhasilan akademik anak di sekolah, tidak hanya bergantung pada guru saja, melainkan kekompakan dan kerjasama antara pihak guru dan orangtua, maupun sesama orangtua. Bagaimana mengetahui jika pembelajaran sesuai dengan fitrah penciptaan anak? Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh anak sebagai peserta didik. Apakah anak selalu antusias untuk bangun ke sekolah? Apakah ia tidak mengeluh sakit perut dan pusing (gejala psikosomatis) ketika ingin ke sekolah? Apakah tetap antusias setelah pulang sekolah? Jika jawabannya ya, maka itulah sekolah yang tepat.

Bagaimana dengan sekolah anak kita? Sudahkah anak menemukan sekolah yang tepat?

Daftar Pustaka:

Edy, Ayah. 2013. Ayah Edy Punya Cerita. Bandung: Mizan.

Kasali, Rhenald. 2014. Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger? Bandung: Mizan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun