Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebodohan Para Pendukung Jokowi

27 Januari 2015   16:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:17 1821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sikap Para Pendukung Jokowi yang Membingungkan

Drama yang terjadi seputar konflik antara KPK dan Polri mempertontonkan kebodohan para pendukung Jokowi. Sikap para pendukung Jokowi yang kemudian berbalik menyerang Jokowi membuat saya bertanya-tanya, “Mengapa kalian dulu memilih Jokowi sebagai Presiden? Mengapa kalian tidak menggalang dukungan untuk memilih Abraham Samad atau Bambang Widjojanto sebagai Presiden?” Pertanyaan ini saya ajukan karena saya melihat bahwa para pendukung Jokowi lebih percaya (atau sangat percaya) kepada tokoh-tokoh KPK dan meragukan (atau sangat tidak percaya) kepada Jokowi saat terjadi konflik antara KPK dan Polri.

Yang lebih membingungkan, ada mantan pendukung Jokowi yang mengharapkan Jokowi turun saja dari jabatannya sebagai Presiden karena kecewa dengan sikapnya saat menghadapi konflik antara KPK dan Polri. Saya bertanya semakin jauh, “Siapa yang Anda anggap lebih pantas untuk menjadi Presiden? Abraham Samad? Bambang Widjojanto? Atau (maaf) diri Anda sendiri?” “Apakah Anda pernah berpikir apa yang terjadi bila Jokowi mengikuti usulan Anda dan mundur dari jabatannya sebagai Presiden? Apakah negara ini akan menjadi lebih baik?” “Bila Anda beranggapan bahwa tokoh-tokoh seperti Todung Mulya Lubis atau Imam Prasodjo lebih bisa dipercaya ketimbang Jokowi, mengapa tidak menggalang dukungan untuk mengusulkan mereka menjadi Capres dan Cawapres dalam pemilu 2014 yang lalu?” Pertanyaan saya menjadi semakin liar, “Apakah dahulu Anda berpikir sebelum mendukung Jokowi menjadi Presiden?

Krisis Kepercayaan: Hilangnya Sikap Obyektif

Bila kita melihat dukungan yang luar biasa terhadap Jokowi sampai dua minggu yang lewat, lalu melihat cemoohan dan celaan terhadap Jokowi sesudah muncul konflik antara KPK vs Polri, saya sungguh bertanya-tanya apakah para pendukung Jokowi mempercayai Jokowi? Perhatikan fakta-fakta yang muncul dan menjadi pertimbangan di media massa:

  1. Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri untuk menggantikan Jendral Sutarman, meski Jendral Sutarman belum saatnya pensiun;

  2. KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka;

  3. DPR menyetujui calon Kapolri yang diajukan oleh Jokowi;

  4. Polri menetapkan Bambang Widjojanto sebagai tersangka dan melakukan penangkapan;

  5. Wakapolri dan Ketua KPK dipanggil oleh Jokowi serta diminta untuk menenangkan massa masing-masing.

Di samping itu, ada beberapa fakta pendukung lain yang muncul:

  1. Hasto Kristiyanto memberikan kesaksian yang (bila benar) membuat Abraham Samad harus dipecat dari jabatannya sebagai ketua KPK;

  2. Sebagian besar anggota DPR diam saja (“mungkin” sebagian menutup mulut menahan senyum melihat konflik yang sedang berlangsung);

  3. Sebagian pengamat (dan anggota DPR) menebar “paku” di seputar Presiden dengan pernyataannya. Ke mana pun Jokowi melangkah, dia akan menginjak paku tersebut (dan “mudah-mudahan” kesakitan). Anehnya, sebagian (besar) “paku” ditebarkan oleh “para pendukung” Jokowi sendiri.

Saya berpendapat bahwa masalah utama para pendukung Jokowi adalah “krisis kepercayaan yang aneh” terhadap Jokowi. Saya menyebut krisis kepercayaan ini aneh karena bagaimana mungkin rasa percaya terhadap Jokowi yang terungkap secara luar biasa dalam 'konser dua jari', 'konser tiga jari', dan arak-arakan paska pelantikan Presiden Jokowi bisa lenyap begitu saja saat mendengar 'provokasi' dari tokoh-tokoh yang entah mengapa tidak dicalonkan sebagai calon presiden dalam pemilu yang lalu sebagai rival Jokowi?

Keberatan para pendukung Jokowi terhadap sikap Jokowi selama dua minggu ini pada intinya dilandasi oleh tuduhan bahwa Jokowi telah berubah. Jokowi tidak lagi membela rakyat. Jokowi menjadi 'boneka' yang mengikuti begitu saja keinginan para politisi dari partai pendukung Jokowi. Apakah tuduhan semacam itu benar?

Mari Kita Mikir

Celetukan khas cak Lontong mengajak kita mikir sebelum ngakak, membuat saya juga ingin mengajak pembaca, “Mari kita mikir? Apakah Anda pernah berpikir mengapa Presiden Jokowi tidak bertanya kepada KPK sebelum mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri? Sebaliknya, mengapa Abraham Samad tidak mau memberi masukan kepada Kompolnas sebelum Kompolnas mengajukan calon Kapolri? Bila KPK menemukan bukti korupsi Komjen Budi Gunawan, mengapa KPK tidak mau memberi informasi kepada Kabareskrim atau kepada Kapolri Sutarman waktu itu (BG sudah dinyatakan sebagai tidak bersalah berdasarkan penyelidikan internal Polri)? Kalau diperlukan, mengapa KPK tidak mau menyampaikan informasi tersebut kepada Kapolri melalui Presiden? Mengapa KPK tidak mau memberi tahu Presiden tentang dua bukti yang meyakinkan BG tersangka dan hanya memberi 'stabilo merah' sebagai petunjuk? (Baca dengan cara berbisik, “Apakah KPK ingin menjadi 'bintang' dengan tidak memberi informasi secara lengkap dan terus terang?”).

Bila dua bukti tersebut memang ada dan benar-benar meyakinkan (termasuk meyakinkan juga bagi Jokowi), apakah dia akan menutup mata dan tetap mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri?

Saat Bambang Widjojanto ditangkap oleh Polri, para tokoh 'pembela rakyat' ramai-ramai mengatakan bahwa tindakan Polri itu melemahkan KPK, bahkan merupakan bagian dari upaya menghancurkan KPK. Mengapa para tokoh 'pembela rakyat' itu tidak mengatakan hal yang sama tentang penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang “sengaja” diumumkan secara terbuka menjelang fit and proper test Budi Gunawan oleh DPR? Apakah KPK tidak tahu bahwa Komjen Budi Gunawan itu masuk dalam daftar calon Kapolri yang diajukan Kompolnas kepada Presiden? Bila tahu, apakah tujuan KPK? Atau (mungkin lebih tepat), apakah tujuan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto? Mengapa nada suara Abraham Samad adalah nada bangga (sebagian orang menangkap adanya arogansi)?

Mungkin”, Abraham Samad berkata dalam hati, “Jokowi, inilah akibatnya bila Anda tidak minta izin lebih dulu kepada saya untuk menetapkan calon Kapolri!” Apakah Anda tidak menangkap 'nada' semacam ini? Apakah ada orang di luar KPK yang mengetahui “bukti” macam apakah yang dimiliki oleh KPK? Bukankah prinsip dasar dari 'para pembela rakyat' itu adalah bahwa KPK selalu (lebih) benar daripada semua orang lain, terutama dari para pejabat negara non-KPK (termasuk dari presiden)?

Tentang kesaksian Hasto Kristiyanto, mengapa Anda tidak percaya? Apakah Anda tidak percaya karena Hasto adalah anggota PDIP dan PDIP adalah pendukung Budi Gunawan? Atau, apakah Anda tidak percaya kepada Hasto karena KPK (dalam hal ini Abraham Samad) adalah 'harga mati' pasti tidak bersalah apa pun tuduhan yang diberikan kepadanya? Menurut Anda, apa yang menjadi motif Hasto dalam memberikan kesaksian? Keuntungan apa yang bisa diperoleh Hasto dengan memberikan kesaksian? Mengapa Hasto rela ditinggalkan 'sendirian” oleh PDIP setelah memberikan kesaksian? Apakah Hasto akan 'naik pangkat' di PDIP (misalnya menjadi ketua partai) setelah Hasto memberi kesaksian? Sebaliknya, apakah Anda tidak pernah berpikir tentang kemungkinan adanya hubungan antara sikap Presiden Jokowi yang tidak meminta pertimbangan KPK saat menentukan calon Kapolri dengan kesaksian Hasto?

Saya “menduga” bahwa aksi protes terhadap Presiden Jokowi yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh sikap apriori “pokoke KPK selalu benar”! Saya hanya bertanya-tanya, apakah sikap dan tindakan Jokowi yang sudah kita lihat secara terang benderang selama beberapa tahun ini tidak bisa membuat Anda menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi adalah seorang yang memiliki integritas (satunya kata dan perbuatan)?

Kemungkinan lain, apakah Anda berpikir bahwa Presiden Jokowi adalah seorang yang baik dan jujur, tetapi bodoh (sehingga tetap mengajukan Budi Gunawan walaupun tahu bahwa pencalonan ini akan mengundang datangnya banyak masalah)? Bila demikian, mengapa Anda memilih Jokowi sebagai Presiden? Atau (maafkan saya), apakah Anda berpikir bahwa Anda telah berlaku bodoh dengan memilih Jokowi? Selanjutnya (saya kembali meminta Anda memaafkan saya), apakah Anda tidak melihat kemungkinan bahwa sikap Anda yang berbalik menentang Jokowi (bahkan menginginkan Jokowi mengundurkan diri dari jabatan sebagai Presiden) adalah sikap yang lebih bodoh dari si bodoh? Saya juga ingin mengajukan pertanyaan kepada 'para pembela rakyat', “Apakah Anda yakin bahwa Anda membela rakyat dan bukan menyesatkan rakyat?”

Yang terakhir, saya kembali meniru ajakan idola saya, Cak Lontong, mari kita mikir:

  • Apakah Anda telah bersikap obyektif atau Anda bersikap apriori (pokoke KPK selalu benar dan Jokowi salah)?

  • Apakah Anda membela KPK atau benar-benar membela negara (rakyat)?

  • Apakah Anda meyakini bahwa Jokowi memiliki integritas dan cerdas atau sebaliknya, Anda merasa telah salah pilih dengan memilih pemimpin yang tidak bisa dipercaya (sehingga pendapatnya bisa diabaikan) dan bodoh (sehingga mudah dikendalikan oleh partai pendukung)?

  • Apakah Anda menginginkan KPK kuat dan Polri lemah, Polri kuat dan KPK lemah, atau keduanya kuat, atau keduanya hancur?

  • Apakah mencari kebenaran yang sesungguhnya itu penting? (Catatan: mencari kebenaran selalu bertentangan dengan sikap pokoke)

  • Ingatlah bahwa bila kita bersikap bodoh dan mau dibuat menjadi bodoh, ada yang tersenyum dan menutup mulut menahan tawa!

Bila tulisan ini banyak berisi pertanyaan, maklum saja: Penulisnya juga bodoh!

**Sumber gambar: kiri, kanan

Selamat pagi Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun