Hasto Kristiyanto memberikan kesaksian yang (bila benar) membuat Abraham Samad harus dipecat dari jabatannya sebagai ketua KPK;
Sebagian besar anggota DPR diam saja (“mungkin” sebagian menutup mulut menahan senyum melihat konflik yang sedang berlangsung);
Sebagian pengamat (dan anggota DPR) menebar “paku” di seputar Presiden dengan pernyataannya. Ke mana pun Jokowi melangkah, dia akan menginjak paku tersebut (dan “mudah-mudahan” kesakitan). Anehnya, sebagian (besar) “paku” ditebarkan oleh “para pendukung” Jokowi sendiri.
Saya berpendapat bahwa masalah utama para pendukung Jokowi adalah “krisis kepercayaan yang aneh” terhadap Jokowi. Saya menyebut krisis kepercayaan ini aneh karena bagaimana mungkin rasa percaya terhadap Jokowi yang terungkap secara luar biasa dalam 'konser dua jari', 'konser tiga jari', dan arak-arakan paska pelantikan Presiden Jokowi bisa lenyap begitu saja saat mendengar 'provokasi' dari tokoh-tokoh yang entah mengapa tidak dicalonkan sebagai calon presiden dalam pemilu yang lalu sebagai rival Jokowi?
Keberatan para pendukung Jokowi terhadap sikap Jokowi selama dua minggu ini pada intinya dilandasi oleh tuduhan bahwa Jokowi telah berubah. Jokowi tidak lagi membela rakyat. Jokowi menjadi 'boneka' yang mengikuti begitu saja keinginan para politisi dari partai pendukung Jokowi. Apakah tuduhan semacam itu benar?
Mari Kita Mikir
Celetukan khas cak Lontong mengajak kita mikir sebelum ngakak, membuat saya juga ingin mengajak pembaca, “Mari kita mikir? Apakah Anda pernah berpikir mengapa Presiden Jokowi tidak bertanya kepada KPK sebelum mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri? Sebaliknya, mengapa Abraham Samad tidak mau memberi masukan kepada Kompolnas sebelum Kompolnas mengajukan calon Kapolri? Bila KPK menemukan bukti korupsi Komjen Budi Gunawan, mengapa KPK tidak mau memberi informasi kepada Kabareskrim atau kepada Kapolri Sutarman waktu itu (BG sudah dinyatakan sebagai tidak bersalah berdasarkan penyelidikan internal Polri)? Kalau diperlukan, mengapa KPK tidak mau menyampaikan informasi tersebut kepada Kapolri melalui Presiden? Mengapa KPK tidak mau memberi tahu Presiden tentang dua bukti yang meyakinkan BG tersangka dan hanya memberi 'stabilo merah' sebagai petunjuk? (Baca dengan cara berbisik, “Apakah KPK ingin menjadi 'bintang' dengan tidak memberi informasi secara lengkap dan terus terang?”).
Bila dua bukti tersebut memang ada dan benar-benar meyakinkan (termasuk meyakinkan juga bagi Jokowi), apakah dia akan menutup mata dan tetap mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri?
Saat Bambang Widjojanto ditangkap oleh Polri, para tokoh 'pembela rakyat' ramai-ramai mengatakan bahwa tindakan Polri itu melemahkan KPK, bahkan merupakan bagian dari upaya menghancurkan KPK. Mengapa para tokoh 'pembela rakyat' itu tidak mengatakan hal yang sama tentang penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang “sengaja” diumumkan secara terbuka menjelang fit and proper test Budi Gunawan oleh DPR? Apakah KPK tidak tahu bahwa Komjen Budi Gunawan itu masuk dalam daftar calon Kapolri yang diajukan Kompolnas kepada Presiden? Bila tahu, apakah tujuan KPK? Atau (mungkin lebih tepat), apakah tujuan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto? Mengapa nada suara Abraham Samad adalah nada bangga (sebagian orang menangkap adanya arogansi)?
“Mungkin”, Abraham Samad berkata dalam hati, “Jokowi, inilah akibatnya bila Anda tidak minta izin lebih dulu kepada saya untuk menetapkan calon Kapolri!” Apakah Anda tidak menangkap 'nada' semacam ini? Apakah ada orang di luar KPK yang mengetahui “bukti” macam apakah yang dimiliki oleh KPK? Bukankah prinsip dasar dari 'para pembela rakyat' itu adalah bahwa KPK selalu (lebih) benar daripada semua orang lain, terutama dari para pejabat negara non-KPK (termasuk dari presiden)?
Tentang kesaksian Hasto Kristiyanto, mengapa Anda tidak percaya? Apakah Anda tidak percaya karena Hasto adalah anggota PDIP dan PDIP adalah pendukung Budi Gunawan? Atau, apakah Anda tidak percaya kepada Hasto karena KPK (dalam hal ini Abraham Samad) adalah 'harga mati' pasti tidak bersalah apa pun tuduhan yang diberikan kepadanya? Menurut Anda, apa yang menjadi motif Hasto dalam memberikan kesaksian? Keuntungan apa yang bisa diperoleh Hasto dengan memberikan kesaksian? Mengapa Hasto rela ditinggalkan 'sendirian” oleh PDIP setelah memberikan kesaksian? Apakah Hasto akan 'naik pangkat' di PDIP (misalnya menjadi ketua partai) setelah Hasto memberi kesaksian? Sebaliknya, apakah Anda tidak pernah berpikir tentang kemungkinan adanya hubungan antara sikap Presiden Jokowi yang tidak meminta pertimbangan KPK saat menentukan calon Kapolri dengan kesaksian Hasto?