Keberadaan keluarga/caregiver yang menemani ke rumah sakit untuk kontrol dokter, tindakan operasi, ataupun kemoterapi, tentu akan membuat pejuang kanker merasa nyaman. Â Â
Memahami perjuangan : penolakan dan penerimaan
Beban psikis pejuang kanker sangat besar. Umumnya ini diawali dengan penolakan (denial), mengapa kena penyakit ini. Rasa lelah, frustasi dan sakit, kadang membuat pasien putus ada. Tak jarang pasien jadi mudah emosi, marah, menyalahkan diri sendiri, Tuhan, dan orang lain.Â
Secara logis, mungkin pasien bisa memahami konsep sehat dan sakit. Namun pada prakteknya, penerimaan diri (acceptance) dan ikhlas, sabar atas sakit, membutuhkan waktu.
Pejuang kanker mungkin hanya bisa menerima masukan dari orang yang dipercaya : dokter, pemuka agama, atau sesama pejuang. Beberapa pasien tidak ingin orang di sekitar tahu. Sah saja, karena ini privasi. Oleh karenanya, kita perlu menentukan siapa saja orang di lingkaran 1, 2, 3 pasien, yang perlu tahu perkembangan kesehatan.
Rasa sakit yang sangat kuat membuat pejuang kanker minum obat anti nyeri. Ada berbagai tingkatan pain killer, dari paracetamol hingga morfin. Rasa sakit yang hebat ini membuat pasien sangat tidak nyaman.Â
Dokter akan menentukan obat dan dosis yang tepat untuk mengurangi rasa sakit. Ujung dari pengobatan kanker adalah pengobatan paliatif, yakni memberikan kenyamanan pada pasien.
Ikut hidup sehat
Satu hal yang sering disampaikan ahli kesehatan adalah bahayanya rokok bagi pasien kanker. Ini artinya rumah dan orang yang berkunjung harus steril dari asap rokok. Tampaknya jargon : asap rokok itu membunuhmu, adalah benar adanya. Â
Yang tak kalah penting adalah pola makan sehat. Kalau dulu makan junk food dan daging bakar, kini sayuran dan ikan kukus. Dulu minum soda, kini minum jus.Â
Perubahan ini butuh proses, karena rasa dan lidah itu masalah kebiasaan dan persepsi. Last but not least, hilangkan micin dari dapur dan toples makanan anda.