Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Momen Indah: Menemukan Tagihan Rumah Sakit 0 Rupiah

20 Januari 2022   11:14 Diperbarui: 20 Januari 2022   11:17 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Tilik (2018) by Ravacana Film

Apa yang membuat kita tidak minat masuk rumah sakit ? Pertama, jadi tahu kalau kita punya penyakit. Ini nih yang sering bikin kawatir sendiri, karena ada implikasi harus begini, tak boleh begitu, plus minum obat dan anjuran hidup sehat lainnya. Belum kalau ada tindakan bedah, suntik, apalagi sampai cuci darah. Yang tak kalah penting adalah tagihan. Duh, udah mules duluan ya.

Di medio 2021 ini kami bergumul lagi dengan rumah sakit. Di Jogja tercinta. Serasa lebaran, karena keluarga berkumpul bedatangan setelah covid mereda.  Ada anggota keluarga yang sakit. Pasien  dilarikan ke IGD karena jatuh, patah tulang, dengan riwayat sakit kronis. Ternyata RS tipe B tak mampu menangani pasien sehingga dirujuk ke RS tipe A.

Ada beberapa tipe RS, dari A, B, C, dan D. Kalau sampai dirujuk di RS A alias rujukan utama, artinya, rumah sakit di tipe bawahnya tidak mampu menangani pasien. Mulai dari fasilitas kesehatan, perangkat teknologi, hingga dokter sub spesialis yang menangani.  

Begitulah, kami jadi intens berhubungan dengan rumah sakit. Bertemu serombongan dokter residen dan perawat. Inilah rumah sakit pendidikan, tempat dokter muda ditempa, belajar dari senior dan menghadapi rupa-rupa kasus.

Rumah Sakit punya aturan : tidak ada besuk. Penunggu pasien hanya 1 orang dibuktikan dengan kartu tunggu. Pak satpam selalu screening orang-orang yang datang. Cek suhu badan dan tempat tinggal, lalu ditempellah stiker hijau di lengan.

Budaya orang sakit di Indonesia kan, semua orang mau menjenguk ya. Kalau perlu naik truk satu RT. Itu beneran lho. Nah, untunglah ada aturan rumah sakit ini, jadi pasien bisa istirahat dan tentu saja mengurangi kekhawatiran tertular corona.

Tagihan rumah sakit

Operasi besar, opname 12 hari (6 hari menunggu jadwal operasi, 6 hari pasca operasi), terbayang dong, berapa tagihan rumah sakit. Maka untuk memastikan pengurusan rawat inap, kami konfirmasi ke perawat. Ternyata jawabannya membuat lega : BPJS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Perawat bilang kalau surat eligibilitas peserta (SEP) yang diurus kala di awal masuk rumah sakit, tidak boleh hilang.

Untunglah urusan berkas kesehatan pasien kami satukan di map tersendiri. Mulai dari Kartu BPJS, KTP, aneka rupa Kartu Rumah Sakit, sampai riwayat rekam medis. Jadi manakala ada darurat rumah sakit, map ini tinggal dibawa saja.

Kamar tidur kelas 1, kamar sendiri (tidak sharing), dengan sofa, ac, kamar mandi dalam, makan 3x sehari.

Berapa tagihannya ?

Lima puluh sekian juta.

Berapa yang kami bayar ?

0 rupiah.

Siapa yang membayar ?

BPJS. Yang dibayarkan tiap bulan itu, subsidi silang dari pelanggan BPJS lain.

Ah ! Mata ini berbinar. Indah banget.. serasa semesta membantu meringankan kegalauan kami.

Sepulang dari rumah sakit, kami dibekali surat riwayat pulang dari RS dan surat kontrol. Perawatan masih berlanjut. Bulan-bulan ke depan, pasien masih memerlukan kontrol Dokter. Ada cek laboratorium, infus vitamin dan obat oral.

Di bulan pertama kontrol, tagihan untuk obat dan infus vitamin tertera 2 juta sekian rupiah. Ini diluar periksa dokter dan laboratorium.

Berapa yang kami bayar ?

0.

Siapa yang membayar ?

BPJS.

Ah.

Sebagai pelanggan BPJS non PBI (mandiri) kelas 1, pasien mendapat layanan kelas 1 di rumah sakit. Di 2021 lalu, iuran bulanan BPJS kelas 1 sebesar 150K, kelas 2 : 100K, dan 35K untuk kelas 3.

Kalau boleh jujur, kelas 1 BPJS lumayan mahal jika dibandingkan dengan kelas 2 dan 3. Apalagi jika dalam keluarga ada lebih dari 1 pelanggan. Namun ternyata, kalau bukan kita yang gunakan, maka dana itu bisa digunakan saudara kita yang membutuhkan layanan kesehatan gratis. Indah banget ya, serasa berada dalam jaring pengaman sosial kesehatan.

Momen ini menyadarkan kami akan pentingnya bayar iuran BPJS tiap bulan. Pembayarannya pun mudah, bisa online lewat mobile banking atau bahkan di marketplace. Mungkin rumah sakitlah  yang megap-megap karena menunggu pembayaran tunggakan BPJS. Bayangkan jika dalam 1 hari ada 10 pasien seperti kami. Kalikan sebulan, kalikan setahun. Berapa dana yang ditalangi rumah sakit untuk pasien BPJS ?

Bayar BPJS bisa lewat marketplace (dok pribadi)
Bayar BPJS bisa lewat marketplace (dok pribadi)

Demi tagihan 0 rupiah

Di rumah sakit, ada banyak pasien BPJS. Untuk mendapat layanan BPJS, kita musti mengurus rujukan berjenjang, dari Faskes 1 (Puskesmas/klinik), ke RS tipe D – C - B.

Dari pengalaman kami, mengurus rujukan di Puskesmas bisa selesai 2-3 jam saja. Namun manakala mengurus ke RS tipe D/C, bisa menghabiskan waktu 1 hari. Kok selama itu ? ya karena ada 2 antrian yang banyak orangnya : antri BPJS dan antri periksa dokter.

Antrian BPJS dimulai dengan mengumpulkan berkas : rujukan dari Faskes 1. Apa daya, jumlah loket BPJS tak banyak sementara antrian mengular. Jadi faktor penyebab lamanya antrian BPJS lebih pada seberapa banyak petugas/loket BPJS di RS yang bersangkutan.

Selesai antri BPJS, lanjut antri periksa di poli rawat jalan. Dokter akan memeriksa pasien. Apabila bisa ditangani di rumah sakit tipe D/C maka pasien tidak perlu dirujuk ke tipe B, apalagi sampai RS tipe A. Inilah yang dimaksud rujukan berjenjang, bisa tour de rumah sakit deh.

Untunglah kini mulai ada metode pendaftaran online. Di RS tipe A, antrian BPJS dipangkas dengan menunggah berkas BPJS kala pendaftaran melalui aplikasi rumah sakit tersebut. Namun ini juga tidak selamanya berjalan mulus, adakalanya something wrong terjadi. 

Mulai dari rujukan yang keliru (mustinya dokter sub spesialis, bukan dokter spesialis), berkas yang diunggah kurang jelas, dst, sehingga jadi antri manual di RS. Namun untunglah di RS A tersebut, loket BPJS dan sistem kepengurusannya lebih baik dan cepat sehingga bisa ditangani dalam hitungan menit.

Terobosan keren : pendaftaran Rumah Sakit secara online (dok pribadi)
Terobosan keren : pendaftaran Rumah Sakit secara online (dok pribadi)

BPJS : antri dan berkas

Sesungguhnya, menunggu antrian di rumah sakit itu melelahkan. Satu hari di rumah sakit tentu bukan waktu yang efektif untuk orang yang bekerja. Musti cuti, izin tidak masuk kerja, pikiran kalut, dst. Bagi pasien, antri di rumah sakit 1 hari, bikin tambah sakit dan gelisah. Namun bagaimana lagi, pasien memang banyak, dan tidak ada yang mau jadi pasien kalau memang tidak sakit.

Ingat ya, berkas-berkas BPJS musti tertata dan lengkap. Jangan lupa fotokopi berkasnya. Kartu BPJS, surat rujukan, surat keterangan dalam perawatan (SKDP), surat kontrol, hasil lab penunjang, harus dibawa. Jangan lupa foto dan simpan dalam grup tele keluarga sehingga tersimpan dan bisa diakses semuanya. Ini akan membantu jika yang mengurus pasien ke rumah sakit berganti-ganti orang.

Tiba-tiba saja, bagian farmasi minta fotokopi hasil PA (patologi anatomi) untuk mengurus obat. Untunglah berkas 2 tahun lalu masih tersimpan dan terbawa di map. Apa kata dunia jika file itu terselip di rumah ? Masa harus balik ke rumah untuk mencari arsip, pun kalau ketemu.

So, saran saya, apabila pasien sudah masuk ke sistem pengobatan BPJS, jangan keluar deh. Karena butuh perjuangan untuk bisa masuk ke sini. Kecuali, anda memang punya asuransi kesehatan sendiri yang akan membayarkan tagihan rumah sakit. Nah, asuransi biasanya punya screening untuk penyakit yang diderita calon klien. Kalau punya penyakit berat, biasanya tidak lolos screening. Inilah bedanya BPJS dengan asuransi lainnya.

Berkas yang harus dibawa saat mendaftar ke Poli Rawat Jalan (dok pribadi)
Berkas yang harus dibawa saat mendaftar ke Poli Rawat Jalan (dok pribadi)

Mensyukuri nikmat sehat

Kalau sekarang anda belum sakit, jangan biarkan anda tergantung orang lain someday jatuh sakit. Berhentilah menganggap anda akan hidup sehat bahagia hingga masa tak terhingga jika gaya hidupnya masih suka-suka.

Masih gak percaya? Cobalah datang ke instalasi kanker terpadu di rumah sakit. Lihatlah para pejuang hidup, survivor, yang untuk bernafas butuh perjuangan, yang untuk duduk butuh bantuan. Bahkan kalau perlu naik ambulan dan didorong bed untuk kontrol kesehatan.

Semua antri menunggu tindakan. Antri laboratorium, bertemu dokter, infus vitamin, kemoterapi, dll. Tua, muda, kakek, ibu, kakak, anak-anak, jadi satu. Apakah mereka tidak menjaga kesehatan ? belum tentu. Bisa jadi mereka jauh lebih menjaga kesehatan, hanya kebetulan dapat giliran sakit. Entah karena keturunan, ketularan, pola hidup, takdir atau lainnya.  

Nah kabarnya di tahun 2022, ada perubahan sistem layanan BPJS. Yang dulu ada sistem kelas, nantinya akan dihapus. Di awal tahun 2022 memang dinyatakan belum ada perubahan, namun berdasar pengalaman, para pengambil kebijakan sering mengeluarkan keputusan tiba-tiba dalam keheningan. Mungkin moment 0 rupiah dengan layanan kelas 1 di 2021 tidak akan terulang di 2022.

Harapan kami, semoga di tahun 2022 BPJS kesehatan masih berbuat baik pada orang-orang seperti kami yang membutuhkan layanan kesehatan gratis dan berkualitas. Itulah momen indah 2021 yang sangat berkesan untuk kami, jadi belajar a-z mengurus pasien dan pengobatan. Semoga kita semua sehat selalu ya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun