Mohon tunggu...
hanif sofyan
hanif sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penulis tanpa buku

booklover, penulis the dark years-hans

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waspadai Politik Greenwashing!

30 Desember 2023   13:41 Diperbarui: 25 Januari 2024   09:59 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 baliho yang dirusak OTK sumber gambar kompas.com

Pemilu tinggal  45  hari lagi per tanggal 30 Desember 2023. Sepanjang jalan diseantero kota telah dipenuhi spanduk, pamlet, baliho, poster para caleg yang sedang berlomba-lomba memperkenalkan diri. Mereka berusaha merebut hati para calon pemilih.

Dan demi target itu, para konstituen rela mengeluarkan uang berjuta-juta agar popularitas mereka naik , dan semakin dikenal. Termasuk "caleg instan" yang ingin mencapai impiannya hanya dalam beberapa hari menjelang pemilihan .

Mengapa disebut "instan", karena sebagian konstituen adalah orang-orang baru yang selama ini bahkan tak dikenal dedikasi dan kiprahnya. dalam lingkungan mereka

Beruntung yang punya profesi lain seperti komedian, atau artis atau tokoh masyarakat, meskipun ditingkat daerah minimal punya masyarakat yang mengenalnya, punya penggemar dari para fans penyuka tampilan mereka.

Saat kemarin sedang berjalan-jalan sore menyusuri kampung, saya mendapati beberapa baliho dan spanduk caleg rusak atau "dirusak", oleh orang tak dikenal. Beberap baliho lainnya hanya ditutup dengan kertas bekas kantung semen sehingga sama sekali tak berfungsi sebagai Alat Peraga Kampanye (APK).

Sewaktu saya singgah di warung kopi langganan, saya tanyakan mengapa banyak baliho ditutupi dan rusak. Dengan ringan sebagian teman yang sedanag ngopi bilang, "Jika para caleg itu sebenarnya tak layak mencalonkan diri."

Pernyataan itu mengundang kecurigaan saya, sehingga dengan bercanda saya bilang, "Jadi kalian tutup balihonya?"

Konstan mereka menolak, bahwa bukan cuma mereka saja yang tak sudi dengan beberapa caleg yang wajahnya terpampang di sekitar jalan desa, jadi mereka juga tidak tahu siapa yang merusaknya.

Masyarakat di kampung punya cara untuk menunjukkan penolakan atas kehadiran para caleg yang dianggap hanya menumpang tenar saat kampanye. Sebagian mereka tak memahami bahwa meusak APK juga menyalahi aturan hukum, tapi namanya di desa, perilaku itu bisa saja dilakukan tanpa tuntutan atau protes yang memadai.

Apalagi dari pihak caleg yang merasakan bahwa kehadiran mereka memang dipaksakan. 

Apa yang menarik dari fenomena itu pada akhirnya menjadi bahan diskusi debat kusir di warung kopi sore itu.

Politik Greenwashing

Menurut beberapa pendapat teman,  sebagian caleg-calon legislatif, yang ternyata "tak serupa kata dan perbuatan". Beberapa caleg instan yang wajahnya muncul di baliho kampung, selama ini jangankan aktif dalam kegiatan kampung, berkontribusi untuk urusan sekedar gotong royong saja tak pernah.

Begitu juga dengan perayaan hari besar, atau kegiatan sosial di kampung, termasuk hanya mengunjungi tempat ibadah setiap harinya.

Sementara pekerjaannya juga tak persis orang-orang tahu, kecuali mereka mengenalnya karena tinggal di kampung dan memilki rumah besar dengan beberapa mobil di dalamnya.

Dalam balihonya mereka berkampanye mengajak generasi muda untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan di kampung dan menjauhi  narkoba.

Entah mengapa tiba-tiba fenomena ini mengingatkan seorang teman aktifis LSM dengan istilah greenwashing. 

Para caleg dalam kesempatan yang sangat singkat sedang berusaha merebut hari para calon pemilih. Maka jalan yang ditempuh adalah mengeluarkan jargon kampanye yang bisa membuat masyarakat peduli dengan eksistensinya.

Berbagai isu menjadi pilihan, disesuaikan dengan kebutuhan kondisi dan situasi yang menjadi harapan masyarakat di sekitarnya. Padahal inti utamanya hanya mendapatkan suara pemilih.

Sehingga wajar jika kita melihat dalam setiap baliho, selain menampilkan foto diri dan nomor partai serta urutan pencalonannya, juga menyertakan isu kampanyenya.

Pada intinya apapun yang menjadi pilihan isu kampanyenya, ada sebagian yang memang benar-beanr murni menjadi konsennya. Apalagi jika dalam keseharian kiprah dan aktifitasnya memang didedikasikan untuk kerja-kerja sesuai yang tercantum dalam misi kampanyenya, bagi masyarakat.

Namun tak sedikit yang hanya menjadikan isu kampanye sebagai penarik minat masyarakat untuk memilihnya. Termasuk mengadakan even atau kegiatan lomba yang menjadikan dirinya sebagai sponsor utama kegiatan. Utamanya untuk kegiatan olahraga.

Dalam diskusi di warung kopi itu teman kami menyepakati istilah baru "politik greenwashing".

Memangnya apa itu greenwashing

Dalam dunia usaha dikenal istilah produk hijau atau produk ramah lingkungan. Produk dengan label tersebut mendapatkan tempat yang populer dalam benak masyarakat terutama yang semakin peduli dengankesehatan dan  kelestarian lingkungan.

Produk jenis ramah hijau umumnya selain menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan juga menggunakan bahan baku yang diproses dan diproduksi dengan sistem yang tidak merusak lingkungan.

Namun, seiring dengan semakin populernya produk hijau tersebut, yang terjadi kemudian adalah banyak produsen yang memanfaatkan isu tersebut untuk menarik para pembeli produknya.

Sebagian dari produsen atau pabrik memanipulasi produk mereka dalam kampanyenya sebagai produk yang ramah lingkungan. Dengan berbagai alasan, misalnya dengan mengganti botol plastik dengan kertas atau kaca. Atau mengguanakn kantong palastik berbahan daur ulang atau bahan nabati atau tumbuhan.

Dengan cara itu kampanyenya ditujukan pada pengurangan bahan plastik sebagai kemasan produk atau alat belanja.

Ternyata sebagian produsen melakukan penpuan karena di balik kemasan kertas tersebut ternyata juga masih menggunakan kemasan plastik yang disembunyikan dibalik label.

Begitu juga penggunaan kertas yang katanya kertas daur ulang, ternyata bahan bakunya tetap menggunakan bahan baku kertas seperti biasa, bukan kertas bekas yang didaur ulang.

Dengan berbagai bentuk praktik tersebut , para produsen menipu konsumen dengan menggunakan label hijau yang ternyata "palsu". Praktik inilah yang dikenal luas sebagai greenwashing.

Dalam konteks politik saat inipun banyak para caleg yang menggunakan kampanye model tersebut. Mereka  menggunakan isu-isu yang dianggap bisa merebut simpati masyarakat. Tenatang kepedulian pada generasi muda, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, pembukaan lapangan kerja, ekonomi kreatif, pemberdayaan perempuan, UMKM.

Namun sebagaian mereka hanya menggunakan isu tersebut tanpa diikuti dengan kerja nyata, hanya bagian dari  kampanye belaka, demi mendapatkan suara.

Pemilih yang Cerdas Politik

Dengan semakin berkembangnya media, termasuk media sosial yang paling populer digunakan saat ini. Berbagai kecurangan yang sedang dilakukan para caleg dengan mudah dapat diketahui dan tersebar luas dimedia.

Namun kita juga harus berhati-hati untuk memilih dan memilah berita dengan benar. Bagaimanapun persaingan politik juga membawa dampak buruk. Pembusukan karakter para lawan politik, termasuk menyerang para caleg yang selama ini memang berdedikasi untuk pembangunan masyarakat melalui kampanye hitam (black campaign).

Meskipun black campaign itu menyesatkan, namun dalam situasi dan kondisi persaingan politik yang keras, cara-cara itu menjadi sesuatu yang mudah dilakukan, secara anonim.

Dengan berusaha mengetahui banyak fakta dan data tentang para caleg yang kita anggap layak untukk dipilih, akan membantu kita saat menentukan pilihan, memilih para caleg yang benar-benar kita anggap berdedikasi unutk membangun dan akan bekerja untuk masyarakat.

Cara -cara itu menjadi bagian dari pendidikan politik, agar kita menjadi pemilih yang lebih cerdas, terutama untuk mengenali para calon-calon pemimpin yang akan menjadi pilihan kita nanti. Menghindarkan kita memilih para "petualang politik" yang bermain-main di gedung dewan nantinya.

Dengan semakin cerdas saat memilih, menjadi bentuk kontribusi nyata kita agar demokrasi kita menjadi lebih baik lagi.

Yuk, menjadi pemilih cerdas!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun