"Rakyatlah yang membuat konstitusi, dan rakyat pula yang mengubahnya. Konstitusi merupakan penjelmaan kehendak rakyat, dan hanya berlaku atas kehendak rakyat". John Marshall, 1755-1835
Soepomo akhirnya angkat bicara, ketika Muhammad Yamin yang tampil di forum sidang penyusunan UUD 1945 itu membeberkan gagasannya agar Balai Agung--nama lain dari Mahkamah Konstitusi ketika itu, diberi wewenang "membanding" undang-undang atas UUD 1945 (constitutional review).
Dua alasan diajukan Soepomo membantahnya. Pertama, menurutnya Indonesia tak menganut sistem pemisahan kekuasaan murni alias separation of power, seperti gagasan trias politikanya Montesquieu. Jadi tidaklah boleh sebuah kekuasaan kehakiman mengontrol kekuasaan membentuk undang-undang.
Kedua, karena belum banyak para sarjana hukum yang paham teori pengujian undang-undang. Sedari awal memang tak ada aturan soal ide constitutional review dalam UUD 1945 kita, sampai kemudian terjadi perubahan.
Jauh setelahnya di tahun 2002, the second founding parents yang terlibat dalam proses perubahan kedua UUD 1945 akhirnya bersepakat, bahwa kita  butuh mekanisme constitutional review yang dilakukan oleh "lembaga yudisial terpisah", agar produk-produk hukum tidak ada yang bertentangan dengan konstitusi.
Tentu saja ini langsung menjadi upaya hukum baru untuk melindungi dan mengembalikan hak-hak konstitusional warga negara (constitutional citizen's rights) yang mungkin diabaikan, terancam dan bahkan terenggut akibat adanya undang-undang yang inkonstitusional.
Constitutional Review yang ditunggu
Angin segar perkembangan cita-cita demokrasi dan konstitusionalisme Indonesia punya babak baru saat perubahan sistem politik dan kekuasaan negara paska amandemen UUD 1945 itu dilakukan.
Pertanda paling krusialnya, bergesernya kekuasaan supremasi parlemen (parliament supremacy) menjadi supremasi konstitusi (constitutional supremacy). Dari kedaulatan rakyat (people's sovereignty)Â yang sebelumnya dikuasai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), langsung beralih ke tangan rakyat.
Penguatan mekanisme kontrol saling jaga dan menyeimbangkan (checks and balances mechanism) antar cabang kekuasaan negara juga menjadi agenda utama dalam proses amandemen UUD 1945.Â