Mohon tunggu...
Hanif Rahadian
Hanif Rahadian Mohon Tunggu... Jurnalis - Karyawan Swasta

Seorang sarjana Ilmu Hubungan Internasional, yang memiliki ketertarikan terhadap isu-isu internasional, kebijakan luar negeri, geopolitik, militer, pertahanan keamanan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Geopolitik Laut Cina Selatan, Menjaga Kedaulatan Indonesia di Tengah Dinamika Tak Pasti

31 Mei 2024   20:37 Diperbarui: 3 Juni 2024   01:45 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun News - Angkatan Laut

Padahal, semestinya menurut dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ditargetkan bahwa pada 2024, program MEF sudah tercapai 100%.  Relokasi anggaran ini menjadi salah satu faktor mengapa target 100% pencapaian MEF Indonesia di tahun 2024, sulit tercapai.

Indonesia memang terus berusaha meningkatkan anggaran Kementerian Pertahanan, di tahun 2024, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran mencapai Rp139 triliun. Meskipun begitu, anggaran pertahanan Indonesia saat ini hanya mencapai 0,78% dari total Gross Domestic Product (GDP). 

Untuk negara dengan luas sebesar Indonesia, anggaran pertahanan tersebut masih terbilang sangat minim dan jauh dari optimal. Negara-negara di sekitar Asia Tenggara, menggelontorkan anggaran pertahanan minimal 1% dari GDP mereka. Anggaran pertahanan negara Timor Leste bahkan mencapai 1,2% dari GDP.

Kondisi perang di Eropa juga meningkatkan kesadaran banyak negara akan pentingnya melakukan investasi lebih dan menambah anggaran pertahanannya. Menurut data dari lembaga Think-Tank Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), total pengeluaran militer global pada 2023 mencapai US$2443 miliar, atau meningkat 6,8% dari tahun 2022. Peningkatan ini sekaligus disebut sebagai peningkatan paling tajam dari tahun ke tahun sejak 2009.

Modernisasi Butuh Waktu

Kandidat Presiden terpilih Prabowo Subianto, sejak menjabat sebagai menteri pertahanan Republik Indonesia pada 2019, berambisi mengejar ketertinggalan modernisasi alutsista, terutama untuk TNI-AU dan TNI-AL. Sampai dengan hari ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sudah meneruskan dan melakukan pembelian sejumlah alutsista dengan jumlah fantastis. 

Seperti contohnya, Indonesia mengakuisisi sebanyak 42 pesawat tempur Rafale dari Prancis, menandatangani kesepakatan kerjasama pembangunan kapal 2 unit kapal selam Scorpene yang melibatkan galangan kapa PT. PAL Indonesia dan Naval Group serta menandatangani nota Memorandum of Understanding (MOU) dengan Boeing untuk pembelian 24 pesawat F-15 Eagle II dari Amerika Serikat. Ketiga proyek yang sedang diusahakan ini belum termasuk dengan sejumlah proyek kerjasama pertahanan lainnya yang terus dikejar oleh Menhan Prabowo dengan banyak negara lainnya.

ANTARA FOTO/Narda Margaretha Sinambela 
ANTARA FOTO/Narda Margaretha Sinambela 

Meski begitu, perlu diketahui bahwa proses modernisasi maupun peremajaan Alutsista tidaklah memakan waktu yang sebentar, terlebih di tengah adanya perang di sejumlah negara. Sejak terjadinya perang di antara Rusia-Ukraina, banyak negara sadar akan adanya existing threat dari kemungkinan terjadinya invasi oleh negara lain, keadaan ini mendorong banyak melakukan pembenahan terhadap postur pertahanannya sehingga terjadi peningkatan demand terhadap pembelian alutsista dari sejumlah produsen. 

Seperti contohnya, manufaktur pesawat tempur Dassault Aviation dari Prancis, saat ini kebanjiran order untuk jet tempur Rafale dari sejumlah negara, jumlah antrian produksi pesawat Rafale oleh pabrikan Dassault Aviation saat ini mencapai 228 unit. Adanya peningkatan unit produksi pesawat ini sekaligus memperpanjang antrian daripada pesanan pesawat. Kemudian, proses pembangunan kapal selam scorpene di Indonesia, diprediksi akan memakan waktu selama 5 hingga 7 tahun.

Indonesia akan memerlukan waktu beberapa tahun ke depan sebelum alat-alat persenjataan yang coba diakuisisi maupun dibangun tersebut tiba di tanah air. Masalahnya dengan gejolak geopolitik yang sifatnya dinamis serta bertransformasi cepat maka tidak ada yang dapat menjamin bahwa dalam sekian tahun ke depan, Indonesia tidak terlibat atau setidaknya terseret ke dalam pusaran konflik terbuka di kawasan. Kondisi ini yang patut diwaspadai dan disiapkan langkah mitigasinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun