Mohon tunggu...
Heznie Wulandari
Heznie Wulandari Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Heznie Wulandari, S.Pd || Guru biasa yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cocoklogi Indigo Dan Mimpi

5 Januari 2024   20:10 Diperbarui: 5 Januari 2024   22:23 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sumber Istock

Saat itu saya merasa suami saya sepertinya biasa saja. Justru kami saling menguatkan saat itu. Kami tidak sedang bertengkar

"Enggak kok Bu, biasa aja kayaknya deh..". Jawab saya.

Lalu saya penasaran bagaimana wajah anak saya saat itu. Karena saya benar-benar rindu. 

"Hanif bersih banget. kulitnya putih, tinggi dia ceu, setinggi Zyheir". Katanya menggambarkan wajah 'anak' saya saat itu.  Zyhier itu anak Bu Ainun yang usianya 6 tahun saat itu. "Ganteng ceu, pakai baju gamis putih kancing emas..". Ujar Bu Ainun. Saat masih hidup memang banyak yang bilang kalau Hanif besarnya nanti tinggi seperti abinya.

Intinya saat itu saya senang sekali. Bahkan ketika mereka sudah pulang saya masih merasa berbunga-bunga karena akhirnya saya bisa sedikit melepas rindu dengan 'anak' saya walaupun tidak bisa melihatnya. 

Sambil terus bertanya-tanya, apa maksud 'anak' saya bilang "Abi kenapa marah-marah terus". Padahal kenyataannya saya dan suami saya memang baik-baik saja. Saya terus memikirkan hal itu sampai akhirnya saya ingat satu hal. 

Semenjak kepergian anak kami, saya memang tidak keluar rumah selama lebih dari 40 hari. Selain orang tua saya yang selalu bolak-balik Bekasi-Jakarta demi menemani dan membawakan saya makanan, ada satu bibi dari suami saya ikut membantu saya beres-beres rumah. Bibi ini hanya bantu-bantu saya saja, namun tidak sampai menginap. Semenjak saya bekerja lagi, si bibi ini kadang sampai malam berada di rumah kami. Maunya suami saya, ketika suami saya sudah pulang dari bekerja, bibi ini pulang juga lah kerumahnya. Suami saya merasa tidak memiliki privasi di rumah, karena si bibi ini selalu berada di depan TV. Karena kesal suami saya selalu melampiaskannya dengan membanting pintu kamar sambil menggerutu tentang kelakuan bibinya tersebut.

Apakah itu yang dilihat 'anak' saya? abinya marah-marah membanting pintu. Kemudian saya sampaikan hal ini kepada suami saya. Awalnya saya tidak ingin begitu memikirkan ucapan-ucapan atau kejadian tersebut. Ingin meng-iyakan, saya takut syirik. Namun ketika ingin menyangkal, kok yang di katakan Bu Ainun benar semua. Saya jarang sekali curhat masalah pribadi saya dengannya, tapi kok seperti pas. Akhirnya suami saya bilang kita aamiin-kan saja. 

Ternyata dua bulan berikutnya saya masih datang bulan, artinya ucapan 'anak' saya yang akan punya adik seperti yang dikatakan Bu Ainun belum terjadi. Sampai waktu itu Januari tahun 2023. Saat itu saya terpaksa harus menumpang dengan teman sesama guru, Pak Randi namanya, guru paling muda di sekolah tempat saya mengajar. Saya menumpang sampai stasiun Kranji karena saya tidak membawa motor. Agar cepat sampai, Pak Randi ambil jalan tikus melewati gang kecil yang banyak anak-anak kecil sedang bermain. 

"Anak aku kalau masih hidup sebesar itu Pak". Kata saya saat itu 

"Iya, Bu.. segitu". Jawab Pak Randi. "Bu Hez ingat nggak, saat Bu Hez curhat sampai nangis tentang anak ibu di lab komputer waktu itu?". Kata Pak Randi. Iya saya ingat, saat itu jam kosong dan saya saya ke ruangan lab (Pak Randi guru TIK) karena saya butuh teman cerita.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun