Sebenarnya, Juang dan Ana dipertemukan dalam situasi luka, dimana Juang terlahir dalam keluarga yang dicap "kiri" oleh rezim orde baru, lalu Juang memutuskan untuk pergi dari Rumah dan mengejar mimpi dengan caranya, menjadi Jurnalis.
Begitu pun Ana, lukanya tak kalah lebar. Ana ditinggal sang Ibu dan hidup menyimpan penyakit di dalam kepalanya. Pingsan dan mimisan pun menjadi hal biasa terjadi pada Ana.
Namun, mereka dipertemukan justru untuk saling melengkapi, saling menutupi luka.
Suatu waktu Juang pergi ke timur Indonesia untuk meliput sejarah Papua. Selama disana, Juang tak pernah lupa mengabari Ana bahwa ia baik-baik saja.
Sampai suatu ketika, Juang tak mengabari selama berbulan-bulan. Ya, juang "tertangkap" oleh kelompok separatis yang menuntut kemerdekaan wilayahnya.
Namun, alam semesta kembali bersua. Dengan cara yang entah kebetulan atau tidak, Juang bisa kembali pulang ke Bandung.
Kisah cinta dua manusia memang tidak selalu berjalan indah, akan ada ujian-ujian berupa kesalahpahaman, sakit yang mendera, sampai harus bertengkar.
Juang memutuskan untuk pergi dari Ana, setelah menyaksikan Ana dirangkul oleh Deri sang mantan pacar. Juang pergi ke Nias dengan dalih menjalankan tugas jurnalis, padahal pergi mengobati luka.
Panggilan dari Ana Tidae pun tidak pernah disahutnya. Hingga akhirnya Ayah Ana yang harus menghubungi Juang. Mengabari bahwa Ana harus menjalankan operasi atas penyakit di kepalanya.
Alangkah terkejutnya Juang, kala ia baru mengetahui belahan jiwanya sedang terluka parah.
Juang memutuskan untuk kembali pulang, membujuk dan menemani Ana menjalankan operasi, demi kesembuhannya.