Mohon tunggu...
Hanifa Rahmawati Rachman
Hanifa Rahmawati Rachman Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah caraku agar tetap waras.

Maafkan masa lalu. Merdekakan hatimu, biar waras!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Agung dan Wati

20 Desember 2020   12:40 Diperbarui: 20 Desember 2020   13:00 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Agung dan Wati

Hormaaaaaaaaaaaaaaaat Grak!

Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku

Disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku

 

Di sekolahku, dua minggu sekali kami menyanyikan lagu itu

Terdengar sumbang, dinyanyikan bimbang

Diangkat tangan kanan, mengepal tangan kiri

Siapa dia yang berlari?

Sebut saja aku guru baru

Kau tahu?

Hari ini, Agung kembali terlambat

Ia muridku.

Murid kesayanganku.

Indonesia kebangsaanku bangsa dan tanah airku

Marilah kita berseru Indonesia bersatu

Hari itu pengumuman kelulusan

Ujian Nasional kini berganti : Ujian Nasional Berbasis Komputer

Sekolahku tak kaya, kami pinjam dana, dana orang tua

Ujianlah si Agung jadinya

Kelulusan sekarang bukan dari nilai UNBK

Murid-muridku dibuat terlena

Tak lagi membaca, hanya ingin corat-coret si putih abu saja

Tak mau tahu tuntutan dunia bak raksasa

Kejam, menggila

Si Agung nyalakan komputernya

Baru mengerjakan 2 soal matematika, server mati tak terkira

Lagi, sekolah kami tak kaya.

Tak punya cadangan daya.

Si Agung,

Dia garuk rambutnya

Dia lirik kawannya

Wati, dia menangis

Baru mengerjakan 20 soal matematika

UNBK bagi Wati berharga

Tak apa tak tentukan kelulusan

Ia takut sejadi-jadinya

Si Agung tenang saja

Aku pasti lulus, begitu katanya.

Wajahnya ceria, bahagia.

Orang tuanya sama, kami titipkan Agung pada ibu. Terima kasih.

Sebentar, terima kasih?

Untuk apa?

Hari itu hari kelulusan.

Harga diri sekolah dipertaruhkan.

Wati anak yang pintar, Agung belum pintar

Tak ingin kululuskan Agung

Ia tak paham apapun

Apa kata masyarakat jika ada yang tak lulus? Berteriak kepala sekolahku.

Luluskan saja dia! Guru tak akan lagi lelah mengajarnya.

Tuntutan pemerintah diAGUNGkan

Agung diluluskan.

Kelulusan disepelekan.

Baik, sebut saja aku guru baru

Aku tak ingin Agung lulus

Sungguh, aku menyayanginya

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku

Bangsaku, rakyatku, semuanya

Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya

Untuk Indonesia Raya

Kukenalkan Agung baru

Agung yang tak paham mengapa laut berwarna biru?

Perlu berapa banyak Agung untuk membangun jiwa?

Bagaimana mau jadi pemimpin bangsa?

Memahami kesulitan saudara?

Pendidikan macam apa yang ia punya?

Tak paham apa-apa.

Hilang masa depannya.

Apa kabar cita-citanya? Akan malu dibuatnya.

Kata Dilan rindu itu berat.

Tidak, nak. Kau salah.

Sungguh, jadi guru lebih berat.

Agung menangis, Wati menangis.

Kami menangis.

Tahun ini USBN tentukan kelulusan

Kudengar Agung bekerja di Alfa.

Wati kuliah di California.

Ini tugasku.

Tugas guru.

Lalu apa tugasmu, Ibu?

Bagaimana denganmu, Bapak?

Aku tak mau Agung terluka.

Sumedang, 03 Maret 2018

Hanifa Rahma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun