Ramai E-sport Game Room, Apa Dampaknya bagi Pemuda?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Kalimantan Timur mendapatkan sorotan dari berbagai kawula muda karena telah memiliki Esport Game Room yang mewadahi gamers untuk mengembangkan potensi mereka di dunia esports. Esport Game Room ini berada di dalam Gedung Bela Diri Kompleks Stadion Aji Imbut, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kecamatan Tenggarong Seberang yang dikelola langsung oleh ESI Kutai Kartanegara sebagai organisasi induk cabang olahraga elektronik.
Ruang khusus para gamers ini dihadirkan langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah yang bertujuan untuk melahirkan talenta-talenta pemain game online profesional yang meraih prestasi di kancah nasional dan internasional. Esport Game Room ini akan berfungsi sebagai wadah pemenuhan Training Center (TC) bagi para atlet Esport di Kutai Kartanegara. Dalam room game tersebut, telah tersedia beberapa sarana dan prasarana seperti meja dan kursi. Adapun kebutuhan lainnya akan diberikan secara bertahap.
Bupati Kutai Kartanegara tersebut merasa bangga karena banyak talenta olahraga e-sport yang terus bermunculan di kecamatan. Edi Damansyah berharap olahraga e-sport ini bisa menjadi profesi yang nantinya bisa memberikan kontribusi untuk ekonomi.
Apa Dampak E-sport bagi Pemuda?
Pemuda adalah salah satu pilar pembetuk kemajuan negara dan peradaban. Salah satu indikator negara yang berhasil adalah jika para pemudanya memiliki akhlak yang mulia dan berhasil membawa perubahan untuk masyarakat nya ke arah yang lebih baik. Oleh karenanya, peran pemuda tidak bisa diremehkan karena mereka adalah calon pemimpin di masa depan yang akan menentukan nasib bangsanya.
Lantas dengan definisi dan karakter pemuda yang ditelah dipaparkan di atas, mampukah pemuda dapat memaksimalkan potensinya untuk memajukan bangsanya? Faktanya, di negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, gambaran pemudanya justru semakin hari semakin jauh dari identitasnya sebagai seorang Muslim. Bagaimana dikatakan tidak jauh jika banyaknya kasus kriminal seperti tawuran, gaul bebas, pelecehan seksual, narkoba, bunuh diri, pembegalan dan sebagainya, sebagian besar pelakunya masih berusia 15-30 tahun.
Itu artinya kerusakan moral telah menjangkiti pemuda. Lalu dengan fakta kerusakan moral di atas, cukupkah potensi mereka hanya dimaksimalkan untuk bermain game online saja? Jika pemuda hanya disibukkan dengan bermain game saja, maka potensi besarnya tentu akan terbajak dan mengikis kemampuan sikap berkritis mereka. Apalagi proyek e-sport ini sejatinya adalah bagian dari propaganda industri kapitalisasi dalam bidang games. Keuntungan yang didapat melalui game e-sport ini sesungguhnya lebih kepada provider atau iklan-iklan dalam gamesnya. Keuntungan bagi pemudanya tidak ada. Yang ada, malah merusak identitas dan tujuan hidup mereka sebagai seorang hamba.
Begitupun adanya harapan dari pemerintah bahwa game ini bisa memberikan kontribusi ekonomi. Tentu hal ini nampak keliru karena menciptakan lapangan kerja sejatinya adalah tugas negara, bukan tugas rakyat. Jika pemuda juga dituntut untuk membuka lapangan kerja maka mereka akan memiliki cara pandang yang materialistis dan parahnya, bisa mengabaikan mereka dari tugas utama mereka sebagai seorang murid ataupun mahasiswa yang seharusnya fokus mencari ilmu dan menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama. Alhasil potensi pemuda seharusnya diarahkan dengan benar seperti mengoptimalkan potensinya pada intelektual, sains dan teknologi yang membawa kemasalahatan untuk umat dan peradaban. Bukan sebatas game yang manfaatnya hanya kepuasan sesaat namun tidak mengasah kemampuan hard skill dan soft skill mereka.