Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah berkembang menjadi salah satu platform media sosial paling populer di kalangan remaja. Dengan fitur video pendek yang dapat dengan cepat menjadi viral, platform ini telah menjadi tempat utama bagi tren kecantikan yang dinamis. Sayangnya, meskipun banyak tren ini mendukung ekspresi diri, mereka juga membawa tantangan besar bagi kesehatan mental, khususnya self-esteem (harga diri) remaja.
Problematika: Tekanan Standar Kecantikan
TikTok dan platform serupa sering kali mempromosikan standar kecantikan yang sangat spesifik dan terkadang sulit dicapai. Filter yang mengubah bentuk wajah, tutorial riasan yang sempurna, serta tantangan kecantikan yang viral dapat menciptakan tekanan tersendiri bagi remaja yang melihat ini sebagai standar yang harus diikuti. Hal ini semakin memperburuk masalah citra tubuh yang sudah ada. Menurut studi yang dilakukan oleh Mental Health Foundation, 40% remaja merasa kurang puas dengan penampilan mereka setelah melihat konten media sosial yang mengidealkan bentuk tubuh tertentu.
Dampak pada Kesehatan Mental
Dampak terbesar TikTok terhadap remaja yaitu mengenai citra tubuh mereka. Tantangan "glow-up" yang viral, misalnya, sering kali menekankan pada transformasi fisik yang "ideal", yang dapat membuat anak-anak remaja khususnya yang tidak sesuai dengan contoh gambar yang dilihatnya pada sebuah cuplikan video di sosmed tersebut sehingga mereka merasa kurang percaya diri. Substitusi realitas dengan filter digital, pencahayaan yang sempurna, dan editing menciptakan ekspektasi yang tidak realistis, berdampak pada kesehatan mental seperti peningkatan kecemasan, depresi, hingga gangguan makan.
Solusi: Peran Orang Tua dan Edukasi Digital
Adapun Orang tua dan pendidik memiliki peran penting dalam membantu remaja menavigasi dunia media sosial dengan lebih bijaksana. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
Edukasi Realitas Media Sosial: Mengajarkan remaja untuk memahami bahwa banyak konten di media sosial tidak mencerminkan kenyataan dan bahwa standar kecantikan yang dipromosikan sering kali tidak realistis.
Mendorong Konten Positif: Remaja perlu didorong untuk aktif mengikuti konten yang mempromosikan kesehatan mental dan citra tubuh yang positif. Ada banyak influencer yang mengadvokasi kecantikan alami dan inklusivitas.
Diskusi Terbuka: Mengadakan diskusi terbuka antara orang tua dan remaja mengenai tekanan sosial dan pengaruh media, sehingga remaja merasa nyaman untuk berbagi pengalaman mereka.
Tanggung Jawab Platform dan Pemerintah
Pemerintah dan platform seperti TikTok juga harus bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Kebijakan yang lebih ketat terhadap penggunaan filter atau konten yang mempromosikan citra tubuh yang tidak sehat serta kampanye positif yang lebih inklusif sangat diperlukan. Menyediakan fitur yang memungkinkan pengguna untuk menandai atau melaporkan konten yang dianggap merugikan juga bisa membantu menciptakan ekosistem media sosial yang lebih aman.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada era digital ini, penting bagi kita semua untuk mengenali dampak negatif dari tren kecantikan yang viral dan bersama-sama menciptakan ekosistem media sosial yang lebih sehat. TikTok bisa menjadi alat yang kuat untuk ekspresi diri, tetapi dengan kesadaran yang tepat, kita bisa menggunakannya untuk memperkuat, bukan merusak, self-esteem remaja.
Melalui edukasi yang tepat dan komunikasi yang terbuka, baik anak muda maupun orang tua dapat bersama-sama menciptakan ruang yang lebih sehat bagi generasi mendatang. Di akhir hari, keindahan sejati tidak hanya terletak pada penampilan fisik, tetapi juga pada bagaimana kita menghargai diri sendiri dan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H