Mohon tunggu...
Hanifah Ramadani Putri
Hanifah Ramadani Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Islam UIN Imam Bonjol Padang

suka dengerin musik hihi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Risiko Alexithymia pada Milenial: Dampak dan Cara Mengendalikannya bagi Mahasiswa

13 Juni 2023   01:20 Diperbarui: 13 Juni 2023   02:04 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan interaksi untuk hidup berdampingan dan saling bekerja sama, karena sejatinya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk menjalin hubungan baik antar sesama diperlukan komunikasi yang baik pula. Interaksi tersebut tentu membutuhkan sebuah komunikasi, komunikasi tidak hanya dibutuhkan untuk berbincang tanpa arah namun juga berfungsi untuk mengungkapkan perasaan yang dirasakan, perasaan-perasaan tersebut timbul tentu karena adanya suatu alasan.

Banyak orang mengalami permasalahan untuk mengekspresikan emosinya, emosi merupakan bentuk reaksi dari perasaan yang ada. Biasanya orang-orang tersebut sulit untuk mendefinisikan apa yang mereka rasakan, bahkan sulit untuk merasakan emosi orang lain, hal semacam ini bisa kita kenal dengan istilah alexithymia.

Secara etimologis “alexithymia “ berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tidak memiliki”, “lexis” berarti “kata”, dan “thymos”  berarti “emosi”. Alexithymia merupakan sebuah gejala sub-klinis dimana penderitanya tidak mampu mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan dan kurang memahami kondisi lingkungannya, sulit membedakan perasaan yang dimilikinya, merasa sulit berinteraksi dengan orang lain, sering berlebihan menggunakan logika dalam pengambilan keputusan, kurang dapat bersimpati dengan orang lain, menunjukkan kebingungan ketika menghadapi emosi orang lain, tidak tergugah oleh seni, karya sastra, atau musik, hanya memiliki sedikit memori emosional.    

Penderita alexithymia memiliki kesulitan mengenali keadaan emosi yang terjadi pada diri mereka. Mereka cenderung  menampilkan perasaan dari emosi yang mereka peroleh misalnya kesedihan atau kemarahan yang luar biasa, biasanya mereka kebingungan ketika menjelaskan penyebab emosinya. Penderita alexithymia bisa saja  menyadari bahwa dia merasa kesal atau gelisah, tetapi tidak dapat mengidentifikasi emosi yang sebenarnya, apakah itu kemarahan, kecemasan, kekecewaan atau hal lain.

Di era milenial ini para remaja lebih rentan terhadap  konflik, dikarenakan pada masa remaja mereka cenderung individualis, berpikir logis, dan idealis. Pada tahap ini mereka  juga berusaha untuk menjadi pribadi mandiri untuk mencari jati dirinya. Gaya berkomunikasi remaja milenial menunjukkan pikiran simbolis berkurang atau tiada. Selain itu, daya fantasinya kurang dan kurang dapat melakukan introspeksi atau wawas diri, maka dari itu sangat penting untuk kita sebagai generasi milenial mengetahui tentang gejala alexithymia ini.

ISI

Pada era milenial ini banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko alexithymia. Beberapa faktor penyebab meningkatnya alexithymia pada generasi milenial meliputi:

1.Lingkungan digital: Generasi milenial tumbuh dengan kemajuan teknologi digital dan media sosial yang cepat. Ketergantungan pada komunikasi digital dapat mengurangi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan emosional dan interaksi sosial langsung. Komunikasi digital yang seringkali dangkal dan tidak langsung dapat mempengaruhi kemampuan generasi milenial dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi

2.Kesibukan dan tekanan: Generasi milenial seringkali dikenal dengan kehidupan yang sibuk dan tekanan yang tinggi. Persaingan dalam dunia kerja, harapan sosial, dan tanggung jawab yang kompleks dapat menyebabkan stres kronis. Hal ini dapat mengganggu koneksi emosional dengan diri sendiri dan orang lain, menyebabkan kesulitan dalam mengenali dan mengungkapkan emosi.

3.Gaya hidup yang terfokus pada pencapaian: Generasi milenial sering memiliki orientasi yang kuat terhadap pencapaian pribadi dan kesuksesan. Fokus yang berlebihan pada tujuan dan prestasi dapat mengabaikan pengalaman emosional dan menghambat kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan emosi dengan tepat.

4.Kurangnya pemahaman dan dukungan: Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang alexithymia di kalangan generasi milenial dapat menyebabkan kurangnya pemahaman tentang masalah ini. Kurangnya dukungan sosial dan kesadaran mengenai pentingnya kesehatan emosional juga dapat menyebabkan generasi milenial tidak mencari bantuan atau dukungan yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua generasi milenial mengalami alexithymia, dan faktor-faktor diatas hanya merupakan beberapa kemungkinan risiko. Individu dari segala usia dapat mengalami alexithymia, dan penting untuk memahami bahwa setiap individu adalah unik dan mungkin memiliki pengalaman dan faktor risiko yang berbeda.

Pada mahasiswa, alexithymia memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan. Beberapa dampak yang dapat muncul termasuk:

1.Kesulitan dalam mengatasi stres: Mahasiswa dengan alexithymia mungkin mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri. Ini dapat membuat mereka lebih rentan terhadap stres dan sulit menemukan cara yang efektif untuk mengatasinya.

2.Kesulitan dalam mengkomunikasikan perasaan: Mahasiswa dengan alexithymia mungkin menghadapi kesulitan dalam mengungkapkan dan berbagi perasaan mereka dengan baik kepada orang lain. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membangun hubungan sosial yang sehat dan saling memahami.

3.Kesulitan dalam menyelesaikan konflik interpersonal: Alexithymia dapat menghambat kemampuan mahasiswa untuk mengenali dan memahami emosi mereka sendiri dan orang lain. Akibatnya, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menavigasi konflik interpersonal dengan baik, mempengaruhi hubungan mereka dengan teman sekelas, teman sekamar, atau rekan kerja.

4.Gangguan akademik: Mahasiswa dengan alexithymia dapat mengalami kesulitan konsentrasi dan motivasi dalam lingkungan akademik. Kesulitan dalam mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri dapat mengganggu kemampuan mereka untuk fokus pada tugas-tugas akademik dan mencapai kinerja yang baik.

5.Dampak pada kesejahteraan mental dan fisik: Alexithymia dapat berkontribusi pada risiko kesejahteraan mental yang lebih rendah, termasuk peningkatan tingkat kecemasan dan depresi. Selain itu, alexithymia juga dapat berhubungan dengan somatisasi, yaitu mengalami gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan secara medis, seperti sakit kepala atau gangguan pencernaan.

Jika seorang mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengelola emosi atau memiliki kekhawatiran tentang alexithymia, penting bagi mereka untuk mencari dukungan dari profesional kesehatan mental, seperti konselor atau psikolog, yang dapat membantu mereka dalam memahami dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi.

Mengendalikan alexithymia adalah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Setiap langkah kecil yang diambil menuju pemahaman dan pengelolaan emosi akan membawa lebih dekat ke dalam pengendalian diri yang lebih baik. Berikut adalah beberapa cara yang mungkin membantu mengendalikan alexithymia:

1.Terapi psikoterapi: Konsultasikan dengan seorang profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater yang terlatih dalam bekerja dengan alexithymia. Terapi dapat membantu mengidentifikasi dan memahami emosi, serta mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi.

2.Mengembangkan kesadaran emosional: Latih diri anda untuk menjadi lebih sadar terhadap sensasi tubuh dan tanda-tanda emosi. Praktikkan meditasi, yoga, atau teknik pernapasan yang dapat membantu Anda terhubung dengan perasaan dan emosi Anda.

3.Mencatat pengalaman: Menulis jurnal dapat membantu mengidentifikasi dan mengartikulasikan emosi yang mungkin sulit diungkapkan secara lisan. Catat pengalaman, pikiran, dan perasaan Anda setiap hari untuk membantu mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri.

4.Melibatkan diri dalam seni ekspresif: Melukis, menggambar, menulis puisi, atau bermain musik adalah cara alternatif untuk mengekspresikan emosi. Seni dapat menjadi sarana untuk mengeksplorasi dan mengungkapkan perasaan tanpa harus mengandalkan kata-kata.

5.Menjalin hubungan sosial yang sehat: Berinteraksi dengan orang lain dan menjalin hubungan yang bermakna dapat membantu meningkatkan kemampuan emosional. Berbicaralah dengan orang yang dipercaya dan terbuka tentang pengalaman dan perasaan Anda.

6.Pendidikan dan informasi: Pelajari lebih lanjut tentang alexithymia dan bagaimana hal itu memengaruhi diri anda. Pemahaman yang lebih baik tentang kondisi ini dapat membantu mengelola gejalanya dengan lebih efektif.

7.Dukungan kelompok: Bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas online yang melibatkan orang-orang dengan alexithymia atau kondisi emosional serupa dapat memberikan dukungan dan pemahaman tambahan.

Setiap individu berbeda, dan apa yang mungkin efektif untuk satu orang tidak selalu berlaku untuk orang lain. Maka dari itu mencari bantuan profesional dan menyesuaikan strategi yang cocok dengan kebutuhan pribadi anda adalah jalan terbaik.

KESIMPULAN

Alexithymia merupakan sebuah gejala sub-klinis dimana penderitanya tidak mampu mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan dan kurang memahami kondisi lingkungannya dan sulit membedakan perasaan yang dimilikinya. Di era milenial ini sangat banyak faktor yang meningkatkan risiko alexithymia. 

Remaja lebih tinggi risikonya karena sikap yang individualis dan masih berada dalam proses pencarian jati diri, sehingga masih sulit untuk mengendalikan perasaan.  Dampak yang dialami juga tidak bisa diremehkan, untuk generasi milenial yang menjadi mahasiswa dampaknya bisa mempengaruhi kehidupan sehari-hari sperti: Kesulitan dalam mengatasi stres, kesulitan dalam mengkomunikasikan perasaan, kesulitan dalam menyelesaikan konflik inter personal, gangguan akademik, dampak pada kesejahteraan mental dan fisik.

Untuk membantu mengendalikan alexithymia dapat dilakukan beberapa hal yaitu: Terapi psikoterapi, mengembangkan kesadaran emosional, mencatat pengalaman, melibatkan diri dalam seni ekspresif, menjalin hubungan sosial yang sehat,  pendidikan dan informasi, dukungan kelompok.

Tidak semua generasi milenial mengalami hal-hal yang tertera diatas, risiko alexithymia juga tergantung pada diri individu. Jika anda atau seseorang yang anda kenal mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengungkapkan emosi, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk evaluasi dan bantuan yang tepat.

 

Referensi:

Putri, Sandi Oviana. 2022. Stunting Bikin Pening. Tuban: Guepedia.

Indra Dewi. 2019. Seni Melupakan dan Berdamai dengan Masa Lalu. Anak Hebat Indonesia.

Dr. Dito Anugro. 2016. The Art of Mediciane. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Irwanti Renita Uki dan Bil Haq Aniq Hidayah “Alexithymia pada Generasi Milenials” vol.1 no.1 2021 hal.61-66.

Nurfitria Siti dan Machsunah Lin Inayatul “Keterkaitan Alexithymia dengan Perilaku Agresif Remaja Laki-laki” vol.xx no.xx Proceeding of iccers 2019 hal. 89-96.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun