Mohon tunggu...
hanifah nurul hashif
hanifah nurul hashif Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Generasi Muda Tanpa Narkoba dan Ketahanan Keluarga

2 Desember 2024   12:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   13:40 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Di era modern ini, tantangan yang dihadapi oleh generasi muda semakin kompleks. Salah satu masalah yang paling mengkhawatirkan adalah penyalahgunaan narkoba. Narkoba tidak hanya merusak kesehatan fisik dan mental, tetapi juga menghancurkan masa depan individu serta berdampak negatif pada masyarakat. Oleh karena itu, membentuk generasi muda yang positif dan bebas dari narkoba adalah suatu keharusan. Dalam esai ini, kita akan membahas pentingnya pendidikan, peran keluarga, dukungan komunitas, dan strategi pencegahan dalam menciptakan generasi muda yang sehat dan produktif. Penyalahgunaan narkoba adalah krisis global yang mengancam kesehatan masyarakat dan masa depan generasi muda. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dalam World Drug Report 2022 melaporkan bahwa lebih dari 13% pengguna narkoba di seluruh dunia adalah remaja berusia 15-24 tahun, kelompok yang sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan dan tekanan sosial (Malika et al., 2024).

Peredaran narkoba di era digital ini, bahkan semakin mudah diakses melalui internet dan media sosial, menambah tantangan pencegahan yang dihadapi masyarakat. Faktor-faktor seperti dorongan pencarian jati diri, pengaruh teman sebaya, dan keterpaparan yang tinggi pada lingkungan berisiko menjadi pemicu utama penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Kondisi ini semakin menegaskan perlunya upaya pencegahan yang menyeluruh untuk menyelamatkan generasi muda dari dampak buruk narkoba (Clarina et al., 2024).

Indonesia, sebagai negara dengan populasi remaja yang besar, menghadapi masalah penyalahgunaan narkoba yang cukup serius. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa pada tahun 2021, sekitar 3,6 juta penduduk Indonesia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dengan kelompok usia remaja sebagai pengguna terbanyak (Riswanda & Romadhan, 2024). Banyak remaja yang mulai mengenal narkoba pada usia sekolah menengah, yang berakibat pada masalah kesehatan fisik dan mental serta memperburuk kualitas hidup mereka di masa depan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menyatakan bahwa penyalahgunaan narkoba pada usia dini berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan tanpa pendampingan intensif dan berkelanjutan. Dengan demikian, program-program penyuluhan dan pendampingan terhadap remaja sangat diperlukan untuk mencegah peningkatan angka penyalahgunaan narkoba.

Anak usia remaja memang paling rawan terhadap penyalahgunaan narkoba. Karena masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Ia berusaha menyerap sebanyak mungkin nilai- nilai baru dari luar yang dianggap dapat memperkuat jati dirinya. Ia selalu ingin tahu dan ingin mencoba, apalagi tarhadap hal –hal yang mengandung bahaya atau resiko (risk taking behavior (Siregar & Erma, 2022)). Umumnya, anak atau remaja mulai menggunakan narkoba karena ditawarkan kepadanya dengan berbagai janji, atau tekanan dari kawan atau kelompok. Ia mau mencobanya karena sulit menolak tawaran itu, atau terdorong oleh beberapa alasan seperti keinginan untuk diterima dalam kelompok, ingin dianggap dewasa dan jantan, dorongan kuat untuk mencoba, ingin menghilangkan rasa bosan, kesepian, stress atau persoalan yang sedang di hadapinya.

Maraknya penyalahgunaan Narkoba berdampak terhadap kelangsungan hidup Bangsa dan Negara yaitu rusaknya moral, hilangnya rasa cinta tanah air dikalangan para remaja dan generasi muda sebagai pewaris dan penerus perjuangan, penerus pembangunan, kurangnya kreativitas, produktivitas serta semangat bersaing yang akhirnya akan menjadi ancaman bagi ketahan Nasional (Runtuhnya Negara Republik Indonesia) dikarenakan sebagian besar generasinya atau masyarakatnya teler, mabuk mentalnya rusak, perilakunya rusak sehingga mudah ditaklukkan (Rizky, 2024).

Data menunjukkan bahwa faktor penyebabnya meliputi minimnya edukasi mengenai bahaya narkoba serta terbatasnya akses ke program pendampingan yang berkelanjutan. Faktor-faktor ini membuat remaja semakin rentan terhadap pengaruh lingkungan yang negatif. Ketiadaan program edukasi yang terfokus, serta lingkungan sosial yang terkadang permisif, menciptakan keadaan darurat yang memerlukan intervensi segera, seperti program penyuluhan dan pendampingan secara intensif untuk meningkatkanpengetahuan remaja tentang risiko narkoba (Jaya et al., 2024). Masalah penyalahgunaan narkoba semakin mendesak. Tekanan sosial dan minimnya aktivitas positif yang dapat menjadi penyaluran energi serta kreativitas mereka menjadi pemicu utama yang memperparah situasi ini. Selain itu, laporan menunjukkan bahwa upaya pencegahan yang telah dilakukan cenderung sporadis dan kurang intensif, sehingga remaja di daerah ini masih kurang terpapar edukasi yang memadai (Malika et al., 2024).

Menurut teori Sosial Belajar dari Albert Bandura, lingkungan sosial memainkan peran besar dalam membentuk perilaku individu, termasuk remaja. Dalam konteks pencegahan narkoba, Bandura menyatakan bahwa remaja cenderung meniru perilaku yang mereka amati dari lingkungan terdekatnya (Pareres & Yusuf, 2024). Oleh karena itu, dengan menyediakan model positif melalui program penyuluhan dan pendampingan, diharapkan remaja akan mengembangkan perilaku sehat dan menjauhi narkoba. Edukasi dan pendampingan yang konsisten efektif dalam menurunkan angka penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Berdasarkan urgensi di atas, dengan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, diharapkan generasi muda, dapat menjadi generasi yang sehat, produktif, dan bebas dari pengaruh narkoba.

Metodologi

Pembuatan artikel ini dilakukan secara pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang dilakukan yaitu kajian pustaka. Pendekatan kualitatif menurut Sugiyono (2019) adalah pendekatan yang dilakukan oleh peneliti, di mana peneliti itu sendiri sebagai instrumen dalam penelitian. Pendekatan kualitatif dipakai agar dapat meneliti kondisi yang ada di lingkungan sekitar secara alamiah, analisis data memperoleh hasil penelitian berupa makna dan memperkuat dari peneliti itu dilakukan dengan berbagai literatur yang ada. Kajian pustaka ini menurut Sugiyono (2019) adalah penelitian yang sering dipakai untuk melakukan suatu kajian budaya, kajian situasi lingkungan, dan kajian terhadap nilai-nilai moral yang ada di lingkungan sekitar. Kajian pustaka menurut Zed (2018) mempunyai langkah-langkah sebagai berikut: mempersiapkan berbagai peralatan yang diperlukan, menyusun bibliografi kerja, meluangkan waktu yang cukup dan optimal dalam melakukan kegiatan penelitian ini dengan membaca berbagai literatur sebagai referensi penguat kajian penelitian, serta melakukan pembuatan catatan penelitian.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun