Penulis menjelaskan bahwa pembagian harta pusaka dilakukan dengan sistem patrilineal, di mana harta pusaka hanya diwariskan kepada ahli waris laki-laki. Sementara itu, harta gono-gini dibagi secara merata antara suami dan istri atau anak-anak mereka.
Penulis menyimpulkan bahwa sistem pembagian harta waris adat Ranau tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam hukum Islam, terutama dalam hal pembagian harta pusaka yang hanya diberikan kepada ahli waris laki-laki. Penulis menegaskan bahwa praktik tersebut dapat menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan, khususnya bagi ahli waris perempuan.
Pada bagian ini, penulis menganalisis sistem pembagian harta waris adat Ranau di Desa Jepara dengan menggunakan perspektif hukum Islam dan konsep maslahah mursalah. Penulis menekankan pentingnya melakukan tinjauan terhadap praktik pembagian harta waris adat yang berlaku di masyarakat untuk melihat kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Penulis menjelaskan bahwa dalam hukum Islam, pembagian harta waris telah diatur secara jelas dalam Al-Quran dan Hadits. Pembagian tersebut didasarkan pada prinsip keadilan, di mana laki-laki mendapatkan bagian lebih besar daripada perempuan dengan pertimbangan tanggung jawab laki-laki yang lebih besar dalam keluarga. Penulis menegaskan bahwa hukum Islam menjunjung tinggi asas keadilan dalam pembagian harta waris.
Sementara itu, sistem pembagian harta waris adat Ranau yang hanya memberikan harta pusaka kepada ahli waris laki-laki dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam hukum Islam. Hal ini dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga dan masyarakat, serta berpotensi menimbulkan konflik dan permasalahan di kemudian hari.
Penulis kemudian menganalisis sistem pembagian harta waris adat Ranau dengan konsep maslahah mursalah, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak ditetapkan oleh syariat dan tidak ada dalil khusus yang menolaknya. Penulis berpendapat bahwa sistem pembagian harta waris adat Ranau yang tidak memberikan hak waris kepada perempuan tidak memenuhi unsur kemaslahatan dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam hukum Islam.
Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa sistem pembagian harta waris adat Ranau di Desa Jepara perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan ketentuan hukum Islam demi mewujudkan keadilan dan keharmonisan dalam masyarakat. Penulis menekankan pentingnya upaya-upaya transformasi sosial-budaya masyarakat untuk mengakomodasi praktik pembagian harta waris yang lebih selaras dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Bab V Penutup
Pada bab penutup ini, penulis telah menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Secara umum, penulis menyimpulkan bahwa Masyarakat Desa Jepara menganut sistem kewarisan berdasarkan Hukum Adat Ranau.
Adat Desa Jepara menganut sistem pembagian waris dimana anak laki-laki tertua yang mendapatkan warisan paling banyak sesuai dengan kewarisan adat ranau dan telah disepakati serta dimusyawarahkan di dalam satu keluarga. Sedangkan anak perempuan bisa saja mendapatkan warisan yang diberikan oleh kakak tertua dengan catatan tidak "mutudau". Anak laki-laki tertua dalam Adat Ranau sangat dipercaya oleh orang tua karena kelak akan menggantikan orang tua dan meneruskan warisan dan juga memenuhi kebutuhan adik-adiknya dalam hal pendidikan ataupun kebutuhan lainnya.
Menurut pandangan Hukum Islam terhadap pelaksanaan pembagian harta waris adat Ranau Desa Jepara Kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah Kabupaten Oku Selatan, tidak sesuai dengan fara'idnya, karena semua harta warisan dilimpahkan kepada anak laki-laki tertua, sedangkan dalam hukum islam seluruh warisan dibagikan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Dari sisi kemaslahatan adat Ranau mempunyai tujuan memberikan amanah kepada anak laki-laki tertua untuk mengelola harta warisan untuk bisa menafkahi saudara kandungnya serta merawat kedua orang tua ketika lanjut usia.