Mohon tunggu...
Hanifah Nur Qotrunnada
Hanifah Nur Qotrunnada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

kita punya harapan, tapi dunia punya kenyataan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Persoalan Mengenai Waris dalam Islam

29 April 2024   17:10 Diperbarui: 29 April 2024   17:21 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa saja masalah yang dihadapi oleh ahli waris ketika pewaris meninggal dunia?

Ahli waris bisa menghadapi beberapa masalah saat pewaris meninggal dunia, diantaranya:

1. Kurangnya Kejelasan tentang Harta Warisan
Pewaris tidak meninggalkan surat wasiat atau catatan yang rinci tentang harta yang dimiliki. Hal ini bisa menimbulkan kebingungan dan perselisihan di antara ahli waris mengenai pembagian harta warisan.

2. Konflik antar Ahli Waris
Tidak adanya kesepakatan dalam pembagian warisan. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakpuasan dengan bagian yang diterima, sikap egois, atau ketidakpercayaan terhadap ahli waris lain.

3. Identifikasi dan Pencairan Aset
Kesulitan melacak atau menemukan harta warisan, seperti harta berupa investasi atau tanah yang belum bersertifikat. Ada juga kesulitan dalam proses pengalihan kepemilikan atau pencairan aset warisan.

4. Utang dan Kewajiban Pewaris
Ahli waris harus melunasi utang dan kewajiban pewaris sebelum dapat menikmati warisan. Jika besarnya utang tidak diketahui, ahli waris bisa terbebani dengan kewajiban yang tidak terduga.

5. Kurangnya Pengetahuan tentang Hukum Waris
Banyak ahli waris yang tidak memahami aturan hukum waris yang berlaku, terutama terkait penetapan ahli waris dan pembagian warisan. Hal ini bisa membuat mereka kesulitan dalam mengurus hak warisnya.

Selain itu, masalah lain yang bisa muncul tergantung pada dasar hukum waris yang digunakan, apakah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Kompilasi Hukum Islam (KHI). Misalnya, masalah tentang hak waris cucu jika orangtuanya (anak pewaris) telah meninggal lebih dulu.

Bagaimana penyelesaian sengketa waris bila terjadi penguasaan harta waris oleh salah satu ahli waris? 

Sengketa waris akibat penguasaan harta warisan oleh salah satu ahli waris bisa diselesaikan melalui beberapa cara, baik secara kekeluargaan maupun melalui jalur hukum, diantaranya:

1. Musyawarah : Ini cara ideal. Para ahli waris bisa duduk bersama untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan mengenai pembagian harta waris. Pihak yang menguasai harta diharapkan mau melepasnya untuk dibagi secara adil sesuai dengan ketentuan hukum waris yang berlaku, bisa berdasarkan hukum yang berlaku.

2. Mediasi : Jika musyawarah menemui jalan buntu, bisa menggunakan mediasi. Mediasi melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai mediator untuk membantu para ahli waris mencapai kesepakatan. Mediator tidak bisa memaksakan keputusan, namun akan memandu diskusi agar tercapai solusi yang diterima semua pihak.

3. Pengadilan : Apabila mediasi gagal, penyelesaian sengketa bisa dibawa ke pengadilan. Di Indonesia, sengketa waris terkait dengan orang Islam biasanya dibawa ke Pengadilan Agama, sedangkan sengketa waris yang tidak terkait dengan agama Islam bisa dibawa ke Pengadilan Negeri.

Hal yang Penting Diperhatikan:
- Bukti kepemilikan: Pihak yang dirugikan sebaiknya memiliki bukti kepemilikan atas harta waris, misalnya surat wasiat atau bukti lainnya yang sah secara hukum.
- Hukum yang berlaku: Pastikan Anda memahami dasar hukum waris yang berlaku, apakah mengikuti hukum Islam atau hukum adat.

Saran Tambahan:
- Konsultasi dengan pengacara: Mendiskusikan permasalahan dengan pengacara khusus masalah waris bisa membantu Anda memahami hak-hak Anda dan langkah yang bisa diambil.
- Utamakan musyawarah: Meskipun jalur hukum terbuka, menyelesaikan masalah secara kekeluargaan melalui musyawarah atau mediasi tetap lebih diutamakan karena bisa menjaga keharmonisan keluarga.

Mengapa persoalan warisan sangat menjadi perhatian dalam hukum islam?

Beberapa Alasan Persoalan Warisan Sangat Diperhatikan dalam Hukum Islam, diantaranya :

1. Penegakan Keadilan dan Keteraturan Sosial :
Hukum warisan dalam Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan dan keteraturan sosial. Islam menetapkan aturan yang jelas dan adil mengenai pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak. Hal ini bertujuan untuk menghindari perselisihan serta konflik antar ahli waris, dan juga memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi.

2. Perlindungan Hak-hak Ahli Waris :
Hukum warisan Islam melindungi hak-hak ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan. Islam menetapkan porsi warisan yang berbeda-beda untuk setiap ahli waris berdasarkan jenis kelamin, garis keturunan, dan status pernikahan mereka.

3. Pemeliharaan Hubungan Keluarga :
Hukum warisan Islam juga bertujuan untuk memelihara hubungan keluarga. Islam menganjurkan ahli waris untuk menyelesaikan pembagian warisan dengan cara yang damai dan musyawarah.

4. Kewajiban Agama :
Bagi umat Islam, menyelesaikan pembagian warisan dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam merupakan kewajiban agama.

5. Dampak Ekonomi dan Sosial :
Persoalan warisan dapat memiliki dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Pembagian warisan yang tidak adil dapat menyebabkan kemiskinan, ketimpangan sosial, dan konflik antar keluarga.

Bagaimana penyelesaian aud dan radd dilakukan?

Warisan melalui pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing.

Hal ini disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi:
"Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan secara aul menurut angka pembilang"

Penyesuaian juga dapat dilakukan melalui rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan) harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yng berhak menerima pengembalian itu. Namun, pada umumnya ulama mengatakan bahwa yang berhak menerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli waris karena hubungan darah, bukan ahli waris karena hubungan perkawinan.

Dalam KHI soal rad ini dirumuskan dalam Pasal 193 KHI yang berbunyi:
"Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di antara mereka"

Bagaimana penyelesaian sistem penggantian tempat dalam waris? 

Sistem penggantian tempat dalam waris, atau yang dikenal sebagai "taalluf al-awr" dalam hukum waris Islam, merupakan konsep yang mengatur pembagian warisan ketika ada pewaris yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan yang juga telah meninggal. Dalam situasi ini, keturunan yang masih hidup dari pewaris yang telah meninggal dianggap mewakili posisi atau tempat orang tua atau kakek nenek mereka yang telah meninggal, dan mereka menerima bagian dari warisan tersebut. Penyelesaian sistem penggantian tempat dalam waris ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap keturunan yang masih hidup memiliki hak atas warisan dari orang tua atau kakek nenek mereka, bahkan jika orang tua atau kakek nenek tersebut telah meninggal sebelum pembagian warisan dilakukan.

Proses penyelesaian sistem penggantian tempat dalam waris dimulai dengan mengidentifikasi pewaris yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan. Kemudian, keturunan yang masih hidup dari pewaris yang telah meninggal akan mengambil bagian warisan yang seharusnya diterima oleh orang tua atau kakek nenek mereka yang telah meninggal. Ini berarti bahwa mereka menerima bagian dari warisan tersebut sebagai pengganti posisi orang tua atau kakek nenek mereka yang telah meninggal. Proses ini dapat cukup kompleks dan biasanya diatur oleh hukum waris Islam yang berlaku di negara atau wilayah tertentu. Faktor-faktor seperti hubungan keluarga, jumlah keturunan yang masih hidup, dan instruksi tertulis dari pewaris dalam wasiatnya juga dapat mempengaruhi bagaimana penyelesaian sistem penggantian tempat dalam waris dilakukan. Penting untuk dicatat bahwa penerapan sistem penggantian tempat dalam waris dapat bervariasi tergantung pada interpretasi dan praktik hukum waris Islam di berbagai negara atau wilayah. Oleh karena itu, ketika terjadi situasi yang melibatkan pembagian warisan di mana salah satu pewaris telah meninggal sebelumnya, penting untuk mencari nasihat dari ahli hukum atau otoritas agama yang kompeten dalam hukum waris Islam.

Nama Anggota :

1. Tsulitsa Laila Magfiroh (222121004)

2. Pebry Muji Rahmawati (222121009)

3. Qhisti Fatta (222121016)

4. Hanifah Nur Qotrunnada (222121031)

5. Denisa Cahya Kholifah (222121039)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun