Keesokan harinya kak Andre menungguku di gerbang sekolah. Aku pura-pura tak melihatnya. Namun saat lewat didepannya pergelangan tanganku ditarik olehnya.
"Aku rindu kamu"
"Maaf nanti pacar kamu liat bisa salah paham"
"Dia tahu aku masih cinta kamu"
"Kamu jahat, wanita mana yang tak cemburu melihat pacarnya bersama orang lain"
"Siapa yang jahat? Aku atau kamu? Meninggalkan aku tanpa alasan saat aku sangat menyayangi kamu..."
"Cukup!"
Aku tak sanggup mendengar ucapannya. Hatiku seperti tersambar petir disiang bolong. Kedua bola mataku memanas, ku beranikan diri menatap matanya meski tetes air mata telah membanjiri pipi. Semenjak putus aku memang tak menjelaskan secara gamblang apa alasanku memutuskannya. Aku tak ingin menyakiti hatinya. Daripada dia bertanya-tanya mungkin ini sudah saatnya.
"Cinta itu fitrah, tapi waktu kita salah. Aku menuliskan namamu dalam hatiku tapi aku lupa bahwa ada yang lebih dahulu tinggal disana. Dia yang terlebih dahulu ada disisiku. Dia yang selalu aku lupakan saat bersamamu. Aku malu. Aku malu karena Dia selalu sempurna mencintaiku sedangkan aku? aku malah menduakannya. Tahukah kamu? Aku menyakitinya, Dia sangat cemburu melihat aku dan kamu. Dia sangat pencemburu, tapi Dia memaafkan aku saat aku ingin kembali pada-Nya. Tolong biarkan aku menebus rasa bersalahku pada-Nya. Jangan kira hanya kau yang terluka tapi jika aku terus bersamamu akan banyak yang lebih terluka. Aku tidak bodoh kak. Sebelum bersamaku kau lebih dulu bersama dengan Kak Cika, lihat dia kak. Setelah aku pergi dari kamu kak Cika ingin kembali bersamamu bukan? Aku cinta kau pun cinta. Tapi biarkan aku menyempurnakan cintaku kepada sang pemilik hati. Aku kembali pada-Nya, kau kembali padanya. Semua adil. Aku sadar semua salahku maaf."
Setelah mengungkapkan semua itu sepertinya utangku padamu sudah terbayar. Semoga kamu bahagia dengan kak Cika, aku putus dengan kamu dengan adanya alasan. Tidak seperti yang selalu kamu pertanyakan "kenapa kita putus tanpa alasan?"
Lagi-lagi aku beruntung, mempunyai sahabat seperti Mita sebagai pendengar yang baik. Memiliki ibu Indri yang selalu sabar menasehatiku dengan kalimatnya yang menyejukkan hati dan kak Taufan yang selalu melindungiku. Mereka penyemangatku dalam menggapai rida-Nya.